Adam menyuapkan capcay kedalam mulutnya. "Tidak!, yang menikah itu kita berdua. Kenapa kamu yang repot sendirian." Adam lahap mengunyah makanan yang dibawa Zara," Butikmu bagaimana?"

"Alhamdulillah, berjalan dengan lancar, bulan depan sudah siap intuk launching mode dan produk baru." Zara meraih ponselnya yang ada di meja,"Astagfirullah!, aku lupa untuk memberi pesan kepada pak Tono untuk menjemput Anissa." Segera ia mencari kontak pak Tono, karena memang Pak Tono akan baru di beri perintah jika semua orang dewasa yang berada di sekitar Anissa sibuk dengan dunianya masing-masing.

Saat hendak menelpon Pak Tono, suara Adam menghentikan kegiatan Zara."Jangan khawatir, Anissa sudah dijemput kakeknya, tadi dia sendiri yang meminta."

"Syukurlah, hampir saja jantungku rasanya melompat keluar."

"Za boleh aku tanya?" Ucap Adam setelah menyelesaikan acara makan siang," Ini yang masak semua ini siapa?" Sembari menunjuk kotak makanan yang di jejer rapi diatas meja.

"Kenapa?" Zara terlihat panik,"Apakah ada yang aneh?" Wajahnya semakin serius saat bertanya pada Adam,"Rasanya tak enak?"

"Pasti kebiasaan, kalau ada yang tanya itu dijawab jangan malah balik nanya." Protes Adam.

Zara memelas,"Aku yang masak semua ini, pasti nggak enak ya."

"Enak, sangat enak aku suka. Jika boleh setiap hari kamu yang harus masakin aku." Jelas Adam membuat Zara tersipu malu mendengarnya.

"Insyaallah, tapi nanti kalau udah sah setiap hari pasti aku masakin." Ucap Zara bersemangat, sembari merapikan kotak makan yang sudah kosong.

Adam tersenyum bahagia mendengar jawaban Zara, lalu ia beranjak berdiri berjalan menuju kamar mandi untuk mencuci tangan. Zara yang melihat ekspresi Adam yang bahagia, ia pun juga merasa bahagia. Berlanjut ia juga merapikan meja kerja Adam yang terlihat berantakan, dengan telaten ia merapikan dokumen dokumen dimeja Adam. Menumpuk dan menatanya kembali ketempat semula, agar terlihat lebih rapi.

Tak sengaja amplop cokelat terjatuh mengeluarkan sebuah kertas, sebenarnya Zara tidak ingin tau apa yang tertulis didalam kertas itu. Namun sekelebat nama Anissa juga tertera di dalam tulisan itu, dengan rasa penasaran yang tinggi segera ia mengambil lalu membaca lengkap surat yang berisi perihal penuntutan hak asuh Anissa dari Adam.

Adam berjalan menghampiri Zara yang kembali duduk di sofa, "Za, ayo aku antar pulang. Sekalian hari ini aku pulang lebih awal. Karena kupikir moodku kurang bagus untuk melanjutkan pekerjaan di kantor hari ini."

Zara hanya mendongak sejenak, lalu ia mengambil kotak makan yang ia bawa tadi. Sedikit kecewa di hati Zara, mengapa Adam tidak menceritakan kegundahan hatinya?, mengapa Adam tidak memberi taunya akan surat itu?, Mengapa Adam menyembunyikan masalah sebesar itu darinya?

Pertanyaan demi pertanyaan terus berputar dibenaknya, ia semakin merasa bahwa dirinya bukanlah siapapun untuk Adam. Satu hal lagi pertanyaan yang paling mengganggunya, apakah Adam mencintai dirinya atau ia masih mencintaimu Della?

Pertanyaan yang sukses membuat hati Zara sangat tersayat, membuat hati dan pikirannya goyah dan bimbang.

Sepanjang perjalanan menuju rumah Adam, Zara hanya memandang nanar kearah kaca. Mengamati gedung-gedung pencakar langit yang menjulang dengan tinggi. Namun pikirannya sudah bergelayut kemana-mana, ia ingin marah, kesal, kecewa, pada Adam. Tapi akal sehat Zara masih berfungsi ia berpikir Adam juga memikul beban yang lebih berat dalam pundaknya. Atau Adam memang berusaha menyembunyikan hal itu, karena tidak ingin Zara juga khawatir.

"Mas!" Panggil Zara, membuat Adam mengangguk menoleh sebentar lalu fokus pada jalan raya lagi."Sampai kapan kamu mau menyimpan semuanya sendirian?"

Adam menoleh sejenak,"Menyimpan apa Za?" Tanyanya balik dengan wajah yang tak mengerti.

"Kamu menganggap aku apa?" Mata Zara mulai buram karena air mata,"Kupikir kita bisa saling berbagi cerita, menceritakan segala beban berat yang ada dalam hati kita." Air mata Zara mengalir, lalu ia tepis dengan cepat sebelum Adam mengetahuinya.

"Apa maksud kamu Za, aku nggak mengerti."

"Ini tentang Anissa," Jawab Zara datar."Seharusnya kamu tidak menyembunyikan hal sebesar itu, apa kamu mengganggap aku orang asing?"

Adam hanya diam mendengar perkataan Zara, hingga ia menepikan mobilnya di sebuah pom bensin. Sedikit menarik nafas berat, Adam menata hatinya, ia berusaha untuk menceritakan semuanya pada Zara.

"Aku nggak mau kamu kepikiran Za." Menggenggam tangan Zara,"Maaf jika diamku selama ini membuatmu merasa kita seperti orang asing. Aku hanya berpikir, belum ada waktu yang tepat untuk memberi tau kamu dengan apa yang terjadi sebenarnya."

Zara menatap nanar, apa yang dikatakan Adam memang ada benarnya. Air mata Zara jatuh tanpa permisi,"Seharusnya kamu bilang, setidaknya kamu punya tempat untuk berkeluh kesah. Mungkin aku bisa membantu."

"Terima kasih sudah mengerti posisiku."

Adam tersenyum, mengulurkan tangan mengusap air mata Zara."Jangan menangis karena aku."

Zara semakin terisak,"Maaf membuatmu khawatir."

*****

D. Salsabila

Bunda Untuk Anissa (END)Where stories live. Discover now