Erik Secret

12.3K 982 26
                                    

Hampir tiga hari terbaring akhirnya Lalita terbangun. Rasa sakit di tubuhnya sudah jauh berkurang namun masih lemas tak bertenaga. Pagi yang cerah dan di tempat yang sama setiap ia terbangun. Tanpa aroma hujan dan embun yang selalu ia rindukan. Lalita merindukan Sean. Rasa sakit yang menghujamnya sebenarnya adalah rasa sakit Sean. Rasa khawatir dan bersalah mulai menghantui mengingat dirinya tidak berada di sisi Sean.

Lalita beranjak dari tempat tidur untuk membersihkan diri. Hari ini ia makai dress selutut berwarna hijau dengan sedikit renda. Lalita duduk di depan cermin sambil menata surai pirang pudarnya yang sedikit bergelombang di ujung. Lalita bertanya-tanya kenapa ia tidak melihat Helen. Apakah Helen marah padanya? Lalita tidak tau. Iris kelamnya meredup menatap nanar cermin yang memantulkan bayangan dirinya.

"Nonaku cantik sekali."

Seketika Lalita menoleh dan mendapati Helen dengan penyamarannya sebagai Alin yang tersenyum ramah padanya.

"Helen." Lalita beranjak dari tempat duduknya lantas memeluk Helen dengan erat.

"Maafkan aku, aku tidak bermaksud melukaimu."

"Kau ini bicara apa? Kenapa aku harus marah?" Helen balas memeluk Lalita dengan sejuta tanya.

"Erik."

Helen langsung mengerti. Lalita merasa bersalah karena Erik mengungkapkan perasaan padanya. Helen malah balas tersenyum lalu memeluk Lalita lebih erat.

"Bukan salahmu, cinta memang seenaknya datang dan bertahta. Tapi aku tau, hatimu sudah lama memilih. Sedangkan setiap kali kau menatap Erik hanya kebencian yang selalu kau tunjukkan. Aku tau kau hanya mencintai Sean, matemu." ucap Helen penuh ketulusan.

"Apa kau sudah sarapan?" tanya Helen setelah melepaskan pelukannya.

"Belum."

"Kalau begitu mari kita sarapan bersama." Helen menjentikkan jarinya lalu muncul berbagai hidangan di atas meja yang berada di kamar Lalita.

"Teleportasi?" tebak Lalita sedangkan Helen sudah duduk lebih dahulu di hadapan sup bening yang tampak lezat.

"Benar, aku malas jika harus berjalan di antara pelayan Erik yang hobi jelalatan."

"Pantas aku tidak menyadari keberadaanmu di sini." sahut Lalita sambil duduk lalu mengambil sepotong daging panggang.

"Sayang sekali aku tidak bisa melakukan teleportasi."

"Itu karena kau jarang belajar." ledek Helen yang dengan santainya memakan supnya meski mendapat lirikan sebal dari sahabatnya. "Lagi pula teleportasi membutuhkan banyak energi sihir jika menuju tempat yang jauh."

Lalita meletakkan sendok dan garpunya. Selera makannya hilang entah kemana. Daging panggang yang rasanya gurih dan nikmat kini terasa hambar di lidahnya. Helen yang menyadari perubahan ekspresi Lalita ikut menaruh sendoknya sambil mengamati sahabatnya yang terlihat agak sendu.

"Ada apa?" tanya Helen usai terdiam cukup lama.

"Aku merindukan rumah." jawab Lalita lirih nyaris menyerupai bisikan. "Jika bukan karena sihir di sekeliling tempat ini mungkin kau bisa mengirimkamku pulang sejak lama."

"Jangan khawatir, pasti ada jalan." ucap Helen menenangkan.

Melihat ekspresi Lalita yang tak kunjung berubah membuat Helen mendapatkan sebuah ide brilian. Segurat senyum tercetak manis di bibirnya yang tak tertutup topeng.

"Bagaimana kalau kita berkeliling istana Vampire Empire. Erik tidak akan marah karena dia telah memberimu izin berkeliling selama tidak kuar dari area istana."

My Mate is White WolfOnde as histórias ganham vida. Descobre agora