📒 25 ✏ Hidup Baru ✏

11.5K 1.2K 231
                                    

Sebab, sebenarnya bukan pada orang yang marah-marah, namun pada orang yang diam. Orang marah dapat diukur hatinya, orang diam tak mudah ditakar akalnya_______________________

🍄🍄

SUNYI itulah yang kini sedang menaungi mobil SUV warna putih itu ketika menapakkan kaki kokohnya untuk menyapa aspal jalanan. Roda yang menggilas perlahan membuat empu yang melajukan dan wanita yang bersamanya hanya terpekur dalam bisu.

Pasangan yang telah halal melakukan apapun juga namun masih bungkam dalam keheningan. Bukan tanpa sebab, alasan pernikahan menjadikan perubahan drastis untuk Hafizh begitu juga dengan Fatia.

Rasa tak percaya dan terhina tentu saja masih melekat dan di rasakan Hafizh. Bahkan hingga semalam saat Ibnu mengakui dan meminta maaf langsung kepadanya tidak juga membuat hatinya kembali utuh. Demikian halnya dengan Fatia, rasa bersalah dan merasa terasing di samping suami mau tidak mau menjadi menu utama kesehariannya kini.

Hafizh yang hangat dulu tidak lagi dia dapati sekarang.

Mukanya selalu terpasang serius dan sedikit sekali senyuman. Ini lebih dari yang pernah Fatia lihat dengan muka datar kakak iparnya. Mas Hanif, sedari awal Fatia mengenalnya memang telah serius dan lebih banyak diam. Tidak menjadi masalah untuk Fatia, Mas Hanif masih menyapanya sesuai dengan kapasitas sebagai putra dari bosnya namun kali ini diamnya Hafizh justru membuatnya tersiksa.

Berada dalam kamar yang sama, berbagi ranjang yang sama namun tidur dengan saling memunggungi. Ini benar-benar bukan pernikahan impian Fatia.

Dalam angannya dulu dia selalu berharap bahwa bisa mendarma baktikan seluruh hidupnya untuk suaminya tercinta. Tapi bagaimana caranya jika sang suami tidak menginginkan bahkan sekedar untuk menatapnya dalam-dalam.

Hafizh memilih menghindari Fatia. Dia hanya membicarakan sesuatu yang dianggapnya penting untuk dibicarakan. Selebihnya, lelaki itu hanya memilih untuk diam dan fokus dengan apa yang ada di hadapannya.

Tiga malam telah bersama di dalam kamar yang sama namun belum merubah Hafizh untuk bisa membuatnya berarti meskipun tidak sepenuhnya Hafizh mengabaikannya. Selama tiga hari ini Hafizh masih tetap memperhatikan kebutuhannya. Membelikan pakaian yang sama sekali tidak ada sepotongpun di rumah Bunda Qiyya dan mengajaknya serta saat Hafizh harus keluar mengerjakan pekerjaannya di butik. Meski akan tercipta kebisuan, namun Fatia hanya menurut saat Hafizh mengajaknya.

Tidak ada prosesi memperkenalkannya kepada teman-teman Hafizh tentang siapa dirinya. Hafizh hanya membicarakan pekerjaan selebihnya seluruh temannya justru menganggap Fatia sekretarisnya. Ya memang Fatia sekretaris Hafizh. Tapi sekarang diapun juga seorang istri dari lelaki tegap yang ada di sampingnya kini.

"Fizh, enak ya kemana-mana bawa sekretaris. Boleh dong kenalin_____" kata salah satu temannya Hafizh yang bisa di dengar Fatia. Selebihnya dia berbisik ke telinga Hafizh, "__dimana rumahnya, aku butuh seorang istri. Sepertinya sekretarismu sangat sesuai dengan kriteriaku dan keluarga besarku."

Seketika Hafizh langsung terbelalak mendengar ucapan teman yang kini jadi rekan kerjanya.

"Hmmm, Fatia ini memang sekretarisku. Tapi dia juga istriku jadi jangan harap kalian bisa mendekatinya." kata Hafizh dengan sangat dinginnya tapi masih cukup bersahabat dengan lelaki yang ada di depannya.

"Jiah, ini anak mengapa gesture tubuhnya nggak seperti suami istri sih?"

Bukannya menjawab Hafizh justru memilih pamit untuk berpisah dengan temannya setelah tanda tangan kerjasama selesai dan juga tidak ada lagi yang harus mereka bicarakan. Fatia hanya mengekor di belakang Hafizh.

KAULAH KAMUKU [Telah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang