19

17.2K 1.5K 231
                                    

Chapter.19
__________



Jungkook memperhatikan dengan geli pasangannya yang duduk gelisah, dimana matanya terus tertuju ke arah pintu ruangan di depan mereka seolah-olah dia lah yang akan berurusan dengan apa yang ada di baliknya. Sesekali helaan nafas terlalu keras keluar untuk didengarnya.

Tidak tahan melihat kegugupan pria di sampingnya, Jungkook lantas meraih tangannya dan meremas pelan.

"Tenang," ucapnya.

Jimin menoleh dan sedikit tersipu. Bukan dirinya yang harus merasa khawatir dan ditenangkan sekarang, namun ia tidak bisa menahan ketegangannya.

"Maaf. Ini pertama kalinya bagiku berada di sini dan aku hanya... gugup," ungkapnya, yang mana dibalas tawa kecil sang pria.

"Bukan kau yang akan menjalani terapi, sayang."

"Aku tahu tapi tetap saja, ini membuatku sangat gugup." Jimin mengerucutkan bibirnya karena tawa geli Jungkook. Seumur hidupnya ia tidak pernah datang ke sana, apalagi menemani sesi terapi seseorang.

Jungkook hanya mengeratkan genggamannya pada tangan Jimin.

Saat ini mereka tengah berada di rumah sakit dimana Jungkook biasa melakukan terapinya. Seperti yang dijanjikan, ia mengajak Jimin ikut serta.

Jika Jungkook jujur, ia lah yang merasa sedikit gugup karena ini akan pertama kalinya Jimin akan melihatnya dalam keadaan rentan dengan kondisinya. Hal yang sebenarnya ingin ia tutup rapat-rapat dari pasangannya. Bukan karena tidak ingin Jimin tahu namun ia merasa malu.

Ini juga menjadi pertama kalinya Jungkook berpikir demikian. Ia telah lama berhenti memikirkan pendapat orang lain tentangnya dan bagaimana mereka melihatnya. Namun Jimin menjadi pengecualian terbesar.

Jimin adalah pasangannya.

Jika bisa Jungkook justru hanya ingin menampilkan sisi kuatnya pada Jimin, menjadi pria terbaik untuknya. Bukan malah memperlihatkan sisi lemah karena keterbatasan fisiknya. Namun setelah semua yang terjadi serta janji yang dibuat, hal terakhir yang ingin ia lakukan adalah membohongi pasangannya. Jimin juga berhak mengetahui tentang perkembangan kondisinya.

Jungkook tidak bisa selamanya bersembunyi dibalik kekhawatirannya akan terlihat lemah. Jimin telah menguatkannya berkali-kali bahwa tidak apa-apa baginya memiliki kelemahan. Mereka hanyalah manusia biasa. Tidak sempurna. Tidak bisa selamanya berpura-pura kuat disaat keadaan berkata sebaliknya. Jimin telah menjanjikan banyak hal bahwa dia tidak akan pernah pergi. Tidak peduli bagaimana akhirnya, apakah Jungkook akan berhasil sembuh atau tidak, Jimin akan tetap tinggal disisinya.

"Maaf membuatmu menunggu lama Jungkook-ssi." Seorang pria menghampiri mereka dan tersenyum ramah.

Jungkook mengangguk pada permintaan maaf dokter yang lebih tua lima tahun darinya itu. Seorang perawat lain telah memberitahu bahwa dokter Choi memiliki urusan mendesak dan sedikit terlambat menemui mereka. Keterlambatan hampir dua puluh menit namun ia mentolerir itu karena ada Jimin disini sebagai pengalihan.

"Kita bisa melangsungkan sesi terapi sekarang." Dokter Choi berkata seraya mempersilahkan mereka masuk.

Jimin membantu mendorong kursi roda Jungkook. Ruangan itu cukup luas. Ada sebuah meja kerja dan sofa di sudut ruangan. Mereka di arahkan ke sofa ketika dokter itu mengambil sesuatu dari meja kerjanya.

"Bagaimana kabarmu Jungkook-ssi?" Dokter membuka percakapan setelah duduk berhadapan di sofa, kecuali Jungkook tetap di kursi rodanya.

"Baik. Aku melakukan seperti yang telah kau sarankan untuk melatih gerakan-gerakan ringan setiap hari dokter Choi," jelas Jungkook langsung pada intinya.

Our Destiny ∥ KM ✓ [Revisi]Where stories live. Discover now