2. Hana

74 16 5
                                    

Rutinitas harianku telah dimulai sejak pukul empat pagi. Karena aku hanya tinggal berdua dengan ibuku dan kondisinya yang demikian, sehingga seluruh pekerjaan rumah menjadi tanggung jawabku.

Kuawali hariku dari dapur seperti biasa. Sebelum memulai, kubasuh wajah dengan air keran bak cuci piring untuk menyegarkan diri. Kemudian mencuci sayuran berupa wortel, daun bawang, dan kol yang akan kuolah.

Pekerjaan pertama adalah membuat gorengan untuk dijual nanti. Ada dua jenis yang aku buat--bakwan sayur dan tempe goreng.

Sayuran yang telah kucuci, kupotong dan kuiris. Setelahnya giliran membuat adonan bakwannya sekalian nanti untuk tempe. Kucampur semua sayurannya ke dalam adonan dan kuaduk-aduk, lantas menggorengnya. Kedua tungku kompor kugunakan agar dapat menggoreng bakwan dan tempenya bersamaan.

Sesekali kantuk datang mengganggu, namun adonan masih cukup banyak di baskom menanti untuk digoreng. Beginilah, setiap harinya adalah ujian kesabaran bagiku.

Sejak ayahku meninggal, tidak ada yang mencari nafkah, ditambah kesehatan ibuku yang tidak baik sehingga peran tersebut kini digantikan olehku. Usia ibuku sebenarnya masih muda, namun fisiknya lemah sehingga mudah jatuh sakit dan semakin parah setelah ditinggal ayah.

Walau dengan takdir kami yang begini, setidaknya kami masih beruntung karena masih ada yang mempedulikan. Kakak dari ibuku, Paman Dimas, membantu kami agar bisa tetap hidup.

Sebetulnya dia meminta kami untuk cukup duduk saja, biar semuanya dia yang tanggung. Aku cukup fokus sekolah dan merawat ibuku, sedangkan ibuku tinggal bersantai saja di rumah tidak perlu bersusah-susah memikirkan soal uang.

Ibuku menolak usulan tersebut, karena seperti yang selalu dia ajarkan padaku, dia tidak mau menjadi beban bagi orang lain. Namun begitu, dia tidak mengelak kalau dirinya sangat menghargai bantuan Paman Dimas dan berkata tidak akan dapat bertahan tanpa itu. Hanya saja, dia ingin tetap berusaha walau mungkin tidak banyak yang bisa dia lakukan dengan kondisinya.

Maka dari sanalah, kemudian ibuku memberi ide untuk berjualan gorengan menggunakan uang dari pamanku sebagai modal. Hasilnya mungkin tidak banyak, tapi setidaknya dapat mengurangi ketergantungan kami kepada Paman Dimas dan cukup untuk dapat bertahan sehari-hari.

Pukul enam semuanya sudah selesai. Gorengan sudah matang semua, begitu pula air, nasi, dan sup ayam kesukaan ibuku. Tinggal merapikan dapur, dan pekerjaanku tuntas.

Selanjutnya adalah waktunya bagi ibuku untuk sarapan. Namun ketika aku datang ke kamarnya membawakan makanan, ternyata dia masih tidur. Tadi sempat bangun, mungkin masih mengantuk.

Ingin kubangunkan, tapi urung kulakukan karena tidak tega. Karena tidur adalah satu-satunya momen ibuku bisa merasakan kedamaian. Namun, yah, ibuku harus makan.

Sepeninggal ayah, ibuku menjadi lebih sering tidur termasuk ketika sedang sehat dan itu membuatku khawatir sebab dia nyaris sama sekali tidak beranjak dari kamarnya. Hanya keluar kalau ingin ke kamar mandi. Telah berkali-kali kubujuk untuk mengurangi kebiasaan itu tapi dia selalu bilang kalau yang dia inginkan cuma tidur.

Ya, hanya tidur. Bahkan jika kubiarkan, dirinya bisa sampai tidak makan dan minum sama sekali.

Jadinya, ibuku sama sekali tidak boleh lepas dari perhatian. Maka dari itu, aku dan pamanku bergantian untuk merawatnya. Selagi aku di sekolah, Paman Dimas akan datang ke mari. Sisanya, dipercayakan kepadaku.

Lantas, baru saja aku hendak menepuk tangannya agar dia bangun, dia telah lebih dahulu kembali dari dunia mimpi. Aku menyambutnya dengan senyuman.

Hal yang pertama dia lakukan adalah menoleh pada jendela yang memperlihatkan cuaca mendung. Meski kemarin telah hujan seharian, tapi tampaknya langit masih belum ingin berhenti menangis.

Suarakanlah Perasaanmu, Hana!Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon