Conversation is something awkward, you knew it well, too.
***
Aku menemukan Arlan Pratama, berdiri di depan papan mading.
Ini kebetulan yang luar biasa, karena saat ini masih jam pelajaran dan kami bisa bertemu di koridor.
Saat ini kelas 7-1--kelasku--masih memasuki jam bahasa inggris yang mewajibkan kami sekelas untuk berbicara dengan bahasa inggris di dalam kelas.
Hal ini membuat semua teman sekelasku menjadi pendiam, terlebih lagi ada aturan yang mengharuskan seseorang untuk bernyanyi lagu barat, apabila mereka tertangkap basah menggunakan bahasa lain selain bahasa inggris.
Itu juga menjadi salah satu alasanku keluar dari kelas saat ini, aku merasa butuh oksigen.
Dan bertemu dengan lelaki itu, entah mengapa membuatku merasa lebih sesak daripada sebelumnya.
Dia juga keluar dari kelas saat jam pelajaran. Kukira dia tipe yang akan terus duduk di kelas sampai jam pelajaran berakhir.
Aku merutuki diriku sendiri karena tidak sengaja berhenti melangkah, padahal lorong yang harus kulewati masih sangat panjang untuk bisa menjangkau toilet wanita.
Kurasa, aku juga akan menoleh jika mendapati seseorang berhenti berjalan di koridor kosong. Dan itulah yang dilakukan oleh Arlan Pratama saat ini.
Kami bersitatap selama beberapa saat, sebelum aku memilih keputusan cepat yang cukup konyol.
Aku memilih berputar balik ke kelas. Tanpa masuk ke toilet.
Padahal, satu-satunya alasanku keluar dari kelas adalah agar telingaku bisa bebas sejenak dari ocehan Mrs.Verent. Aku tidak perlu takut ketinggalan 'dongeng' beliau, karena beberapa mingu sebelumnya, aku sudah selesai menerjemahkan dan memahami cerita yang didiktenya saat ini.
Aku tidak merasa bahwa dia mengenalku, tapi aku bersumpah bahwa keadaan barusan berhasil menyeretku dalam situasi yang sangat canggung.
Dengan perasaan gugup, aku kembali masuk ke kelas dan duduk di tempatku.
"Wow, Alenna, you go to toilet so fast," oceh Rania yang membuatku mengerutkan kening.
Aku ingin mengatakan kepadanya bahwa bahasanya agak kacau, tetapi nanti sajalah, saat pelajaran sudah berakhir. Aku takut malah salah bicara.
Oh ya, dan bicara soal kebetulan lain yang tak kalah luar biasa. Di hari pertama semester genap kemarin, wali kelas kami kembali mengacak tempat duduk kami. Rania saat ini duduk di sebelah kananku.
"I see book and see you after write book!" ucapnya.
Astaga, bicara apa Rania ini?
"What?" tanyaku kebingungan.
Rania mengerutkan kening, "I see your book after done! Can I see?"
Aku melirik Mrs.Verent yang masih asyik mendongengkan cerita Pangeran Kodok dalam versi bahasa inggris dengan seru.
"Okay, we talk again after," putus Rania yang pada akhirnya sedikit kumengerti.
Baru saja hendak mengangguk, suara bel berbunyi. Semua menghela napas lega, termasuk aku dan Rania.
"Kamu bicara apa?" tanyaku.
"Aku bilang, tadi aku lihat bukumu sudah diterjemahkan sampai selesai. Boleh aku pinjam nggak, nanti?"
Aku menganggukan kepalaku mengerti, "Oh, boleh."
Rania langsung menyambar bukuku, "Oke, kalau begitu aku pinjam sekarang saja. Besok aku balikin."
YOU ARE READING
LFS 2 - Red String [END]
Fantasy[Little Fantasy Secret 2] Alenna mungkin terlihat seperti anak SMP kebanyakan, kecuali satu hal yang membuatnya istimewa; Alenna bisa melihat benang merah takdir. Namun Alenna tidak menganggapnya sebagai anugerah yang berarti. Mendapat peringkat per...
![LFS 2 - Red String [END]](https://img.wattpad.com/cover/167548547-64-k308475.jpg)