1 | Riak di Air Tenang (1)

1.5K 160 27
                                    

[Subdistrik Minwa, Raguel Utara, Euthenia | 10 September Z-19]

Nyanyian jangkrik berkumandang di sela gemercik air. Bersahutan dengan dekut burung hantu yang sedang menakuti tikus. Lampu lampion kuning di rumah kayu berpendar, menghalau kegelapan dini hari yang disamarkan kabut.

"Maaf, aku bangun terlambat," kata Eter sambil menahan kuap. Ia baru saja memasuki dapur rumah dan segera disambut wangi ragi yang dimasak. Kayu di dalam tungku telah dimatikan sebagian, menyisakan api sedang. Beberapa makanan tertata rapi di piring dan kotak-kotak plastik besar.

"Tak apa." Young Seo meletakkan beberapa cakue yang baru saja ia goreng di atas tirisan berbentuk kisi-kisi. "Sembahyang saja dulu, mumpung masih ada waktu."

Eter mengikat rambutnya yang berantakan dengan karet gelang, membandingkannya dengan rambut Young Seo yang selalu seperti habis disetrika, lantas meluncur menuju kamar mandi. Ia berdoa dan membasuh wajah dengan air, kemudian mengguyur kedua tangan dan kaki. Dengan bakiak basah menjejak di lantai kayu, ia berjalan melewati dinding bagian rumah yang hanya setinggi dada. Musim gugur akan segera berakhir, pikirnya sambil menggigil mendekap lengan.

Di dalam sebuah kamar kecil, asap dupa sejumlah empat tangkai, berdiri di masing-masing botol kaca berisi pasir dan biji gandum. Eter memanjatkan doa dalam hati. Paling sering menulis kepada Dewa Petir dan Dewi Hujan, seperti yang diajarkan Young. Namun, ia pun bisa menambah jika mau. Sejumlah bunga mawar kuning dan peony ungu gadis itu taburkan di depan dua dupa, untuk simbol keamanan dan kemakmuran, sedangkan sisanya ia mengambil anyelir dan bakung merah muda. Bunga dipercaya sebagai segel resmi kerajaan Tuhan, agar malaikat datang dan menyampaikan kabar ke hadiratNya, seperti merpati mengantarkan surat-surat.

Eter menyudahi ritual paginya dengan membungkuk hormat kepada kain yang dibentangkan lebar-lebar di dinding. Di sana terdapat gambar seorang pria berambut putih sebahu dengan mahkota berkilau, mengenakan jubah kuning gading. Tangan kanannya memegang tongkat sedangkan tangan kiri mengangkat cawan emas. Sebelum pintu sepenuhnya menutup, Eter sejenak menilai pria tersebut. Walaupun sama sekali tak pernah bertemu, parasnya yang elok dan berkarisma, membuat dia pantas dijuluki "raja dari segala raja"-seperti tulisan arab di bawahnya. Kisahnya melawan tentara Iblis dan memimpin manusia setelah itu diabadikan dalam sejarah, khususnya bagi pemeluk Espiroth.

Saat Eter kembali ke dapur, Young sudah menyelesaikan dua kotak makanan dan membungkusnya dengan kain cokelat. Eter mematikan tungku, saat didapatinya teko berbunyi dan air di dalamnya mendidih. Mencuci alat-alat dan merapikan meja. Young barusan ganti baju, lantas menyuruh Eter untuk segera mandi.

Sekitar lima belas menit kemudian, telapak tangan Eter masih merasakan hangat saat mengangkat kotak makanan ke luar. Mentari yang mulai muncul dari peraduan disambut kokok ayam. Kakek Tiro mengisap kopinya di kursi teras, dan Nenek Unoi tampak menggulung selang yang barusan ia gunakan untuk menyirami kebun. Rhuba menyalak dari kejauhan dan berlari menuju Eter yang sedang berdiri di belakang bak motor roda tiga. Elix, si candramawa yang semula mendengkur senang saat dielus lehernya, kini mendesis dan menatap tajam ke arah Rhuba, lantas melompat pergi sambil mengeong singkat. "Kalian, berhentilah membuat rumah berantakan," seloroh Eter sambil mengacak rambut Rhuba.

Setelah sarapan, Eter bersama Young berangkat menuju rumah makan keluarganya di daerah Khagir, subdistrik di sebelah Barat Minwa. Young menyapa orang-orang di sepanjang jalan. Mereka yang sedang menyapu, memangkas rumput, atau hanya sekadar mencari udara pagi, menjawab sewajarnya. Namun, raut dengan senyuman itu berubah drastis saat melihat remaja perempuan yang ada di bak belakang. Ada juga beberapa siswa berseragam memandang ngeri ketika berpapasan. Salah satunya hendak melempar batu, tetapi dicegah oleh yang lain. Eter pun memutuskan untuk pura-pura sibuk menata wadah plastik berisi bumbu, yang sebetulnya tak perlu. Ia hanya berusaha mengalihkan pikirannya dari peristiwa setahun lalu.

HEXAGON [3] | Sinestesia Indigo ✏Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang