Bina - 1

79.3K 4.7K 189
                                    

Terima kasih untuk voment di prolognya semuanya 💕

__________________________

01 Agustus 2004

Bina tidak pernah menyangka jika di ulang tahunnya yang ke empat belas dia akan mendapatkan hadiah luar biasa dari kedua orang tuanya yang tidak akan bisa dia lupakan sepanjang hidupnya.

Keharmonisan yang selama ini selalu di junjung tinggi oleh mereka berdua membuat Bina terbuai dalam keadaan keluarga yang baik-baik saja. Menikmati hari demi hari dengan kedamaian dan kasih sayang melimpah. Di hujani materi yang tidak akan perlu ditakuti kehabisannya, serta liburan mewah yang kerap mereka jalani setiap akhir bulan. Dia pikir setelah apa yang dia lewati selama ini tidak akan ada kata retak dalam keluarga mereka. Karena menurut masyarakat, mereka adalah cerminan keluarga sempurna, tidak perlu khawatir akan kerusakannya.

Namun, fakta yang baru saja dia dengar setelah satu kalung berlian sebagai hadiah ulang tahun melekat di lehernya, membuat Bina yang kala itu belum sepenuhnya mengerti perpisahan hanya bisa terdiam mencerna setiap penjelasan dari kedua orang tuanya.

"Bina, mulai besok Bina tinggal bersama Mama, ya?"

Bina masih mematung di tempat duduknya dengan pikiran mengawang.

Dia masih belum mengerti mengapa kedua orang tuanya bisa menjabarkan perpisahan dengan raut wajah berseri. Tidak ada kesedihan di dalamnya, seolah semua bukan perkara penting yang harus dipermasalahkan.

"Bina? Kamu dengar Mama kan, Nak?"

Sekali lagi. Bina tidak bisa mengerti akan perkara yang sedang dihadapinya. Kenapa harus ada perpisahan jika mereka masih merasa bisa bersama? Bukankah menjalani hidup seperti biasanya adalah yang terbaik? Ataukah selama ini dia hanya hidup dalam sebuah sandiwara yang akan berakhir jika sudah sampai masanya.

"Kamu pasti masih lelah, ya? Maaf ya, Sayang. Seharusnya Mama tidak menjelaskan ini sekarang." Bina melihat ada raut wajah menyesal dari ibunya.

Di pandanginya wajah cantik sang ibu.

"Kenapa Mama dan Papa berpisah?" Tanya Bina.

Kedua orang tuanya itu saling tatap lalu tersenyum teduh seperti biasa. Ayahnya yang sejak tadi hanya diam mendengar kini menghampiri dirinya dan ikut duduk di samping Bina seperti yang dilakukan ibunya.

"Karena Papa dan Mama tidak bisa lagi tinggal dalam satu atap, Bina. Hari ini Papa dan Mama bukan lagi suami istri, maka dari itu Bina harus ikut Mama." Jelas ayahnya membuat Bina terpaku.

"Sudah berpisah?" Tanyanya dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

Ayah dan ibunya mengangguk membenarkan pertanyaan Bina.

Air matanya seketika luruh saat membayangkan jika tidak ada lagi keluarga utuh yang akan memberikannya kebahagiaan seperti yang biasa mereka lakukan. Kini, dia mungkin akan menjalani hidup yang sama seperti salah satu temannya yang tidak lagi memiliki keluarga utuh.

"Jangan menangis, Sayang. Walaupun Mama dan Papa tidak bersama lagi, tapi Bina tetap anak Mama dan Papa. Harta kami yang paling berharga. Selamanya akan seperti itu, iya 'kan Pa?" Ucap sang ibu sembari memeluk Bina.

"Tentu saja." Timpal ayahnya lalu ikut memeluknya.

Perkataan ibu dan ayahnya itu sama sekali tidak bisa meresap dalam pendengaran Bina. Pelukan yang mereka berikan saat ini pun tidak lagi terasa sehangat dulu. Semua tubuh Bina terasa kebas, dadanya sakit dan matanya tidak bisa berhenti untuk menangis dalam diam.

"Aku bukan harta berharga mereka. Mama dan Papa bohong!" Jerit Bina dalam hati.

Jika dia adalah harta berharga bagi kedua orang tuanya, mereka tidak mungkin mengambil langkah ini tanpa memberitahukan dirinya terlebih dulu. Jika memang dia se berharga itu, mereka pasti akan menelan keegoisan mereka demi dirinya.

BINATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang