Aku membalikkan badan untuk melihatnya, dia tersenyum dan kubalas dengan tawaku.

•••

Pulang sekolah, aku diantar Irwan seperti biasanya. Kami banyak tertawa di atas motor karena lelucon yang dilemparkan oleh Irwan. Aku bahagia memilikinya.
 
Sesampainya depan rumah, Irwan memintaku untuk menunggunya sebentar. Dia memindahkan tasnya ke depan yang awalnya berada di belakang punggungnya. Dia membuka tasnya lalu mengambil sesuatu.

"Nih, buka di dalam ya!" katanya sambil menyodorkan sebuah plastik berwarna biru muda.

Aku menerimanya dengan senang hati bercampur rasa penasaran.

"Aku pulang ya," katanya setelah mengembalikan tas ke belakang punggungnya.

"Hati-hati!" kataku dibalas dengan senyumannya, kemudian segera ia beranjak pergi bersama motornya.

Setelah motor Irwan bergabung dengan kendaraan lainnya, aku segera masuk ke dalam rumah bersama rasa penasaran dengan plastik yang sedang kupegang ini.

Tanpa berlama-lama di ruangan tengah, aku segera menuju kamarku. Rasa penasaran itu sudah berada di paling teratas.

•••

Plastik ini ringan, seperti hanya berisi beberapa kertas jeruk di dalamnya. Karena  sangat penasaran, aku naik ke atas kasur tanpa membuka sepatuku terlebih dahulu, duduk di sana lalu melepaskan tas dari punggungku. Setelah itu, dengan semangat aku membuka plastik yang diberikan Irwan tadi.

Aku menarik kertas yang cukup tebal dari dalam. Ternyata isinya adalah foto. Ada lima lembar kertas foto dengan gambar wajahku dan Irwan di sana. Dua lembar pertama, ada fotoku yang di grid empat di dalam satu lembar kertas foto, satu lembar lagi fotoku dan foto Irwan yang di grid empat juga. Lalu, satu lembar lagi terdapat fotoku sendirian dan pada satu lembar terakhir berisikan satu foto kami yang berukuran besar. Semua foto itu diambil saat kami berada di bukit pada malam hari waktu itu.

Aku memeluk erat foto itu. Mungkin sederhana, tapi sangat berharga dan begitu berkesan bagiku.

Aku segera meraih ponselku yang terletak di nakas. Aku mencari nomor lelaki yang selama ini selalu membuatku senyum-senyum sendiri. Ya, lelaki yang baru saja mengantarkanku itu. Aku meneleponnya.

"Halooo," kataku bersemangat setelah Irwan mengangkat teleponku.

‘Kenapa Yang?’

"Ciah, manggil Yang-yang aja," kataku sambil tertawa. Pasalnya, ini pertama kalinya Irwan memanggilku dengan 'Yang'. Terasa ganjil saja, namun aku suka sih.

‘Yaudah, kenapa Nyet?’ kata Irwan sambil tertawa.

"Lapor Cing, aku udah liat fotonya. Bagus, keren dan aku suka!" kataku sumringah.

‘Orangnya?’ kata Irwan membuatku bingung. Aku tidak mengerti maksud dari perkataannya.

Aku diam beberapa detik, memikirkan maksud Irwan.

"Kalo orangnya, gak suka," kataku sengaja memperlama kelanjutannya.

‘Ooo, tapi aku suka, sayang sama cewek yang di samping fotoku itu.’ Aku merasa pipiku memanas, itu karena perkataan Irwan yang selalu membuatku deg-degan.

"Aku cinta sama orangnya, sayang juga," kataku melanjutkan ucapanku. Perkataanku itu tulus, aku memang menyayangi dan mencintainya.

‘Kalau misalnya, aku jauh dari kamu, rasa itu gimana?’ tanya Irwan pelan. Suaranya begitu pelan dan entah kenapa aku merasa itu bukan misalnya, aku merasa perkataannya itu akan menjadi kenyataan. Tapi, Aku berharap itu memang hanya sebatas misalnya.

Mantan Kok Romantis [COMPLETED]Where stories live. Discover now