PROLOG : Tamu Tak di Undang.

Start from the beginning
                                        

Sosok jubah hitam tersebut semakin nampak dan mendekat ke arah Marthin. Tampak urat telah keluar mencuat di tempurung tangannya.

"Majulah, aku tidak takut untuk melawanmu!!" tegas Marthin dan ia berlari lurus ke arah sosok jubah hitam tersebut. Ia berlari lari seraya memejamkan kelopak matanya dan belati yang ia arahkan lirih ke arah sosok tersebut. Ia menggunakan instingnya kali ini.

Ia terus berlari seraya berteriak, "Mama!!"

Malam yang begitu pekat akhirnya berlalu. Pria yang hidup di bumi dua puluh tahun itu tampak terbangun dari tidurnya seraya berteriak histeris ketika pagi menjelang. Setiap malamnya, ia merasa ketakutan untuk sekedar dua detik saja menutup kelopak matanya.

Obat tidur, selalu menjadi teman setia di hidupnya. Ia bisa pergi tanpa membawa uang sepeserpun, tapi tidak dengan obat tidur yang sedari kecil sudah menemani perjalanan panjang di setiap malam yang amat sangat menakutkan baginya.

Sreenggg!!

Itu bunyi dari spatula yang bergesekan dengan wajan penggorengan. Hingga sampailah aroma nasi goreng dari arah dapur yang menyeruak sampai ke kamar pria itu, membuat ia menghendus dan beranjak dari ranjangnya yang maha empuk untuk menuju asal muasal aroma tersebut. Aromanya begitu lezat, sampai rasa takutnya jadi menghilang seketika.

"Hmmm, dari aromanya kelihatan lezat banget nih," ucap pria yg masih memejamkan mata, seraya moncongnya sudah berada dekat sekali dengan wajan penggorengan.

"Good Morning Bro, gimana tidurmu malam ini, Marthin?" tanya pria paruhbaya itu seraya mengaduk nasi goreng di atas wajan penggorengan.

Marthin Andaru Santoso, pria yang akrab di sapa Marthin itu hanya bisa terdiam. Karena tidak perlu ditanya, baginya semua malam akan selalu sama saja. -menjadi momok menakutkan yang selalu menikam tidur nyenyaknya.

"Lho, ditanya kok malah diem?"

"Seperti biasa lah, pah." Marthin mencelus pergi mengambil dua piring kosong dan kemudian meletakkannya di sebelah kompor.

Pria paruhbaya itu menghela napas, "Jadi mau sampai kapan kamu konsumsi obat tidur terus, marth?" tanyanya seraya menuangkan secangkir air putih dan meletakkannya di sisi kanan Marthin. "Terlalu banyak mengkonsumsinya juga tidak baik untuk kesehatan kamu," kata Mardi Santoso, Ayah kandung Marthin yang selama hidupnya sudah mencoba berbagai peran setelah ia menikah dengan Thina Santoso, ibu kandung Marthin.

Marthin mencebik "Marthin juga gak tahu pah, ntah kapan Marthin bisa terlepas dari nightmare yang ganggu tidur nyenyak Marthin ini."

"Ini akibatnya karena kamu selalu menolak di ajak ke tempat kenalan papa yang ahli psikiater itu," ujar Mardi seraya mematikan kompor kemudian meletakkan nasi goreng yang sudah matang ke piring yang sudah disiapkan oleh Marthin tadi.

Marthin terus menyangkal, "Percuma, pa. Kan papa tahu sendiri, sudah enam belas psikiater di kota ini yg Marthin datangi, tapi gak satupun bisa nyembuhin pola tidur Marthin dengan baik tuh," tukasnya "Kecuali obat tidur," sambungnya berkata lirih seraya menyendokkan nasi goreng dari piringnya dan hendak melahapnya.

"Heh!" seru Mardi saat Marthin hendak memakan nasi gorengnya. "Cuci mukamu dulu sana, itu iler kamu masih di pipi!" perintahnya.

"Ah! Masa sih pah?" Marthin menyangkal, seraya tangannya menyalakan kamera selfie pada ponselnya. "Pfftt! Lanjut lah pah, lagian, muka Marthin kalau baru bangun tidur udah perfect kok pah," kata Marthin dengan pedenya seraya diikuti dengan gelak tawa.

"Kamu nih, pantesan jomblo terus. Siapa coba yang mau sama cowo males mandi sepertimu ini." Mardi menggeleng melihat kelakuan Marthin anak semata wayangnya itu.

Ting nong!

"Ada tamu. Siapa yah yang pagi-pagi sudah datang ke sini?" tanya Mardi heran lantaran tidak mengatur janji pada siapapun sebelumnya.

Marthin menaikan kedua bahunya sekali, "Gak tahu pah, paling juga si aryo."

Mardi beranjak dari meja makannya dan akan menuju pintu utama untuk melihat siapa yang berkunjung di hari Minggu saat masih pagi buta.

"Papah mau kemana?" tanya Marthin dengan nasi goreng penuh mengisi rongga mulutnya.

"Ya.. mau ke depan, mau cek siapa yang datang."

Marthin seketika berdiri "Sudah. Papa lanjutin makannya biar marthin aja yang lihat ke depan ya," katanya mempersilahkan Mardi untuk duduk kembali.

Mardi pun mengiyakan pinta putranya itu. Kemudian Marthin menuju pintu utama untuk mengecek siapa yang bertamu sepagi itu. Sesampainya di depan pintu, Marthin kini berdiri seraya memutar pedal kunci pada daun pintu dari arah dalam.

Ting nong!

"Iya-iya sebentar!" tukasnya, pertanda agar si tamu sedikit bersabar.

Ngiiiingg!

Suara dari engsel pintu. Marthin heran, ia sudah membuka pintunya tapi tidak ada satu pun orang yg berada di luar pintunya.

"Siapa ya??!"

Tanya Marthin sedikit lebih keras karena ia juga penasaran. Marthin mengedarkan pandangannya kesegala arah seraya kepalanya mengikuti arah penglihatannya.

"Kok. Gak ada siapa-siapa yah." ujarnya lirih seraya menggaruk lembut tengkuk lehernya karena kini bulu kuduk Marthin sudah berdiri.

"Siapa, Marth?!" seru Mardi dari ruang makan.

"Gak tau pah. Gak ada siapa-siapa!" sahut Marthin yang sesegera mungkin menutup pintu rumahnya. "Aneh banget!" grutunya.

Marthin menutup pintu dan kini sudah membelakangi pintu rumahnya ia hendak kembali ke ruang makan untuk melanjutkan sarapannya itu bersama Mardi.

"Siapa, nak?" tanya Mardi penasaran sesaat Marthin sudah sampai di ruang makan.

Marthin kembali menaikan kedua bahunya sekali, "Marthin gak tahu siapa pah," jawabnya yang kini sudah duduk kembali dan menyantap nasi gorengnya.

Ting-Tong!

Bel pintu berbunyi lagi. Marthin dan Mardi saling beradu tatap, mata mereka membulat penuh tanda tanya "Itu bunyi lagi bel nya, kamu seriusan gak tahu siapa yang datang?" tanya Mardi lagi pada Marthin.

"Sumpah pah, waktu Marthin buka pintu tadi gak ada siapapun, bahkan marthin sampai lihat ke gerbang rumah juga gak ada siapa-siapa," ujar marthin berusaha menjelaskan.

"Yasudah, lanjutlah makan, biar papah saja yang lihat ke depan." Akhirnya Mardi lah yang memutuskan untuk pergi melihat langsung ke depan. Rupanya, seorang kurir pengantar barang sudah berada di depan. Herannya, ketika tadi Marthin di depan ia tidak menemukan sebatang hidung manusia pun.

***

Gadis Dimensi Lain (ON GOING)Where stories live. Discover now