Bagian 1 - Pertemuanku dengan Aster

Start from the beginning
                                    

Tanganku lelah sekali rasanya, sama seperti perasaanku, aku tak bisa menikmati waktu senggangku barang sedikit akibat tugas - tugas sekolah, baik milikku maupun mereka. Aku masih setia memeluk portofolio Alexa dan dua buku paket sejarah sembari berjalan, niatku ingin meletakkan portofolio ini di meja Bu Herna--guru sejarah. Aku hanya ingin cepat pulang waktu itu.

Namun, sepertinya dewi fortuna sama sekali ogah berpihak padaku yang payah. Aku menabrak seseorang, bodohnya aku, buku-buku di tanganku praktis berjatuhan ke lantai dan aku bergegas memungutinya satu persatu.

"Aduh maaf ya?" ujar orang yang kutabrak seraya membantuku mengambil buku.

"I-iya." jawabku pelan kemudian mendongakkan kepalaku. Aku tercekat, bagaimana bisa manusia diciptakan dengan paras sesempurna ini. Dimulai dari netra kecokelatannya yang mengintimidasi, hidungnya yang nyaris serupa perosotan, alisnya yang tebal, juga rahang yang tegas, serta didorong dengan kulitnya yang tanpa cacat. Oh Tuhan, aku iri.

"Ehm- ini bukunya." perkataannya membuatku tersadar, ah andai aku tau bagaimana cara untuk berhenti terlihat memalukan barang sedetik.

"Iya makasih." Aku buru - buru mengambil buku paket sejarah itu dari tangannya.

"Anak IPS juga? Kok gapernah liat?" tanyanya.

"B-bukan, ini cuma lagi iseng aja ngebantuin temen ngerjain portofolio sejarah." Kulihat dia membulatkan mulutnya sambil berkata "oh".

"Gue Kai, 10 IPS 2. Lo?" Kai mengulurkan jabatan tangannya yang dengan kikuk kubalas.

"Aku Autumn, 10 IPA 1." Kulihat Kai tersenyum.

"Autumn? Nama lo unik."

Andai kalian tau betapa senangnya aku waktu itu. Aku pulang sembari bersenandung, menyanyikan lagu cinta picisan yang suka diputar di radio, iya, sebegitu lebaynya aku waktu pertama bertemu Kai. Aku memutuskan untuk pulang jalan kaki, sengaja supaya aku bisa lebih lama sampai kerumah, dan memikirkan Kai sepanjang perjalanan.

Tiba - tiba hujan turun begitu derasnya, tanpa pikir panjang aku lantas berteduh ke halte bis yang kebetulan sepi. Aku tersenyum menatap hujan, melihat orang - orang yang berlari menghindar, mendengar suara derunya yang menenangkan, begitu pas dengan perasaan hatiku yang sedang diatas awan. Aku tau aku aneh.

"Kamu kelihatan senang." Aku terlonjak kaget. Fokusku menangkap eksistensi seorang gadis tengah duduk disampingku. Kepalaku kutolehkan ke kanan dan kiri, memastikan kalau - kalau gadis tak dikenal ini berbicara pada orang lain.

"Aku lagi ngomong sama kamu." sarkasnya.

"E-eh?"

"Kamu Autumn 'kan?" tanyanya lagi yang kubalas hanya dengan anggukan.

"Kita satu sekolah." imbuhnya. Atensiku teralih pada seragamnya yang serupa denganku, kemudian memerhatikan penampilannya. Wajahnya cantik, namun memancarkan ekspresi yang dingin, bagian paling mencolok dari dirinya adalah rambutnya yang hitam dan panjang. Sangat indah.

"Kalo aku liat - liat, kita punya banyak kesamaan." ujarnya.

"Maksud kamu?"

"Kita sama - sama hidup di dunia yang kejam, aku ngerti gimana rasanya jadi kamu, karena aku juga ngerasain hal yang sama." bebernya. "Sekalipun kebahagiaan di depan mata, pasti ada aja penghalangnya."

AutumnWhere stories live. Discover now