DuapuluhDelapan

7.1K 433 22
                                    


Mereka kini duduk di balkon kamar Elang. Angin berhembus pelan. Hari semakin sore, hujan juga sudah mulai reda. Alma dan Elang sama sama terdiam.

Elang menghela nafas panjang. "Nyokap bokap gue kalo pulang emang suka gitu, mereka akan bertengkar ngomongin soal siapa yang selingkuh, atau siapa yang ketahuan jalan sama yang lain. Padahal mereka sama aja."

"Dan berakhir dengan gue yang berhentiin itu. Selalu aja kaya gitu setiap mereka pulang, sampai gue masuk ke kamar dan lo tau kejadian selanjutnya kan?"

Alma mengangguk pelan.

Elang tersenyum tipis. "Kalo dulu gue bakal di ajakin main PS sama Abang gue saat keduanya bakal pulang. Larut sama permainan itu, sampai gue bener bener lupa kalo di bawah sana mereka lagi bertengkar. Abang gue tau kalo di sini gue yang paling tertekan."

Alma mengusap punggung Elang pelan. Jadi ikut merasakan bagaimana perasaan Elang selama ini.

"Lo harus kuat yaa."

Elang menolehkan kepala, menatap Alma dalam. Jujur, tak pernah terbayangkan jika dia dan gadis di hadapannya akan mempunyai hubungan seperti ini.

Apalagi membawa Alma masuk dalam ke hidupannya. Itu sama sekali tidak pernah terpikirkan olehnya. Elang menarik tangan Alma untuk di genggam. Genggam yang kuat, takut takut jika dia lepaskan maka gadis di hadapannya ini akan hilang dari pandangannya.

Alma menarik kepala Elang untuk bersandar di bahunya, mengusap rambut Elang pelan, penuh kasih sayang.

***

Hari semakin sore, hujan pun sudah benar benar reda. Elang kini menurut saat Alma memaksanya untuk di antarkan pulang.

Alma melepaskan helm yang di terima baik oleh cowok itu. "Makasih yaa, gue masuk dulu."

Elang mengangguk. "Gue pamit."

Alma mengangguk. Masuk kedalam rumah dan langsung mendapat kan tatapan laser dari kakaknya.

"Dari mana aja lo?" Tanya Alam yang wajahnya sudah datar.

Alma hanya cengengesan. "Tadi hujan kak, sorry kalo gak kabarin lo dulu, pasti hapenya baterainya abis."

Alam tak menjawab dia kini menatap Alma dari atas sampai kebawah.

"Pakaian siapa ini? Kaya pakaian laki-laki. Dari mana kamu?" Sentak Alam.

"Ishh, biasa aja kak. Dengerin ya, tadi tuh hujannya deras banget. Gue mau terobos juga makin basah kuyup. Ya, dari pada nantinya demam lebih baik kita neduh dulu. Dan itu di rumah Elang," kata Alma santai.

"Di rumah Elang?!" Beo Alam tak percaya.

Alma memukul kepala kakaknya ini. "Gak usah pikir macem macem, disana ada pembantu Elang dan kita duduk di tengah rumah," tidak apa kan jika sedikit berbohong?

"Beneran?"

Alma melotot. "Lo gak percaya sama gue?"

"Ck, udah sana mandi. Nanti demam," perintah Alam yang di angguki Alma.

Hari semakin larut. Sudah puluhan posisi yang dia coba, namun hasil nya nihil. Ia benar benar tidak bisa memejamkan mata nya.

Badannya terasa panas juga dingin di waktu yang bersamaan. Menarik selimut sampai sebatas dagu dan coba memejamkan matanya lagi.

Elang [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang