21. the silent treatment

3.8K 470 179
                                    

Please read the author's not! I could use some help! Thank you 💚


|retrouvailles|



"Halo?"


"Halo? Di apartemen kan?"


"Iya. Kamu udah ke hotel?"


"Belum. Aku masih di kantor. Beres ini aku langsung jemput."


"Eh? Nggak perlu. Kantor kamu ke hotel kan lebih deket. Kalau kamu kesini lagi, nanti malah makin jauh."


"Ya nggak apa-apa. Ngapain juga aku diem di hotel. Persiapan udah kelar semua."


"Bukan masalah ngapainnya. Tapi capek banget kalau kamu harus nyetir bolak-balik. Macet banget malem minggu. Apalagi ini udah mau jam tujuh."


"Ya biarin aja kena macet. Pokoknya aku tetep jemput ke sana. Nggak apa-apa kok bolak-balik. Masih dalem kota ini, gak usah berlebihan deh," ujar Mark dengan nada yang memaksa.


"Bukan gitu, Mark. Serius, aku nggak apa-apa kalau aku berangkat sendiri ke hotel. Biar kamu gak capek--"


"Capek apaan sih? Jangan selalu ngasih alesan kaya gitu deh. Aku nggak suka. Pokoknya aku tetep jemput. Titik. Tungguin, aku jalan sekarang," Kiera menyadari nada bicara Mark yang meninggi sebelum sambungan telepon itu terputus.


Kiera menghela napas berat. Apa ia salah jika ia peduli kepada Mark dan tidak ingin Mark terbebani olehnya? Ia terlalu terbiasa hidup sendiri, hingga ia merasa aneh jika ada orang yang mau melakukan hal seperti itu kepadanya. Lagipula alasannya logis, kan? Ia bisa saja berangkat saat ini dan sampai lebih cepat, dibandingkan jika ia harus menunggu Mark dan sampai di hotel saat sudah larut malam karena terhalang oleh kemacetan malam minggu. Ia merasa tidak enak pada Shelby yang harus menunggunya di kamar hotel, padahal besok Shelby harus bangun pagi untuk make-up dan persiapan akad.


Kiera memutuskan untuk kembali meneruskan packing barang-barang yang akan ia bawa ke hotel nanti. Namun, kemudian handphone-nya kembali berdering. Ia melihat nama 'Bunda' muncul di layarnya.


"Assalamualaikum, Bunda?"


"Waalaikumsalam, Ki. Lagi apa kamu?"


"Kiera lagi packing, Bun."


"Packing? Mau kemana kamu, Ki? Outing lagi sama kantor?"


"Bukan, Bun...," Kiera merasa bingung untuk menceritakan apa yang ia lakukan kepad Bundanya. Ia belum pernah menceritakan apa-apa tentang Mark kepada Ibunya itu. "Besok... ehm... ada undangan nikahan Kakaknya... temen Kiera. Tapi... ya Kiera ikut nginep sama keluarganya... gitu."


"Oh ya? Siapa? Kamu kok ikut nginep? Emang kamu deket banget sama keluarganya?" tanya Ibunya penasaran. Kiera mencoba menenangkan dirinya sebelum menjawab pertanyaan ibunya. Tidak ada untungnya juga jika ia berbohong siapa 'teman' yang mengundangnya kepada ibunya.


"Temenku... Mark namanya, Bun..." Kiera belum sempat memberikan penjelasan ketika Ibunya memotongnya cepat.


"Lho? Mark bukannya pacar kamu, Ki?" tanya Ibu Kiera polos.


"Hah?!? Bunda tau darima..." Kiera cepat-cepat menutup mulutnya yang bekerja lebih cepat dari otaknya. Jika ia menanyakan hal itu sama saja ia mengkonfirmasinya. Namun terlambat, ibunya sudah mendengar apa yang ia ucapkan.


retrouvaillesWhere stories live. Discover now