The Thirty Fourth Thread - "Future is Something Aimless"

Start from the beginning
                                        

Tipikal orang yang sangat aktif dan disenangi semua orang. Kurasa aku harus terkesan karena Gracia masih bisa mengingat namaku. 

"Ngomong-ngomong, Alenna, aku lihat kalian di festival ..." Suara Gracia tiba-tiba merendah ketika aku sedang berpikir, "Kamu kenal Tyara, kan?"

.

.

.

"Mikirin apa, sih?" Arlan Pratama berceletuk ketika aku sedang menata bunga di pot. 

"Enggak," balasku sembari memindahkan pot bunga itu dekat jendela. 

"Yang jelas bukan mikirin kamu," ucap Kak Aetherd sembari menatap Arlan Pratama dengan datar. 

"Memangnya kakak bisa membaca pikiran?" tanya Arlan Pratama. 

Aku berdeham, "Memang bukan, kok." 

Kak Aetherd tertawa, sementara Arlan Pratama  menatapku dengan tatapan seolah habis terkhianati, "Kamu kok gitu?"

"Memang bukan mikirin kamu, kok," balasku datar. 

Arlan Pratama makin cemberut setelah aku mengatakan begitu, sementara Kak Aetherd tertawa terlalu puas, sampai-sampai dia terbatuk beberapa kali. Arlan Pratama tampaknya ingin mengungkapkan banyak hal terkait kakaknya yang menertawakannya, tapi pada akhirnya yang dilakukannya adalah menepuk punggungnya dengan wajah yang masih saja cemberut. 

Interaksiku dengan Kak Aetherd semakin membaik, hal ini dikarenakan sifatnya yang tenang dan menyenangkan. Oh, dan tentu saja sifatnya yang dewasa. Andai saja Kak Aetherd bisa berbagi sifatnya sedikit saja ke Arlan Pratama, dia pasti akan lebih baik. 

Aku baru mendengar kabar tentang Tyara. Gracia mengatakan bahwa Tyara jatuh dari balkon kamarnya sepuluh hari yang lalu. Katanya dia baru siuman empat hari yang lalu. Aku baru tahu hari ini, padahal aku sering menghabiskan waktu di rumah sakit yang sama. 

Gracia memintaku untuk bertemu dengan Tyara malam nanti, akan tetapi Gracia tidak tahu bahwa kami berdua tidak sedekat pemikirannya. Mungkin ketika festival, kami berdua memang duduk bersama seperti teman dekat, tetapi sebenarnya kami tidak seperti itu. Aku jadi ragu apakah harus bertemu dengan Tyara atau tidak. Kira-kira bagaimana reaksinya? 

"Dilarang melamun!" Arlan Pratama mengibaskan tangannya di depanku.

Yang kulihat masih seperti sama seperti biasa, gerakan benangnya yang mengikuti gerakan tangannya yang bergerak agresif. 

"Lagi libur panjang, Alenna tidak liburan?" tanya Kak Aetherd.

Kugelengkan kepala, "Tidak, Kak." 

Kami membicarakan banyak hal. Arlan Pratama juga ikut, tentu saja. Bahkan ketika Ayah dan Ibu mereka datang bersama dengan Aesl, entah mengapa aku tetap di sana. Setelah merasakan kecanggungan yang luar biasa, barulah aku meminta izin untuk kembali ketika sudah sore. 

Arlan Pratama ingin mengantar, tetapi aku memberikan alibi bahwa aku akan bertemu sebentar dengan Papa. Satu-satunya hal yang kupikirkan selama berjalan ke ruangan Papa hanyalah; apakah wajar aku berada di sana? Tentu saja tidak. 

Papa mengajakku makan malam bersama, tetapi karena masih harus menyelesaikan sedikit tugasnya, Papa kembali membawaku ke rumah sakit. Satu-satunya hal yang kuingat adalah, Gracia memintaku untuk menunggu di taman sebentar, dia akan membawa Tyara. 

Saat menunggu, kusadari bahwa Kak Aetherd juga ada di taman. Hal itu membuatku secara inisiatif bersembunyi, sebab sebelumnya aku telah meminta izin untuk pulang. Akan aneh sekali jika Kak Aetherd melihatku masih berkeliaran di rumah sakit. 

LFS 2 - Red String [END]Where stories live. Discover now