1. TANPA KESAN

16 1 0
                                    

Kereta pagi itu terlalu padat, semua bangku terisi. Tas, koper dan kardus berdesakan di atas sana. Kaki yang saling menjaga jarak, udara yang terasa sesak membuat Nala hanya bisa berkeliling dengan matanya. Mengamati sekitar sambil sesekali melihat notifikasi. Tak ada yang cukup berarti, sampai akhirnya suara itu terdengar.

"Permisi Pak, saya 7B". Seorang pemuda tepat di deretan bangku sebelahnya meminta kursi yang tanpa sengaja orang lain duduki.

"oh iya, silahkan"

"turun mana pak?" Tanya sang pemuda tadi menimpali

"Semarang mas, Kuliah disini?

"Iya pak."

"Semester berapa?"

"sudah masuk semester akhir pak"

Tak sengaja Nala mendengar percakapan mereka.

Tepat di depan Nala ada sepasang suami istri dan satu putri kecil mereka. Tampak harmois dan bahagia. Definisi sempurna dari cinta. Kelihatannya seperti itu.

Sementara Nala masih dengan kesendiriannya. Menikmati perjalanan tanpa kata. Hanya sesekali menjawab pertanyaan yang dilontarkan padanya. Selebihnya, buku masih menjadi teman perjalanan terbaik Nala.

Suara bising mulai terdengar, orang-orang saling bercengkrama. Memulai sebuah cerita, berbagi keluh kesah atau hanya sekedar menyapa. Ya, hal ini banyak dilakukan oleh penumpang usia 40 tahun keatas yang tak terlalu tertarik dengan gadget.

Di pemberhentian pertama, keluarga (bahagia) tadi turun, bangku di depan Nala menjadi kosong. Pemuda tadi pindah di bangku itu dengan harapan Bapak di sampingnya bisa lebih leluasa.

"permisi mba" katanya

"silahkan" timpal Nala

Apa bayanganmu selanjutnya?

Terjadi obrolan ringan, saling berkenalan dan bertukar nomor?.

Ah, itu bayangan indahmu.

Kenyataannya mereka tak lebih dari dua orang asing yang tanpa sengaja duduk berhadapan dengan perjalanan menuju ke tempat yang sama. Pemuda itu asik dengan perangkat gawainya, sementara Nala masih setia dengan buku yang sudah lama tak kunjung dia selesaikan.

Begitulah Nala, dia tak pernah percaya pada indahnya kesan pertama pada sebuah perjumpaan. Cerita pertemuan pertama yang berkesan belum pernah ia rasakan. Mungkin itu sebabnya ia tak pernah percaya dengan cerita klasik ala F-TV itu. Setiap bertemu orang baru, dia selalu bersikap biasa dan sewajarnya.

Kereta berjalan begitu lambat. Bosan dengan buku mulai Nala rasakan. Melempar pandangan keluar jendela menjadi pilihannya. Pikiran yang berlalu lalang tentang revisi skripsi yang tak kunjung selesai begitu mendominasi. Pikirannya tak mau diajak kompromi hingga tidur menjadi pilihan Nala untuk sejenak melupakan semuanya.

Kepalanya bersender di jendela, matanya mulai terpejam. Suara bising kereta seolah menjadi lagu nina boboknya.

Beberapa waktu berlalu, tujuan akhir telah sampai tapi Nala tak juga bangun.

"mba, mba, sudah sampai" seru pemuda tadi.

"hah, sampai mana?

"Sudah sampai Semarang mba"

"oh iya, makasih mas"

Dan benar saja, perjumpaan awal mereka tak lebih dari itu. Pemuda tadi berjalan keluar gerbong sementara Nala masih sibuk memasukkan buku yang sedari tadi dia pegang. Dengan segera Nala berkemas dan keluar gerbong.

"nunggu jemputan mba?"

Nala terkaget dengan suara itu. Dia menoleh dan kemudian...

...

Nala n BDonde viven las historias. Descúbrelo ahora