Chapter 18: Fakta yang Belum Terungkap

Start from the beginning
                                    

"Gimana? Lo udah tanya sama Naura?"

Arka menghampiri Galuh yang sudah duduk di gudang belakang sekolah. Laki-laki itu tidak sedang merokok karena gudang sudah dibersihkan. Mereka juga tidak ingin mengambil resiko karena berani melanggar lagi setelah adanya razia.

Arka mendudukkan dirinya di samping Galuh. Laki-laki itu menggeleng. "Belum. Mungkin, gue enggak bakalan tanya."

Galuh mengerutkan keningnya. "Kenapa?"

"Gue perhatiin, sikap Naura ke gue biasa aja. Enggak kelihatan marah apalagi bikin jarak. Gue rasa, Naura belum dikasih tau sama Fiko."

"Iya juga, sih."

Kemarin, Galuh sudah memberi tahu Arka tentang Naura yang ingin mengetahui alasan dia memutuskannya. Arka takut Naura sudah diberi tahu oleh Fiko. Ia hendak bertanya pada gadis itu, tapi gagal karena Fiko tiba-tiba datang.

Galuh menghela napasnya. "Kenapa lo enggak bilang langsung sama Naura aja. Lo jujur sama dia."

Arka menggeleng. "Gue enggak berani."

"Kenapa?"

"Gue enggak mau Naura jauhin gue, Luh."

"Enggak akan."

"Maksud lo?"

"Naura enggak akan jauhin lo karena dia sebenarnya masih sayang sama lo."

"Lo tau dari mana?"

"Lala."

Arka menyenderkan punggungnya. "Gue enggak yakin."

Galuh berdecak. "Lama-lama kesal juga gue sama lo, Ar. Tinggal jujur apa susahnya, sih? Gue tuh greget lihat hubungan lo sama Naura. Masih sama-sama suka. Lo juga masih sayang sama Naura. Kenapa kalian enggak balikan aja?"

Jeda sejenak. Arka dan Galuh saling diam.

"Ar, jujur aja, taruhan waktu itu sebenarnya enggak ada apa-apanya. Lo enggak perlu seserius itu nanggepin permintaan dan syarat anak-anak buat putusin Naura setelah satu tahun pacaran. Tapi, sayangnya semua udah terlanjur. Lo emang udah putus sama Naura, tapi bukan berarti lo enggak bisa balikan sama Naura, kan?"

Arka membuang napas pelan. "Lo lupa? Papa ngelarang gue pacaran."

"Ya itu karena salah lo."

Arka melirik ke arah Galuh.

"Kalau aja lo enggak urakan, pintar di semua mapel kaya gue, dan dapet ranking, lo enggak akan dilarang ini-itu sama Om Pras."

Kepala Arka menoleh, menatap penuh Galuh. "Sombong banget lo," ujar Arka dengan mata memicing.

"Gue enggak sombong. Tapi, kan, emang kenyataannya kaya gitu."

Arka berdecih. "Terus, gue harus berubah jadi si murid teladan yang dandanannya cupu bawa buku terus kerjaannya bolak-balik perpustakaan gitu?"

"Ya enggak. Lo tinggal berubah jadi rajin sama ningkatin prestasi lo itu aja udah cukup. Lagian orang teladan enggak harus jadi cupu kali, Ar. Kaya gue misalnya." Galuh menyugar rambutnya ke belakang.

Arka rasanya ingin menonjok Galuh. Sahabatnya itu sangat narsistik.

Galuh menaikkan salah satu kakinya di kursi. "Udah. Mending lo jujur sama Naura. Kalau lo mau balikan sama Naura, lo berubah. PAS ini buktiin sama Om Pras kalau lo bisa. PTS kemarin dapat ranking barapa lo?"

"Apaan tanya-tanya rangking segala. Iya, gue tau lo dapet ranking tiga. Enggak usah lo bilangin gue juga udah tau," ucap Arka.

"Negative thinking lo. Gue enggak mau nyombong. Ah elah... Lo tau gue dapet ranking tiga, lo enggak malu apa sama sahabat lo sendiri? Jadi orang tuh punya motivasi dikit kek, Ar. Sekali-kali susulin gue gitu. Lo udah tau titik masalah lo sama Om Pras karena pendidikan tapi lo enggak ada usaha buat baikinnya. Lo enggak mau baikan sama Om Pras?"

Mantan Rasa Pacar [END]Where stories live. Discover now