Semesta 14

4.2K 644 74
                                    

Beter eerst de sterren raken en een paar opmerkingen achterlaten ⭐

Better hit the ⭐ first and leave some comments

280 votes for next update

WARNING!

Nikmatilah cerita ini TANPA menentang Alurnya. Protes? Monggo bikin ceritane dewe!

🌻🌻🌻🌻🌻

Bryan menghela napasnya berat setelah pasien hilir mudik bergantian masuk ke poli umum dengan keluhan yang hampir sama semuanya, cuaca yang sangat tidak menentu akhir-akhir ini membuat sebagian orang terganggu kesehatannya termasuk Bryan yang mulai merasakan tidak enak pada tubuhnya sendiri.

Melepaskan snelli yang sejak tadi melekat, Bryan lantas bangun dari kursi kebesarannya.  "Sus, titip ruangan ya. Saya ke kantin dulu sebentar." ujar Bryan sambil menggantungkan snellinya.

"Siap dok, laksanakan." sahut Suster Ratih dan Bryan segera keluar dari ruangannya.

Sudah pukul dua lebih lima belas menit, KMC mulai tidak seramai pagi tadi namun beberapa poli masih cukup padat dengan pasien yang terlihat menunggu giliran.

Namun saat melintasi ruangan dr. Syahira, Bryan tak melihat wanita berhijab itu di sana. Ruangannya gelap, tak ada suster di meja depan ruangannya. Bryan sibuk dengan pikirannya sendiri. Tadi pagi pun sama, di sana tak ada juga dan kejadian ini begitu sering Bryan sadari setelah pertemuan terakhirnya bertukar shift di UGD sekitat dua minggu yang lalu.

Bryan mengangkat bahunya tak tahu, ia melangkah cepat ke bagian belakang rumah sakit. Satu-satunya tempat yang bisa membuat perutnya kenyang juga melipir beberapa saat dari keramaian poli hari ini.

Satu kaleng susu bear dingin sudah ada di tangan Bryan setelah ia memasukan selembar uang sepuluh ribu rupiah ke dalam vending machine. Sesaat kemudian matanya memindai ke sisi lain kantin, di pojok sana ada dr. Nia dan anaknya sedang makan siang. Sepertinya ikut duduk bersama tak mengapa.

"Siang dok, boleh ikut duduk?" tanya Bryan.

"Siang, silakan dok." sambutnya. "Wah, tumben jam segini mampir ke kantin?"

Bryan terkekeh pelan sambil sesekali melihat seorang anak laki-laki yang duduk di samping dr. Nia itu. "Iya dok, poli lumayan penuh hari ini jadi baru sempet. Sekalian cari doping ini." ujar Bryan.

Dr. Nia mengangguk paham. "Oh iya, Adam, ayo salam dulu sama temen bunda ini. Panggilnya apa ya? Om kali yaa.."

Anak lelaki bernama Adam itu lantas mengulurkan tangannya. Nampak malu-malu untuk ukuran anak seusia Adam yang kira-kira kelas 5 SD.

"Baru lihat saya dok anaknya ini." kata Bryan setelah meneguk setengah isi kaleng di tangannya.

"Iya ini baru sekali di ajak. Biasanya sama Mbak di rumah tapi mumpung libur dibawa aja ke sini." jawabnya ramah sesekali mengusap kepala Adam.

"Oh iya, Bryna apa kabar? Gimana dia, masih suka kambuh?" tanya dr. Nia serius. Beliau juga salah satu dokter yang menangani Bryna setelah dr. Cindy resign dari KMC.

"Alhamdulillah dok baik, ya paling biasa sih. Capek gitu aja karena di klinik terus ya penyuluhan di sekolah-sekolah. Sejauh ini kalau kambuh ya pasti saya marahi karena suka nolak obat atau vitamin." cerita Bryan pada sejawatnya itu.

SEMESTAKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang