Part -7-

2.8K 130 0
                                    

"Bagaimana dengan pekerjaanmu, Regan, emm maksudku Tuan.." Ara menundukkan kepalanya, tangannya basah meremas tali seatbelt.

Regan hanya menoleh sesaat pada Ara, bagai angin lalu Regan terus menyetir dengan diam sambil sesekali menatap pada wanitanya yang duduk disampingnya, ya, wanitanya. Kesampaian sudah apa yang Regan impikan selama beberapa tahun ini, kembali melihat Ara, menatap mata itu, melihat senyumnya, dan ingin sekali Regan kembali mencumbu bibir manis itu walau hanya sebentar pun. Regan betapa sangat merindukannya.

"Tak usah khawatir. Pekerjaanku tak jadi prioritas ku, sekarang aku harus fokus padamu." Ara mengerjap sesaat, ia ingin sekali langsung memeluk tubuh kekar itu saat tadi Regan mengucapkan kata-kata yang lantas membuatnya banyak berharap.

"Jangan begitu tuan, aku jadi tidak enak sudah merepotkan mu. Untuk sakitku, paling besok aku sudah sembuh kok, ini hanya demam biasa. "

"Tidak ada demam biasa yang sampai di infus, Ara. Tak usah lagi membantah, I do not like it. Jadilah penurut, That's what I like." Ara hanya mengulum bibirnya, hatinya membuncah senang, entah mau dimana kemana perasaan senangnya ini. Ingin rasanya ia memeluk kembali Regan-nya. Selalu ingin.

"Reg--"

"Kita sampai. Ara, aku akan pergi sebentar ke supermarket depan. Pergilah duluan kekamar dan tunggu aku disana." Ara mengangguk paham.

"Oh iya, istirahat dikamar ku. Kamarmu sudah aku buat jadi gudang. And, i am sorry, babe." Regan mengedipkan sebelah matanya, sesaat pun Ara tertegun menatap mata itu yang memberinya lagi banyak harapan.

"Re-Regan..."

"Yes, babe."

"Ini.. ini benar kau, ini sungguh kau. Regan, aku tidak bermimpi kan."

"Menurutmu?"

Ara menutup kilat mulutnya, ia memundurkan tubuhnya kebelakang, Ara menganga tak percaya dengan kejutan yang tiba-tiba ini.

"Aku mengingatmu. Ingatanku kembali, sebenarnya aku bisa mengingat lain-lain hari yang lalu, aku tau siapa kamu, aku tau gadis kecil yang kau genggam, aku tau siapa dua bidadari yang masuk kedalam istanaku. Aku ingat kalian, aku bahkan tak pandai berbohong ..." Regan menatap mata Ara.

"Yang aku katakan benar. Ya, memang beberapa hari yang lalu, atau beberapa minggu yang lalu, atau beberapa bulan yang lalu, dan bahkan beberapa tahun yang lalu. Aku bisa mengingatmu dengan jelas, aku bisa mengingat jelas, betapa brengsek nya aku yang dulu malah meninggalkan mu. Diatas kesedihanmu, kau malu, kau membenciku. Dan aku terima, watakmu tak jauh dari orang kota kan. Mereka tak ingin aku kembali kesana, sebelum aku kembali bersamamu." Ara menyentak ingusnya, ia mengusap kasar airmatanya.

"Kau bisa menampar aku sekarang. Puaskan tanganmu untuk memukulku, puaskan bibirmu untuk mencaci-maki ku, puaskan dirimu untuk membenciku. Ara, ayolah, aku tak akan ma---"

"Stop it, kau itu bodoh Regan. Bagaimana aku bisa membencimu, kalau saja bisa, sudah kulakukan sedari dulu. Hiks, ohh.. aku sangat merindukanmu, hiks!" Regan tersenyum, tangannya juga memeluk erat tubuh Ara. Wanita itu menatapnya dalam, dan penuh cinta. Regan menangis, ia merasa pecundang sebagai laki-laki yang malah dicintai sangat oleh wanita. Seharusnya, seharusnya Regan yang mencintai Ara, bukan sebaliknya.

"Mau ke supermarket bersama?" Ara tertawa pelan, ia mengernyit menatap Regan heran. Apa Regan kembali lagi sakit, dan tak ingat padanya.

"Jangan risau. Aku sudah sembuh, aku bahkan bisa menato wajahmu di telapak tanganku kalau kau takut aku akan kembali melupakanmu, sayang."

"Tidak Regan, jangan lakukan hal yang bodoh. Cukup, aku percaya padamu. Tapi, kau harus menjelaskannya padaku."

"Aku akan menjelaskan semuanya. Dari aku meninggalkanmu, sampai kita bertemu dan aku kembali mengingatmu. Dan kau kembali bersamaku." Regan tersenyum tipis. Kedua tangannya pun kembali memegang setir dan menjalankan mobilnya kedepan, menuju supermarket.

"Setelah kita berbelanja semua kebutuhanmu dan Hana. Okey, sayang."

"Yeah. Aku menurut padamu, Tuan Regan yang terhormat."

Regan tersenyum. Ia menatap Ara yang memalingkan wajahnya keluar jendela, Regan menyelipkan secara tiba-tiba cincin dijari manis tangan kiri Ara. Membuat wanita itu tersentak kaget, lantas menatap cincin dengan butir berlian putih  yang terselip dijari manisnya.

"Untuk sementara. Yang asli, saat pernikahan kita minggu depan."

"Regan.."

"Aku tau aku boros. Tapi tenanglah, uangku takkan habis sampai Hana melahirkan anaknya, dan anaknya Hana melahirkan anaknya, dan seterusnya keturunanku. Uang pun tak bisa aku bawa kealam akhirat, benar sayang."

Ara berdehem canggung. Ia hanya menganggutkan kepalanya dan kembali memalingkan wajahnya. Padahal ia bukan ingin mengatai Regan boros hanya untuk sekedar cincin berlian, tapi ia ingin  mengatakan sesuatu. Sesuatu tentang isi hatinya.

Tapi biarlah. Biarkan waktu yang menentukan kapan ungkapan cinta akan kembali ia dan Regan rajut sampai terbentuk.

"Sifatmu tak berubah, Regan. Sama sekali tak peka,"

"Ara?"

"Hm."

"Ada yang ingin aku sampaikan, kau mendengarkan aku kan."

"Iya aku mendengarmu." ucap Ara memasang baik-baik telinganya.

"I love you.."















《Don't COPY PASTE》
-+×÷<>

📚Salam Rindu Dari Author📚

FOREVER MY WIFE (END)Where stories live. Discover now