"Iya emang gitu biarin aja, iya biarin aja, emang gajelas, iya biarin aja gitu, iya emang gitu, iya biarin aja, udah orangnya emang gitu, biarin aja, iya emang gitu," -Jungkook

Selanjutnya Jimin dan Hoseok saling menatap kemudian saling tersenyum satu sama lain. :)

. . .

"Cukup-cukup sudah~" ujar Hana ketika memeluk lengan kekar Jimin, menyenderkan kepalanya pada pundak pribadi itu sambil bernyanyi pasrah.

Jimin terkekeh pelan sembari menggerakkan tangannya, mengusap pucuk kepala Hana penuh sayang, kemudian mengecup keningnya singkat. Sukses membuat para guru bahkan kakak-kakak yang jadi pengawas ujian kaged dan terkejoed.

"Eh--keknya kita salah jalan deh," gumam Hana, selaku dirinya yang menarik Jimin.

"Yaudah, putar balik" ujar Jimin kemudian merangkul Hana menjauh dari gerombolan guru-guru itu.

Keduanya saling tertawa, hingga mereka mendengar seruan dari belakang.

"JIMIN TUNGGUUU~"

Jimin dan Hana sontak menoleh ke belakang, melihat pria bertubuh kekar tengah berlari mengejarnya.

Siapa lagi kalau bukan Jeon Jungkook?

Segumpal daging hidup penuh otot dengan dua gigi maju itu merangkul Jimin, seolah tidak mau ketinggalan jejak panutannya. "Hehe, kalian mau makan ya habis ini?" Tanya Jungkook tiba-tiba.

"Iy--"

"Ngga, mau pulang" ujar Jimin memotong kata-kata Hana.

"Yahhh, padahal pengen ikut makan" manusia dengan rambut merah itu menampilkan wajah cemberut, tidak senang karena Hyung-nya yang satu ini tidak pergi ke cafe atau restoran setelah ini. "Ah, kok lu ga makan-makan gitu sih? Kan lu banyak duit, bor" rayu Jungkook.

"Taehyung makan tuh keknya, sana gih" usir Jimin.

Bukannya pergi, Jungkook malah menyodorkan telapak tangannya ke hadapan Jimin. Jimin sempat bingung, tapi setelah melihat ekspresi Jungkook, Jimin langsung sadar, dirinya tengah diperas oleh sahabat sendiri.

Dengan cepat Jimin menahan tangan Jungkook, kemudian memajukan bibirnya seolah ingin meludahi tangan pria itu.

"IHH JIJIIIKK!!" Seru Jungkook.

"Sana pergi,"

"Huh! Dasar jahat!" Jungkook berlari alay menuju Taehyung yang berdiri beberapa langkah di depan mereka, pribadi itu tengah asik berbicara dengan ponsel yang menempel di daun telinga.

"Kita ga makan?" Tanya Hana sambil menatap Jimin lugu.

"Ya makan dong, kan laper"

. . .

"Jimin, beberapa hari lagi kamu lulus kan?" Tanya Ibu Jimin sembari melihat kuku-kukunya yang mengkilap, lanjut menatap putra semata wayangnya.

"Hm, iya" sahut Jimin tanpa menatap sang Ibu, lebih memilih menatap beberapa lembar kertas dan satu persegi laptop di depannya.

"Jadi sebentar lagi kamu bakalan cerai sama Hana," ujar Ibu Jimin lagi dengan tujuan mengingatkan putranya, tetapi bagi Jimin, setiap kalimat yang dilontarkan Ibunya tentang dirinya dan Hana hanya mengakibatkan darah tingginya melunjak hingga atap. Bagaimana tidak? Setiap lima detik sekali Ibunya ini bersuara, mengoceh tentang apapun yang menurutnya benar.

Dan yang paling Jimin benci, Ibunya ini sering menceritakan kejelekan Hana dan membandingkannya dengan Somi. Jimin juga bingung, kenapa harus Hana sih? Kenapa tidak dari dulu saja dirinya dijodohkan dengan si Somi-Somi itu? Sekarang, ketika Jimin sudah cinta dengan Hana, malah mau dipisah.

AeonNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ