O1. Awal Mula

50 3 6
                                    


Be with someone who make it easy to be your self.

Juli 2011, Jakarta. ______________________________________

"Kalo gue yang menang, lo harus ngedate random sama satu cewek."

"Yaelah, yang lain lah."

"Yaudah nembak cewek."

"Dangkal banget sih."

"Anj.. Yaudah, gombalin cewek."

"Cewek mulu otak lo!"

"Ya apaan dong ah, kasih saran kek! Ngomel aja lo bisanya."

Perdebatan bodoh ini belum selesai dari 30 menit lalu. Keduanya sama-sama bersedekap. Duduk berhadapan yang terhalang oleh meja sambil menunduk.

"Ini gue yakin lo yang kalah sih ,Jo." Pria pertama dengan pede berasumsi.

"Yaelah, inget dong udah berapa kali gue menang taruhan sama lo,Bi." Pria lainnya terkekeh santai.

"Oke! Gini aja gimana kaloㅡ"

"Oke!"

"Apa yang oke anjir.."

"Kalo gue kalah, gue botakin rambut. Kalo gue menang lo jadi babu gue." Jo berkata dengan mantap.

"Ya apa untungnya juga buat gue kalo lo botak. Nyari taruhan yang faedah dikitlah," keluh Bian kesal. Tidak ada yang masuk akal diantara pilihan-pilihan yang disebutkan.

Jo hanya bisa menghela nafas asal. Banyak sekali maunya Si Manusia onta ini. Ia bersandar pada kursi kayu di ruang kelas.

Saat itu jam istirahat kedua, kelas sedikit lebih kosong karena beberapa anak lain sedang di kantin. Hanya mereka berdua yang ribut sendiri didalam ruangan.

"Gini aja Jo, kalo gue menang cukur alis lo sebelah. "

"...."

Jo terdiam sejenak, taruhannya sedikit lebih mengerikan dari yang ia bayangkan. Kemudian ia menarik senyum simpul... ah, tidak. Ini senyum jahil. Agaknya terasa mencurigakan.

"Kalo gue yang menang,  lo harus gantiin gue nemenin Rana latihan tinju selama sebulan." Jo menatap Bian lamat-lamat, menanti jawaban.

Bian mengehela nafas, dia tahu betul. Teman kecilnya yang di akte lahir bernama Rana itu manusia berbahaya. Kalau dia yang latihan tinju bersama Rana, pulang-pulang bisa bawa lebam di wajah. Pukulannya suka meleset, yang harusnya di tangan malah kena muka.

"Jo, option lain apa nggak ada?" Bian pasrah.

Jo hanya menggeleng perlahan memberikan ekspresi sedih yang di buat-buat. Menyebalkan sekali. Kemudian Ia tiba-tiba saja tertawa, menyisakan bingung pada wajah Bian.

"Lucu juga ya kalo di inget-inget..." Ia menggantung kalimatnya. Bersandar pada kursi dan mendongak ke atas. Menatap langit-langit kelas. " Dulu, waktu gue nangis karena sering di gangguin sama bocah komplek sebelah, yang maju duluan itu Rana."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 13, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hari Esok Lagi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang