✓Keinginan Anissa (2)✓

En başından başla
                                    

"Arghhh Zaraaa!!!" Al-Fath berteriak dan memegang tulang keringnya yang terasa ngilu.

Zara lari menjauh, menjulurkan lidahnya "Emang enak, sukurin! salah sendiri jomblo teriak jomblo," Zara pun berlari menuju kamarnya.

Nuril hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku kedua anaknya yang seharusnya mereka sudah menikah, tapi malah bertingkah seperti anak-anak.

Mobil yang Zara tumpangi dengan bundanya sudah menggeleser meninggalkan area rumahnya berjalan menuju tempat yang akan didatanginya. Zara pun tak tau dia akan diajak kemana oleh sang bunda kemana hari ini.

"Bun kita mau kemana sih?" Tanya Zara, sembari memainkan ponselnya.

"Kita mau ke rumah keluarga Darmawan sayang bunda udah lama nggak silaturahmi, kamu juga kan sudah enam tahun," Jelas Nuril pada putrinya.

"What, seriously !?" Zara setengah berteriak mendengar penjelasan ibunya.

"Bunda kenapa nggak bilang dari tadi sih," Zara berdecak kesal.

"Kenapa memangnya? bukannya kamu dulu suka main ke sana?"

Zara terdiam jangan sampai ibunya curiga mengapa dia tidak mau diajak ke sana, cukup abang Al-Fath super rese itu saja yang mengetahui bahwa Zara ke Perancis karena melarikan diri karena patah hati melihat Adam menikah.

Dia tidak mau ibunya tau bahwa Zara, mencintai Adam laki-laki yang sudah beristri, mau ditaruh mana muka keluarga Haydar.

Zara tersenyum kaku "Zara kan bisa bawa sesuatu gitu lo bunda,  mendadak begini kan Zara nggak bawa apa-apa," Alasannya.

"Bunda udah siapkan, kamu sih di panggil dari tadi suruh bantu bunda masak malah kejar-kejaran di taman belakang rumah sama abang kamu itu," Omelnya pada Zara."Apa kalian memang berniat untuk terus hidup sama ayah bunda, kenapa kalian berdua itu juga belum menikah," Kesalnya.

"Belum ada jodoh bunda untuk aku, lebih baik bunda paksa abang aja yang nikah," jawabnya enteng.

Nuril menggelengkan kepalanya sudah cukup hapal dengan alasan-alasan yang dibuat kedua anaknya ini jika ditanya kapan menikah, padahal dia juga ingin bermain dengan cucunya seperti Ardina Darmawan Sahabatnya itu.

Tak terasa mobil yang mengantarkan Zara dan bundanya sudah memasuki pelataran rumah keluarga Darmawan yang memang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah keluarga Haydar karena hanya melewati beberapa kompleks perumahan.

Zara mengekor di belakang bundanya membawa beberapa kotak makanan yang memang sering dibawa saat berkunjung kerumah keluarga Darmawan.

Ting tong Ting tong

Suara bel berbunyi dibukanya pintu rumah besar milik keluarga Darmawan.

"Assalamualaikum, apa kabar?" Ardina dan Nuril saling berpelukan melepas rindu.

"Alhamdulillah sehat," mereka saling melepas pelukan. "Ya Allah! Zara kamu makin cantik pake jilbab." Ardina berganti memeluk Zara dan menciumi kedua pipi mulus Zara.

"Iya bu," Zara tersenyum kaku ke arah Ardina ibu Adam.

Ardina mempersilahkan Zara dan bundanya masuk kedalam rumah. Mereka asyik berbincang kesana kemari, tapi tidak dengan Zara dia hanya menimpali sedikit pembicaraan dua ibu-ibu itu hanya jika ditanya.

Zara sibuk dengan pikirannya sendiri dia memandang kesana kemari, semua masih sama seperti dulu. Seperti saat dia masih sering datang kemari.

Satu hal yang Zara penasaran dibuatnya adalah sebuah foto dirinya dan Adam, Adam di foto itu tengah memakai atribut wisudanya tengah memeluk Zara dan tertawa bahagia. Zara tersenyum mengingat momen itu.

***

Adam terbangun dari tidur singkatnya, ia mendengar Anissa yang tengah menangis dalam tidurnya. Beringsut dia bangun dari sofa dan berjalan menuju Anissa yang masih menangis dalam keadaan masih tidur.

Adam mendekatinya dan langsung menenangkan Anissa, ia mengelus punggung Anissa dengan sayang memberikan ketenangan untuk putri semata wayangnya.

Anissa bangun dari tidurnya tapi masih menangis, dengan tangisan yang masih terisak dia memeluk Ayahnya yang terbaring disampingnya hingga ia berbicara "Aku rindu bunda Ayah," dengan isakan yang masih terdengar.

Adam hanya diam membisu sesekali dia mengusap pelan punggung Anissa, tangisan Anissa sudah mereda tetapi demamnya belum juga turun.

Adam bangkit dari baringnya, mengusap lembut pucuk kepalanya "Anissa sayang makan ya, setelah itu minum obat dari dokter. Nanti apapun yang Anissa mau ayah akan coba penuhi." Bujuknya dengan lembut.

Anissa menggelengkan cepat "Aku ingin bunda ayah, apa bunda nggak sayang sama Anissa?" Dengan mata yang kembali berkaca-kaca.

****

Happy reading
Maaf kalau ada typo

Jangan lupa tinggalkan jejak

D. Salsabila

Bunda Untuk Anissa (END)Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin