B A T A S || 31

1.3K 195 5
                                    


     ALUNAN musik jazz mengiringi perjalanan Ave menuju rumah Aga. Atlas tidak banyak berbicara, membuat Ave terjebak dalam situasi canggung luar biasa. Ave memberanikan diri untuk melirik Atlas, namun tidak dapat membaca ekspresi cowok itu. "Kamu... Sudah tahu masalah ini dari kapan?" tanya Ave perlahan.

     "Dari pertama Aga bikin masalah. Tante Maura curhat ke mama berjam-jam," balas Atlas dengan gurauan.

     "Kok kamu nggak ngasih tahu aku?"

     "Aku kira kamu sudah tahu, kamu 'kan sahabat Aga." Ave merasa tersentil mendengar kata-kata Atlas. "Kupikir kantung mata kamu itu gara-gara mikirin dia."

     Spontan, Ave menatap Atlas tajam. "Aku sudah bilang ke kamu kalau aku sibuk nugas. Aku saja baru tahu hari ini."

     "Aku tahu, aku cuma bercanda, Ve. Nggak usah panik kayak gitu."

     "Tapi pasti kamu sempat mikir kayak gitu 'kan?" Ave memastikan.

     "Tentu saja. Tiba-tiba kamu ngilang beberapa hari, pesan dan teleponku nggak diangkat, mana mungkin aku nggak kepikiran?"

     Tiba-tiba perasaan bersalah menyerang diri Ave. Dia sudah sangat egois ke Atlas. Tidak ada alasan bagi Ave untuk menghindar dari Atlas. "Maaf, At," ujar Ave sungguh-sungguh.

     Atlas melirik Ave dari sudut matanya, melihat ekspresi bersalah Ave, dia tersenyum tipis. "It's okay. Tapi lain kali jangan ngilang, ya? Aku khawatir sama kamu, Ve."

     Mobil yang mereka naiki sampai di pekarangan rumah Aga. Sudah lama Ave tidak mengunjungi rumah ini. Rumah Aga masih sama seperti dulu saat Ave pertama kali berkunjung, megah dan modern.

     "Sana turun."

     "Kamu nggak turun?"

     "Yang Aga butuhin itu kamu, bukan aku."

     "Tapi kamu sepupu Aga, At. Kamu nggak mau seenggaknya ngecek kondisi dia, gitu?" tanya Ave memastikan.

     Atlas kembali tersenyum, senyum yang mampu membuat hati Ave dirundung rasa bersalah. "Kita nggak sedekat itu Ve. Menurutku dengan aku anter kamu kesini sudah sangat membantu Aga. Kehadiranku di sana nggak akan membuahkan apa-apa. Kamu telepon aku saja kalau sudah selesai, nanti aku jemput."

     "Kamu yakin At?"

     "Yakin. Sudah, sana, bilang ke Tante Maura kamu mau jenguk Aga. Pasti Tante Maura bakal senang sekali lihat kamu."

     Dengan ragu Ave mengangguk dan turun dari mobil Atlas, dia bergegas ke dalam rumah Aga. Seorang pelayan menyambut Ave dengan senyuman sopan, "Non Ave mencari Tuan Aga?" Rupanya pelayan ini masih mengingatnya, padahal Ave sudah lupa.

     "Iya, Aga dimana ya?"

     "Tuan Aga ada di kamarnya tapi..." Pelayan itu terdiam sejenak, tampak bingung menjelaskan ke Ave. Ave tersenyum mengerti, "Saya paham. Tante Maura ada?"

     Pelayan itu melempar senyuman segan. "Tuan besar dan nyonya sedang tidak ada di rumah. Mereka ada di kantor, non." 

     "Ah, gitu... Oke, saya ke atas dulu, ya."

     "Tapi non..." pelayan itu tampak cemas, "kalau memang Tuan Aga tidak mau diganggu, jangan dipaksa ya, non. Mohon dimengerti."

     Ave menarik napas panjang, dia mengangguk, "Saya mengerti. Saya nggak akan maksa Aga."

     Dengan hati-hati Ave menaiki anak tangga dan berjalan hingga berdiri tepat di depan pintu kamar Aga. Ave mengatur napasnya sebaik mungkin dan menata perasaannya yang kacau. Dia mengepalkan tangannya untuk mengetuk pintu.

BatasWhere stories live. Discover now