Sembilan

11.6K 561 14
                                    

Rasanya sekarang atap kantin tidak bocor, lagian juga diluar tidak hujan tapi mengapa baju Alma basah.

Ia kini melihat ke atas, ada kakak kelasnya yang selalu mengajak ribut sudah ada di depan dengan segelas jus jeruk yang ia belum sentuh sama sekali.

Jadilah bukan haus yang hilang malah bajunya yang kotor. Nenek lampir didepannya hanya berdecak sinis. "Liat, nih si alim ini nih diem aja. Tadi kalian lihat kan kalo dia ngelawan gue dan dia langsung pergi."

Alma mencoba meredakan emosinya, mungkin harus lebih sabar lagi. Sabar! Sabar! Gumannya dalam hati.

"Heh lo tuh cewek yang deketin cowo kaya buat meres mereka kan, contohnya kemarin Elang sama cowok yang ngerangkul lo. Pasti itu simpenan lo kan, ngaku lo," Kia langsung menarik rambut Alma yang di kuncir kuda. Dia menariknya dengan keras hingga Alma merintih.

"Lo," tunjuk Akila tepat di mimik muka Kia.

"Asal lo tau, kalo gue bilang itu kakaknya mungkin lo gak bakal percaya. Tapi gue mau nunjukin ini," Akila mengeluarkan ponselnya, namun gerakannya terhenti saat Alma menghentikannya.

"Udah lah Kil, jangan di ladenin nanti juga cape sendiri yuk, Sa ayok," Alma menarik tangan Akila dan Sasa, mengajak mereka berdua untuk pergi.

"Apa lo mau nunjukin apa, masih mau bela si cewe murahan itu. Aduhh cewek gampangan banget yaa, rasanya kaya piala bergilir gitu hahaha," ucapan Kia menohok hati Alma.

Alma berbalik, menatap Kia lama. Ia mendekat dengan gerakan angkuh, tak pernah sekalipun Alma bersikap seperti ini, tapi jika mereka yang mengganggu nya akan terkena dampak lebih besar.

Ia berdiri di depan Kia yang diam, wajahnya sudah terlihat pias. Alma merdecih sinis, wajahnya merah padam karena menahan emosi

"Siapa yang murahan?"

"Gue nanya siapa yang murahan!!" Alma menarik rambut Kia kebelakang.

"Jangan pernah lo pegang pegang rambut gue, ini mahal lo gak akan mampu. Mungkin si kalo lo ngemis ngemis sama pacar lo yang kaya itu," Jawab Kia tiada takutnya dengan mengibas ngibas kan rambutnya.

Alma terkekeh, apa tadi dia bilang pacar. Tidak akan pernah jika dengan kakak kandungnya sendiri. "Hah pacar, ohh yang itu iya emang kenapa?"

"Bagus lo udah ngakuin kalo itu pacar lo, emang yaa cewek murahan itu sifatnya kaya jalang," ucap Kia dengan nada penekanan.

"Hah, siapa yang sifatnya kaya jalang. Gue? Woyy ngaca, punya kaca kan dirumah, disini gue tanya apa kabar dengan dandanan lo sekarang. Malahan lo cocok untuk pergi ke tempat itu. Inget yaa jangan pernah lo ngomingin orang sebelum lo intropeksi diri. Ngaca dulu lah lo udah bener apa belom, kalo udah yaa mungkin aja bisa sih. Tapi lo harus inget yaa diatas langit masih ada langit."

Semuanya terdiam, malahan setelah Alma mengucapkan kata itu tetap terdiam. Mereka jadi ikut kaget dengan ucapan Alma dan cara bicaranya yang tidak biasa.

Alma menarik tangan Akila dan Sasa karna ia sendiri sudah menangis. Ucapan itu tak mau hilang, terus berputar layaknya kaset rusak. Alma memang tak pernah marah, namun saat ia marah maka jangan salah kan ia Jika orang itu akan mendapatkan balasan yang lebih dan menangis dengan meminta maaf tak akan pernah Alma maaf kan. Ingin sujud sekalipun Alma tak perduli.

Mereka sampai di kamar mandi, biasanya jika habis marah marah Alma akan tertawa, namun ini terbalik. Ia malah menangis, mungkin ucapan Kia tadi membuat hati Alma sakit.

"Udahlah Al, jangan di dengerin, apa yang mereka bilang. Lo harus tangguh biar bisa ngadepin tuh orang, pura pura kagatau ajalah," Kila mengusap kepala Alma dengan sayang.

Elang [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang