BAB 2

627 36 0
                                    

Zeana nampak membawakan susu coklat kesukaannya bian. Perlahan gadis itu mengetuk berulang kali pintu kamar laki-laki yang sangat di cintanya itu dari dulu.

Tok tok tok

Tiga kali gadis itu mengetuk pintu dengan pelan, takut yang berada di dalam sana terganggu jika laki-laki itu sedang berada di alam mimpinya.

"Kak, kak bian."

Zeana nampak mengulang memanggil nama itu, hingga tak ada satupun sahutan yang keluar dari balik pintu.

Awalnya ia sedikit ragu-ragu untuk menyentuh gagang pintu, tapi mengingat susu coklat yang ia bawa, gadis itu memberanikan diri untuk membuka pintu.

Kosong

"Ternyata kak bian belum pulang," ujarnya sambil menghela napas pelan.

Ia masuk dan meletakkan nampan yang berisi segelas susu coklat hangat di dekat nakas samping tempat tidur bian.

Ia memperhatikan keseluruhan sudut-sudut kamar pria yang berumur 18 tahun itu.

"Kapan terakhir kalinya aku masuk kesini ya? Hmmm." Zeana nampak beepikir.

" Ahh, 4 tahun yang lalu. Lama juga rupanya." Zeana menjawab sendiri pertanyaannya tentu dengan raut kecewa di wajahnya yang tak mungkin untuk ia hilangkan.

Matanya menatap sebuah figura foto yang tak lain adalah foto bian yang sedang tersenyum hangat di sebuah ikon ternama negara Singapura, patung Merlion.

Zeana tau betul, kala itu bian baru masuk ke SMA Gautama, ia tunjuk sebagai salah satu perwakilan sekolah  untuk mengikuti olimpiade sains, cerdas memang, tak di pungkiri kalau bian ibarat makanan 4 sehat 5 sempurna.

Zeana mengambil figura itu, untuk melihat dengan lebih jelas, dan berpikir kapan bian akan menunjukkan senyum hangat seperti ini kepada dirinya, sekali saja itu sudah sangat cukup, walaupun itu juga tak sengaja.

" Lo ngapain ke kamar gue?"

Suara yang datang secara tiba-tiba itu yang terkesan datar dan dingin, membuat zeana refleks meletakkan kembali foto itu ketempatnya.

"Kak bian udah pulang?"

"Gue nanya, ngapain Lo ke kamar gue, siapa yang ngizinin Lo masuk ke sini?"

"Zea tadi cuma mau nganterin susu coklat kesukaan kakak doang, zea udah manggil tapi_"

"Tetap aja Lo nggak boleh masuk ke kamar gue! KELUAR! Dan satu lagi jangan sentuh apapun barang-barang gue."

Zeana nampak sedikit kecewa, Sudah sering seperti ini, udah jadi makanan sehari-hari juga, namun bukannya jadi kenyang, cuma nambah level sakit hatinya ke stadium 4.

" Iya kak, zea akan keluar. Tapi zea minta maaf, zea ngga bermaksud_"

"Udah keluar sana! bawa tu minuman sekalin, gue nggak suka kalo cewek manja kayak lo yang bikin, biarpun itu minuman kesukaan gue."

Lagi-lagi bian menyakiti hatinya, zeana juga heran kenapa ia masih bisa bertahan seperti ini dengan menghadapi sikap bian yang tambah lama tambah menyakitkan.

Kenapa?

Apakah ia sudah terlanjur buta akan cinta?
Sehingga ia tidak bisa membedakan mana saat ia  harus bertahan dan mana saat ia harus menyerah?

Tak ingin mendengar perkataan bian yang lebih kasar dan tajam lagi, zeana buru-buru mengambil nampan susu yang tadi ia taruh, dan keluar dari kamar bian secara buru-buru.

Setelah merasa sedikit memjauh, zeana mendengar bunyi pintu yang di banting cukup keras.

Tidak. Tidak salah lagi, bunyinya berasal dari kamar bian, ia yakin laki-laki itu pasti marah dan kesal padanya.

ANOTHER SIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang