01. Ini Kisahku

Mulai dari awal
                                    

"Murid baru kok udah pakai seragam? Seragamnya baru dibagiin kemarin, 'kan?" tanya Pak Ridwan curiga.

Aku mengusap rambut frustasi. Kenapa, sih, pakai acara introgasi segala? Ingat waktu, Pak! "Ini saya seragamnya beli sendiri," jawabku asal.

Aku menatap Pak Ridwan penuh harap. Dia tampak menimang-nimang sesuatu.

"Ya udah, cepat masuk, Mbak."

Aku tersenyum penuh kemenangan ketika gerbang kembali dibuka. Tanpa berlama-lama lagi, aku segera berlari menuju lapangan karena akan ada upacara pembukaan semester baru.

Aku berjalan mengendap di barisan belakang. Karena aku tidak tahu di mana barisan kelasku berada, akhirnya aku memilih berbaris secara asal di belakang seorang cewek gempal berambut sebahu. Di sebelah kiriku, berdiri seorang cowok berpostur tinggi yang menatap ke samping kiri.

Aku terus menoleh ke mana-mana untuk memastikan apakah di belakang ada guru yang mengawasi atau tidak. Takut apabila aku tertangkap basah tidak mengenakan atribut lengkap, terutama topi. Kulihat hanya ada sekelompok anggota PMR dengan rompi birunya yang berdiri di belakang. Aku pun menghela napas lega.

"Lo anak baru?"

Aku terlonjak kaget saat cowok di sampingku membuka suara. Aku menoleh patah-patah dan mendongak menatap cowok itu. "Iya, kenapa?" Aku balik bertanya.

Bukannya menjawab, cowok itu justru tertawa kecil. Hal itu membuatku mengernyitkan dahi. Apa ada yang lucu? "Kenapa?" tanyaku lagi.

"Nggak apa-apa," ucapnya mengulas senyum dan kembali menatap ke depan.

Aku menatap cowok itu dengan seksama. Jujur, untuk sesaat dia berhasil membuatku terpana karena wajah tampannya. Rahang tegas, tatapan yang tajam, dan jangan lupakan senyum tipis yang manis tadi.

Aku menepuk kedua pipiku. Sadar, Vanya, dia itu cowok nggak jelas!

Tak mau semakin tenggelam dalam pesona cowok itu, aku memutuskan untuk menatap lurus ke depan. Iseng, aku menilik badge kelas milik beberapa siswa di depanku. Karena cowok di sampingku tidak memakai badge kelas, aku jadi begini.

Aku langsung menepuk dahi begitu mengetahui bahwa aku tersesat di barisan kakak kelas, lebih tepatnya kelas 11. Pantas saja cowok tadi menertawakanku.

Bego banget, sih!

Aku terus menunduk sampai upacara selesai. Begitu barisan dibubarkan, aku segera menahan tangan cowok di sampingku agar tidak beranjak dari tempatnya seperti yang dilakukan siswa lain.

"Apa?"

"Mau tanya, Kak. Boleh?"

"Nggak."

Aku mencibir. "Kelas 10 IPS 1 di mana, ya?" Aku tetap bertanya.

"Kan gue bilang nggak boleh tanya."

"Kelas 10 IPS 1 di mana?"

Dia tertawa mendengkus. Kemudian, dia mengangkat tangan kanan ke atas, menunjuk sebuah kelas yang berada di lantai dua gedung B ini.

Aku manggut-manggut mengerti. Lumayan dekat juga ternyata, tapi cukup menguras tenaga untuk menaiki tangga. "Oke, makasih, Kak," ucapku sebelum beranjak menuju kelas baruku.

Greb!

Langkahku terhenti ketika pergelangan tanganku ditahan oleh seseorang. Menoleh, aku terkejut saat cowok tadi menatapku intens. "Apa lagi, sih, Kak?" tanyaku sebal.

SerendipityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang