"Dongeng benang merah?" tanyanya. Tanpa menungguku menjawab, dia mengangguk, "Aku tahu ceritanya, kok. Kenapa?"
Arlan Pratama tahu ceritanya, jadi kupikir semuanya akan lebih mudah untuk dijelaskan. Namun aku kembali teringat dengan pernyataannya, bahwa dia tidak mempercayai takdir. Arlan Pratama tipe yang realitis, sebenarnya aku pun begitu jika seandainya aku tidak bisa melihat benang merah itu. Namun kenyataannya aku melihatnya, dan sulit bagiku untuk menjelaskan hal seperti ini kepadanya.
"Menurutmu ..., bagaimana?" tanyaku setelah menjeda selama beberapa saat.
Keraguan kembali mengerubungiku. Aku belum pernah menceritakan tentang ini kepada siapapun, bahkan Papa atau Mama. Daripada takut mereka tidak mempercayaiku, aku lebih takut dengan hubungan mereka.
Saat ini hubungan mereka lebih membaik, barangkali tiba-tiba Papa punya nyali untuk mengajak Mama rujuk sungguhan--karena Papa selalu curhat denganku. Mama tidak menunjukkan ketertarikan seterang-terangan Papa, tapi aku yakin Mama juga masih berharap dengan Papa.
Dan melihat hubungan keduanya, aku punya keraguan dan kecurigaan yang semakin dalam terhadap benang merah. Apa aku hanya berilusi? Apakah benang merah punya arti yang lain daripada yang kutahu?
"Pendapatku tentang cerita itu?" tanya Arlan Pratama yang langsung kujawab dengan anggukan. "Hmm ... Benang merah takdir yang tak kasat mata ada di jari kelingking, menghubungkan seseorang dengan pasangan sejatinya. Akan tetap saling terhubung, jauh atau dekat. Atau bahkan terpisah ruang dan waktu. Bisa kusut, tapi tidak akan pernah putus. Iya kan?"
Aku hanya diam karena takjub. Arlan Pratama benar-benar tahu tentang cerita itu. Arlan Pratama memang pernah bilang bahwa dia tahu banyak cerita anak--baru-baru ini aku tahu bahwa dia sering mendongengkan cerita itu kepada Aesl dulu--sepertinya benang merah adalah salah satu cerita yang dimaksudnya.
"Itu adalah salah satu cerita yang tidak pernah aku tahu amanatnya," ucap Arlan Pratama. "Setiap dongeng yang kubaca pasti setidaknya punya pesan moral, tapi untuk cerita ini, aku tidak menemukannya."
Tentu saja, untuk seseorang yang tidak percaya dengan takdir tidak akan menemukannya. Memangnya, jawaban apa yang bisa kuharapkan?
"Berarti maksudmu, kamu tidak percaya?" tanyaku yang sebenarnya harus menyembunyikan perasaan kecewaku yang mulai naik.
"Bukannya aku tidak percaya. Ada beberapa hal yang ada dan tidak bisa kita lihat, tapi kita bisa merasakannya, kan? " tanyanya balik.
... apakah yang Arlan Pratama maksud dengan merasakan itu ... dia merasakan sesuatu--
"Contohnya angin!" ucap Arlan Pratama yang membuatku langsung menyalahkan diri sendiri dalam hati karena sudah membuat ekspektasi yang konyol. "Ada, tidak terlihat, bisa dirasakan dan bukan berarti tidak ada."
Padahal pertanyaanku saat ini hanya satu: Apakah dia percaya atau tidak.
"Mengapa tiba-tiba mempertanyakan dongeng benang merah?" tanyanya.
Aku meremas tanganku sendiri diam-diam, "Aku ... hanya ingin mendengar pendapatmu, karena kita sering berbeda pendapat. Aku senang mendengar pendapat orang lain."
"Aku juga senang mendengar pendapatmu, hehe." Arlan Pratama tertawa kecil. "Kalau menurutmu, bagaimana?"
Kulirik kelingkingku yang jelas terlihat benar-benar diikat oleh benang merah, "Aku percaya, tentu saja."
Apalagi aku benar-benar melihatnya saat ini, tambahku dalam hati.
"Hanya saja, itu membuatku berpikir. Jika memang ada dan kita tidak bisa melihatnya, untuk apa sebenarnya eksistensi benang merah?"
BINABASA MO ANG
LFS 2 - Red String [END]
Fantasy[Little Fantasy Secret 2] Alenna mungkin terlihat seperti anak SMP kebanyakan, kecuali satu hal yang membuatnya istimewa; Alenna bisa melihat benang merah takdir. Namun Alenna tidak menganggapnya sebagai anugerah yang berarti. Mendapat peringkat per...
The End of The Thread - "The Farewell"
Magsimula sa umpisa
![LFS 2 - Red String [END]](https://img.wattpad.com/cover/167548547-64-k308475.jpg)