14. Perjalanan Bermakna

50 10 3
                                    

Jogja kala itu panas sekali cuacanya. Banyak orang yang mengeluh akan kehadiran matahari pada siang itu. Manusia memang aneh, ketika diberi panas, mengeluh ingin minta hujan. Namun, ketika turun hujan, mereka mengeluh lagi karena aktivitas keseharian mereka jadi tergganggu. Lalu maunya apa?

Cakra sembari menunggu Aruni di Raisin resto, ia memperhatikan jendela yang menampakkan wajah kota istimewa itu. Pikirannya melayang pada hari dimana ia menaruh sepucuk surat pada kotak surat di tempat rahasianya dulu.

Dia baca nggak ya?

Namun tidak semakin hanyut dalam pikirannya sendiri, Cakra justru kembali pada kesadaran untuk menunggu gadis itu datang. Gadis yang ia pikir mirip dengan dia. Ia mencoba mengalihkan pandangannya menjadi tertuju pada ponselnya lalu membuka room chat untuk membalas pesan dari teman-temannya yang kadang ia anggurin tanpa dibaca. Tidak lama kemudian, pintu restoran terbuka dan diikuti perempuan yang memakai kemeja flanel serta celana jeans berjalan mencarinya.

Laki-laki itu mengangkat tangan untuk mengisyaratkan keberadaannya. Aruni pun melihatnya tersenyum dan segera menghampiri Cakra.

"Udah lama ya nunggunya?" Aruni bertanya pada laki-laki itu kemudian duduk di depannya.

"Enggak, baru sepuluh menitan kok." Jawab Cakra.

"Itu lumayan lama sih. Tapi nggak apa-apa kan?"

Cakra tertawa pelan, "Nggak apa-apa Aruni."

Aruni mengulum senyumnya, "Kamu udah pesen makan?"

"Belum, nunggu kamu. Biar bareng."

Aruni terkekeh, "Ya ampun, Cakra."

Ia pun membuka buku menunya dan memilih makanan dan minuman apa yang akan dipesan. Setelah itu Cakra pun memesan sesuatu yang berbeda dengan Aruni.

Pelayan datang, ia menulis pesanan kedua orang itu, lantas pergi ke dapur untuk menyiapkannya.

"Tadi aku habis dari perpus, bahas penelitian sama kelompokku." Tiba-tiba saja Aruni bercerita tentang kegiatannya tadi. Entah kenapa ia hanya ingin menceritakannya saja.

"Oh ya? Terus gimana? Kamu kapan emang penelitiannya?" Tanya Cakra yang terkesan antusias dengan cerita Aruni.

"Habis UAS, Cak. Mau tau nggak aku bakal penelitian dimana?" Aruni melipat kedua tangannya di atas meja dan mendekatkan memajukkan dirinya agar lebih dekat dengan meja.

"Dimana?"

"Natuna. Jauh banget, 'kan? Kayak yang waktu itu aku bilang."

Ada riak kekagetan di wajah Cakra ketika mendengar Aruni akan pergi ke wilayah yang berada dekat dengan rumah keluarganya. Mengapa harus kebetulan seperti ini?

"Woah! Ini kebetulan lagi apa gimana?" Jawab Cakra seraya menggelengkan kepalanya heran.

Aruni mengernyitkan dahi, "Kebetulan?"

Cakra hanya tertawa saja. Ia belum ingin memberikan informasi tentang tempat asalnya kepada Aruni. Nanti lama-lama juga dia akan tahu.

"Oh, enggak. Natuna emang tempatnya indah sih." Katanya mengalihkan pertanyaan Aruni.

Mata Aruni berbinar, "Berarti kamu pernah ke sana, Cak?"

"Pernah. Dulu." Ekspresi Cakra terlihat murung, Aruni tidak tahu apa yang menyebabkan laki-laki itu mengubah ekspresinya demikian ketika Aruni membahas tentang Natuna. Ada apa dengan pulau itu? Serta apa hubungannya dengan Cakra?

Aruni sebenarnya ingin bertanya lebih lanjut. Namun, sebaiknya ia urungkan. Semua orang butuh privasi, termasuk Cakra juga. Ia pun masih hanya orang luar yang tidak terlalu dekat dengan Cakra. Meskipun Aruni tahu pasti ada cerita yang sengaja disembunyikan.

At The End Of The DayWhere stories live. Discover now