EPILOGUE - Winter

24 3 0
                                    

Beberapa hari setelahnya, aku memilih untuk masuk kuliah, tentu aku ketinggalan banyak materi. Tapi, lebih baik datang daripada tidak sama sekali. Setidaknya, itu yang Ten katakan untuk membujukku masuk kuliah. Aku berpapasan dengan Daniel di perjalanan menuju edung fakultasku, sesuai ekspetasi, Daniel hanya berjalan lurus. Tidak melirik apalagi menyapaku. Well, baik seperti itu, aku juga malas untuk berhubungan dengan orang semacam dia lagi.

“Ada masalah apa?” Ten yang menyadari perubahan raut wajahku bertanya dengan khawatir. Apa eskpresi bete ku kentara sekali ya?

“Gapapa.” bohongku. Bohong adalah alternatif terbaik saat ini. Kejadian malam itu biarlah menjadi rahasia saja.

Kelas masih dimulai tiga puluh menit lagi, salahkan Ten yang menjemputku satu jam lebih awal. Ten aku menjadi begitu dekat, omong-omong. Jika kalian bertanya-tanya seperti apa sih Ten itu, dia merupakan refleksi paling terbalik dari Aster. Ketika Aster hanya membuatku berpikir bahwa aku tak bisa, maka Ten selalu meyakinkan kalau aku mampu. Aku tidak tau mana yang lebih baik, karena keduanya sama-sama memberiku tekanan, tapi aku sekarang nyaman berada di sekitar Ten yang sedang gencar menunjukkan arti kehidupan dalam segi yang indah, meskipun jauh di lubuk hatiku yang paling dalam, aku sedikit rindu Aster.

Kami sekarang berada di perpustakaan, aku memilih untuk mengerjakan tugas-tugas yang dikejar deadline, apa boleh buat lagian?

Drrrtt~ Drrrttt~

Ponsel Ten bergetar, ia dengan segera membuka isi pesan yang masuk ke aplikasi pengiriman pesan dari ponselnya. Dari matanya yang membulat, kentara sekali bahwa dirinya terkejut. Aku menatap Ten heran, pria itu sontak memberiku poselnya heboh.

“Liat! Liat!!”

Aku melihat isi pesannya dan sama terkejutnya dengan Ten.

Mahasiswi semester 1 jurusan Sastra Inggris AX ketahuan lesbian saat sedang membully teman seangkatannya. Untuk lebih jelasnya silahkan dengar voice note berikut.

Tanpa ragu aku mengklik rekaman suara yang dikirim, dan boom, betul. Rekaman itu berisi suara Alexa dan suaraku yang telah di beri efek.

"Gue emang lesbian, dan gue bisa dapet apapun yang gue mau, termasuk lo-“

Aku dan Ten saling bertukar pandang.

“Siapa?” tanyaku dan Ten menggeleng. Siapa yang merekam ini? Aku mengedarkan pandanganku ke sepenjuru perpustakaan dan menemukan seorang gadis yang mengintip di balik rak tak jauh dari tempatku berdiri. Pandangan kami bersibobrok sebelum akhirnya gadis itu terkesiap dan buru-buru kabur. Aku lantas mengejarnya, sama sekali tak mengindahkan teriakan Ten yang menanyakan aku mau kemana.

“HEI!” panggilku, diluar dugaan, gadis itu berhenti. Gadis itu berbalik dan disaat itulah aku yakin seribu persen, bahwa dialah yang sekilas kulihat keluar dari toilet setelah insiden pembullyanku terakhir kali. Aku berjalan mendekat sambil memperhatikan eksistensi dirinya.

Penampilannya cukup urakan, mengenakan kacamata tebal, rambut diikat poni asal, baju kaus merah berlambangkan grup musik rock Amerika dengan celama jeans  belel sebagai bawahan, tak lupa sepatu converse merah marun yang agak kotor.

“Kamu ‘kan, yang nyebar?” tanyaku memastikan. Kulihat dirinya mengangguk lemah. “Kenapa?”

Seulas senyum remeh terulaas di bibirnya yang pecah-pecah, seperti berada di tempat yang sangat dingin. “Rahasia.”

Aku jadi ikut tersenyum, hanya sebuah senyuman tipis.

“Setidaknya  manusia harus menyimpan satu rahasia dalam hidupnya ‘kan?” imbuhnya.

Oke, jadi gadis ini misterius?
“Siapa nama kamu?”

“Winter.” jawabnya, sementara aku tak bergeming melihatnya mulai mendekat kearahku dan berbisik,
“Agak mirip Aster ‘kan?”





TAMAT?

AutumnWhere stories live. Discover now