~ Thirteen

42 12 2
                                        

"Haidar!" ucapku memanggil sosok Haidar berkali-kali dari balkon rumahku.

Namun, ia tidak kunjung keluar dari kamarnya. Padahal aku jelas-jelas melihat sosoknya sedang duduk di dekat pintu balkon sambil memegang gelas.

Menyebalkan pasti dia pura-pura tidak mendengarkan teriakanku. Aku menatapnya tak percaya saat ia ikut menatapku balik dengan wajah polosnya. Wah dia benar-benar nomor satu dalam membuatku emosi. Aku memberikan tanda bogeman karena kesal padanya. Haidar yang melihatnya hanya tertawa kecil lalu keluar dari kamarnya.

"kenapa itu muka ditekuk? Karena gajadi pulang sama Samudra?" tanya Haidar santai sambil tersenyum tipis seolah sedang mengejekku.

Aku membulatkan mataku mendengar pertanyaan Haidar. Dia memang orang paling menyebalkan sejagat raya. Liat saja dia malah menggodaku dengan senyuman tipisnya yang penuh ejekan itu.

"Aku bahkan ngga mikirin itu" ucapku sambil memajukan bibirku

"ya terus kenapa manggil-manggil?"

Aku menatap Haidar sebentar, ingin bertanya padanya mengenai tingkah Arrayan belakangan ini.

"Menurut Haidar, Arrayan gimana?"

Aku melihat Haidar menaikkan satu alisnya, seolah bertanya apa maksud perkataanku.

"ya ngga gimana gimana" ucapnya santai sambil mengangkat bahunya bersikap acuh.

"ish maksudku, menurutmu sikap Arrayan ke aku gimana? Soalnya aku sendiri merasa dia agak aneh.." ucapku dengan nada yang semakin kecil karena tidak terlalu yakin.

Aku takut Haidar mengira bahwa aku sedang kegeeran karena sikap Arrayan yang selama ini lembut padaku, tapi sikapnya memang membuatku bertanya-tanya kenapa dia seolah memberikan perhatiannya padaku.

"Kenapa lu tanya gua bukan tanya Samudra?" aku melihat pergerakan Haidar yang menyilangkan tangannya di dada.  Aku jadi semakin gugup takut apa yang kupikirkan selama ini hanyalah kebaperanku belaka.

"Kamu kan temennya Arrayan, seenggaknya kamu tau tentang dia." cicitku sambil memainkan tanganku karena gugup.

Haidar terdiam di tempatnya, lalu ia mengambil langkah besar dan duduk di tempat kebesarannya itu. Aku menunggunya membuka suara, tetapi bahkan sampai 5 menit kemudian Haidar tetap diam. Belum minat menjawab pertanyaan yang ku utarakan barusan.

Baiklah ini saatnya untuk tidak berharap lebih. Entah dia memikirkan apa hingga tidak bersuara sedikitpun, biasanya dia akan mengeluarkan celotehan pedasnya dan membuatku ingin melempernya dari balkon rumah.

"Samudra beda"

Hanya dua kata itu yang ia ucapkan setelah mendiamkan diriku hampir 7 menit lamanya tanpa suara. Aku mengernyitkan alisku, menatap heran Haidar yang hanya mengucapkan dua kata itu.

"Beda gimana?"

Haidar memutar balik tubuhnya menghadap diriku. Lalu menatap diriku dari atas hingga bawah begitu seterusnya. Aku risih karena dipandang seperti itu refleks menutup bagian dadaku.

"Gua ngga napsu sama manusia tepos" ucap Haidar sambil tersenyum mengejek.

Aku memutar bola mataku kesal sambil menghentakan tanganku turun dari menutup dadaku. Ini baru Haidar yang ku kenal. Menyebalkan dan hebat dalam memancing emosi.

"Habisnya kamu liatin aku kayak gapernah liat cewek sih" ucapku sambil mencebikkan bibirku kesal.

Haidar hanya menanggapi dengan menghembuskan napasnya berat. Lalu melanjutkan maksud omongannya

"Samudra itu orangnya emang baik ke semua orang, lu tau itu kan?"

Aku menatap Haidar dengan pandangan kosong, benar juga kenapa aku bisa melupakan fakta umum yang satu itu.

"Gue yakin dia bahkan nganggep ibu ibu kantin kayak mamanya sendiri saking baiknya dia sama orang" lanjut Haidar aku merasakan dirinya masih menatapku.

Aku menundukkan kepalaku, sebisa mungkin menyembunyikan wajahku yang mungkin menampakkan ekspresi kecewa.

"Orang yang suka bersihin sekolah aja suka dia beliin makanan" seolah tidak mau berhenti Haidar terus melanjutkan ucapannya

Aku menghembuskan napas berat. Hadiar benar-benar tau cara membuat kepercayaan diri seseorang turun dan terpaksa mundur secara kilat.

"Iya aku tau kok" cicitku menjawab pernyataan dari Haidar.

Haidar lalu terdiam lagi, tapi aku masih bisa merasakan tatapannya yang tak lepas memandangiku sedari tadi.

"Kok lu ngga nangis? Gua nunggu lu nangis padahal" ucap Haidar dengan nada yang menyebalkan. Aku langsung menaikkan kepalaku, menatapnya kesal dengan mata yang sudah berkaca-kaca. 

Lalu aku melihat Haidar tertawa dengan tidak tau diri. Bahkan ia memukul mukul pembatas balkon. Dia memang senang sekali mempermainkan diriku seperti ini.

"NGGA LUCU ISH HAIDAR" ucapku sambil melempar batu ke arahnya. Dia memang pantas di lempar dari atas balkon agar otaknya menjadi normal dan tidak menyebalkan.

Haidar masih tertawa terbahak melihat ekspresiku. Aku ingin sekali kesana lalu mencekik lehernya agar dia bisa menutup mulutnya.

Tak lama kemudian Haidar bisa mengontrol tertawanya dan berhenti menertawakanku. Dia berdeham mencoba mengatur napasnya yang sedikit tersengal akibat tertawa.

"Tapi Samudra ngga pernah bener-bener perhatian ke cewek. Apalagi sampai biarin orang salah paham kalau cewek itu pacarnya" ucap Haidar sambil tersenyum tipis.

Aku menatapnya dengan pandangan bingung. Dengan otakku yang sedang tidak berfungsi dengan baik ini aku tidak bisa memikirkan maksud ucapan Haidar.

"Astaga lemotnya kambuh" ucap Haidar

Aku masih terdiam menatapnya dengan pandangan tidak mengerti. Terkadang Haidar ini selalu memberikan kode yang aku sendiri bahkan tidak mengerti. Ah aku sama sekali tidak suka dikode begini, Lia ini sering berkata bahwa aku termasuk jejeran manusia tidak akan peka kecuali orang mengatakan dengan gamblang apa maksudnya.

"Apa sih dar, kamu itu ngomong apa?"

"Emangnya gua ngga tau soal yang di uks itu? Kak Pinky manggil lu pacarnya Samudra kan?" tanya Haidar sambil menaikan alisnya.

Aku menelan ludahku susah payah, menatap Haidar dengan pandangan horror. Bagaimana Haidar bisa mengetahui hal itu. 

"Kok kamu bisa tau?"

Haidar menatapku dengan pandangan yang serius. Lalu mengucapkan kata-kata yang membuat tingkat kegeeranku yang tadinya menurun jadi meningkat secara drastis.

"Ngga penting gua tau darimana, gua cuman mau bilang Samudra itu orang yang baik, tapi dia ngga pernah seperhatian dan secekatan itu kalau sama cewek. Dia punya batasan berdekatan sama orang lain, tapi batasan itu seolah ngga pernah berlaku kalau lagi sama lu."

Aku menatapnya dengan pandangan yang sedikit rumit. Ingin menolak agar tidak terlalu berharap, tapi rasanya sulit sekali apalagi mendengar ucapan Haidar selanjutnya.

"Dia perhatian secara berlebihan saat lu kepentok, meluk lu saat lu takut gelap terus ngomong pakai aku kamu. Apa perlu gua jelasin semuanya supaya lu ngerti maksud gua apa, anak lemot?"

Kali ini aku langsung tertegun memikirkan ucapan Haidar.


"Kalau Haidar aja bilang begitu jadi aku boleh berharap kan sama Arrayan?"

"Kalau Haidar aja bilang begitu jadi aku boleh berharap kan sama Arrayan?"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Tentangnya : Arrayyan | •Hyunjin•Where stories live. Discover now