Ops! Esta imagem não segue nossas diretrizes de conteúdo. Para continuar a publicação, tente removê-la ou carregar outra.
"Ngapain sih lo jam segini masih diluar kelas? Udah mau masuk tau!" misuh Lia di pagi hari.
"Iya ntar aja aku masuknya yah, pas bel masuk." ucapku sambil memakan cemilan yang kubeli di kantin.
"Kenapa sih? Padahal Samudra udah anteng ditempat duduknya. Siapa sih yang lo tunggu?" ucapnya bingung sekaligus kesal.
Aku paham kenapa ia kesal. Aku menolak untuk masuk kelas sejak 30 menit yang lalu. Dia juga tak kubiarkan masuk kelas karena aku minta ditemani.
Bahkan saat Arrayan dan teman temannya datang aku langsung melarikan diri ke kantin. Tentu saja temanku yang satu itu bingung. Biasanya aku akan menunggu Arrayan sampai masuk ke kelas, tapi hari ini aku malah kabur ke kantin.
Bahkan setelah Arrayan dan teman-temannya sudah masuk kelas. Aku tetap saja masih diluar kelas seolah menunggu seseorang padahal sebenernya aku tidak menunggu siapapun.
"Heh? Kenapa malah bengong disini sih? Udah ayok masuk, Arrayan kan udah didalem."
"Justru karena Arrayan udah ada didalem, aku gaberani ketemu!" gerutuku dalam hati.
"Malah diem kan! Udah ah ayo cepet masuk!" Lia pun menarik tanganku, memaksaku untuk masuk ke dalam kelas.
"LIAAAA AKU GAMAU, NANTI AJA DONG MA— aduhh!"
Akibat Lia yang menarikku brutal dan aku yang juga dengan brutalnya mencoba untuk terlepas dari Lia, siku lenganku pun menabrak meja seseorang.
Kalian pasti paham kan bagaimana rasanya jika siku menabrak benda keras. Rasa ngilu mengalir disekujur tubuh. Membuatku langsung menutup mataku dan terdiam secara mendadak.
Kurasa semua orang langsung menatapku dan Lia. Karena selanjutnya yang kudengar adalah suara keributan.
"Lia anjir brutal banget" teriak Felix.
"Lia yang santai napa woy, anak orang diseret-seret kayak nyeret kambing" ucap Aji dengan heboh.
"Suaranya ituloh, gua sampai ngilu dengernya."
Lalu setelahnya aku merasa seseorang beranjak dari kursinya. Sepertinya dia adalah pemilik yang aku tabrak mejanya. Astaga ia pasti akan memarahiku sekarang, aku semakin memejamkan mataku, bersiap dengan omelannya.