2 | Riak di Air Tenang (2)

1K 153 43
                                    


Api tahu-tahu menyembur ke arah Mike. Badan ramping polisi muda itu tertolak ke belakang dan terantuk pagar geladak kapal. Seketika, ia panik mengibas-ngibaskan singlet hitamnya yang terbakar. Belum jua padam, semburan api muncul kembali dari arah depan. Seketika Mike berguling ke kanan, menghindari hawa panas yang menjilati punggungnya secara bertubi-tubi. Namun gerakannya terhenti, karena api yang terakhir datang mendahuluinya dari sisi kanan. Kini Mike hanya bisa terbaring pasrah, terjebak di antara kobaran merah-kuning yang menyala terang. Sesosok siluet hitam maju dan menyudutkannya, dengan tangan mengepal ke depan, siap mengeksekusi dalam satu kali ayunan.

Akan tetapi, kepalan tangan itu membuka dan menengadah. Saat wajah dari siluet tertimpa cahaya, sosok itu terlihat meringis ceria. Mike berdiri dengan bantuannya, seraya menarik napas lega. "Sangat mengesankan, Arvin," ujarnya tersenyum menyipitkan mata, lalu mengacak gumpalan rambut ungu di hadapannya. "Tapi kalau dalam pertempuran betulan, jangan sekali-kali membuang tenaga hanya untuk membakar senjata musuh. Kau tahu 'kan-logam?"

Arvin merasa malu, lantas menyelamatkan bokken yang setengahnya sudah jadi abu. "Kalau aku tidak melakukannya tadi, kayu ini bisa menusuk dadaku. Permainan pedangmu sangat mengerikan, kau tahu."

Keduanya tertawa santai. Walaupun begitu, mereka sadar ada garis api yang masih berkobar.

"Oh, aku bisa menanganinya!" Arvin segera merentangkan tangan, melakukan gerakan mencengkeram dan menarik, berharap si api bisa ia masukkan kembali, seperti udara panjang yang sedang ia hirup. Si pemuda itu masih tampak berusaha keras sampai berkeringat, sementara Mike bersiul sambil menenteng kain basah. Saat Mike melemparkannya ke lantai, api mati, masalah selesai.

Beberapa menit kemudian, Arvin menepi dan menyatukan diri dengan pagar geladak. Damai dihadirkan kembali oleh langit malam dan suara pelan air laut. Hawa dingin mulai menyusup di antara baju katun tipis yang ia kenakan. Membuat anak itu menarik sebuah kalung dan menekan liontinnya. Seketika cahaya kuning berpendar tipis menggantikan warna perak benda tersebut. Arvin merasakan hangat menyebar dari perutnya ke sekujur tubuh. Ia kemudian membuat bola api kecil yang melayang di atas telapak tangan, menyerupai lilin.

Sementara Mike harus mengambil selimut dan membuat secangkir cokelat panas, yang ia bawa juga untuk Arvin. Anak itu menolaknya dengan halus. "Ada masalah?" tanya Mike.

Arvin masih cemberut sambil memainkan bola apinya. "Sudah tiga hari kita meninggalkan Soteria. Bagaimana kalau Dvhl dan Gavan menghancurkan semuanya tanpa sisa?"

Mike merasakan pahit yang lebih pekat daripada cokelat yang ia lumat. "Hmmm, kabar yang kuterima dari Kapten, Soteria sekarang lebih seperti negara yang dijajah, daripada dihancurkan. Kurasa Dvhl masih butuh rakyat dan wilayah negara untuk dikuasai."

Ada jeda sejenak saat Mike menghirup kembali minumannya, sebelum ia melanjutkan, "Soteria berencana mengirim bantuan jika ada kesempatan. Jadi, beberapa orang akan menyusul kita ke Euthenia."

"Keluarga kami? Bisakah mereka ikut rombongan ke Euthenia?"

Mike tak sanggup menatap mata Arvin yang irisnya berwarna kemerahan. Ia tak ingin merusak binar harapan yang ada di dalam sana. "Ini misi rahasia, Arvin. Mereka hanya bisa membawa perahu kecil."

Persis seperti yang ia khawatirkan. Arvin dan teman-temannya harus memenuhi tugas negara, sementara apa pun bisa terjadi dengan rumah dan keluarga mereka. Mike segera menoleh dan menunjukkan senyum manis. "Tapi kupikir mereka akan baik-baik saja. Yang kudengar, aktivitas warga sedikit-sedikit mulai kembali seperti semula."

Tiba-tiba saja, kapal bergetar dan mulai miring. Arvin mematikan bola apinya, kemudian berlari mengejar Mike menuju anjungan. Mereka sama sekali tak menemukan sesuatu yang aneh, kecuali pintu kabin yang terbuka. Arvin yang khawatir dengan anak-anak, menyeruak masuk ke dalam kamar, dengan api yang menyala di tangan. Tampaklah sosok manusia yang mengenakan setelan dengan helm hitam, sedang menodong Rei dengan pisau.

HEXAGON [3] | Sinestesia Indigo ✏Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt