Kebetulan Yura sering duduk bersantai di ayunan dan Afwan selalu menemaninya di saat menunggu Harumi keluar. Yura selalu berbincang dengan Afwan, membahas apapun yang bisa di bahas.

"Belum mual sayang?" tanya Harumi memecahkan keheningan.

Yura menggeleng. "Belu..uhuk uhuk!" Yura terbatuk-batuk, membuat semuanya menatap Yura panik kecuali Reihan.

"Kamu ga papa, aduh!" Panik Harumi kelabakan di duduknya.

Reihan meraih gelas yang berisi air, dengan cepat Yura meraihnya lalu meneguknya. "Mama jangan ajak dia ngomong, dia lagi makan di tambah dia emang ceroboh." terang Reihan dengan begitu entengnya.

Yura menyimpan gelas di tangannya dengan kesal, melirik Reihan dengan sebal dan yang di lakukan Reihan adalah kembali sibuk dengan makanan di depannya. Seolah tak ada yang terjadi.

"Sudah baikan?" tanya Harumi membuat Yura menoleh lalu kembali melembutkan tatapannya, menatap Harumi hangat.

"Baik ma.." balas Yura.

"Maaf mama salah mengajakmu bicara saat makan.." sesal Harumi.

Yura menggeleng cepat. "Yura Ga papa kok ma.."

***

Reihan meraih ranselnya dan sekalian milik Yura, langkahnya kembali terayun menuju mobil yang sudah di siapkan sopir.

Reihan masuk lalu duduk di samping Yura yang tengah mengunyah roti tawar.

"Tugas aku udah di masukin?" tanya Yura melirik Reihan sekilas.

"Udah semalem.." jawab Reihan sekenanya.

Yura mangut-mangut. "Makas—" ucapan Yura tertahan.

Yura meramas jaket lengan Reihan. mobil yang akan mengantarkan mereka menuju sekolah kini melaju sedang membelah jalanan yang lumayan padat.

"Kenapa?" tanya Reihan pelan masih dengan memasang wajah tak terbaca.

Yura mengernyit, seperti menahan sesuatu. Tangan satunya memegang perut. "Ga enak.. Pengen muntah.." jujur Yura dengan susah payah.

Reihan melepas tangan Yura di lengannya lalu tubuhnya dia condongkan kearah depan, mengambil kayu putih di samping sang sopir.

"Pak apa ada plastik?" tanyanya setelah meraih kayu putih.

"Ada den, di belakang.." jawab sang sopir dengan terus fokus menyetir.

Reihan berbalik lalu meraih kantong plastik hitam yang terongok di belakang.

Reihan memiringkan duduknya menghadap Yura yang terlihat pucat.

Yura melirik kayu putih di tangan Reihan. "Ga mau.." rengek Yura tegas, tangannya menahan tangan Reihan yang hendak membuka kayu putih. "panas.." lanjutnya.

Reihan menepis pelan tangan Yura lalu membuka kayu putih itu, meneteskannya ke telapak tangan. Reihan menarik Yura agar sedikit memiringkan duduknya.

Yura ingin kembali menolak, namun terhenti. Matanya membola, tubuhnya menegang saat merasakan tangan hangat Reihan masuk kedalam bajunya lalu mengusapkan kayu putih di punggungnya hingga beralih ke depan perutnya, Yura menahan tangan Reihan yang mengusap perutnya.

"Udah.." rengek Yura sedikit manja.

Yura langsung merutuki mulutnya yang salah berintonasi, harusnya marah karena Reihan menyentuhnya tanpa izin, tapi yang namanya sedang gugup mana bisa berpikir dengan benar pikirnya membenarkan tindakannya dan setelahnya Yura meringis malu.

Reihan menarik tangannya lalu menyerahkan kantong plastik itu. "Muntahin ke sini.."titahnya masih dengan wajah datar tak terbaca.

Yura bahkan heran, apa muka Reihan sekaku itu, hingga sulit bagi laki-laki itu untuk berekspresi? Mengabaikan wajah Reihan Yura menggeleng kecil, tubuhnya dia sandarkan dengan lesu di jok mobil.

Pernikahan Dini (TAMAT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang