Aurora terkesiap, ia mengamati Faiz yang menggumamkan namnya dengan mata terpejam dan Aurora yakin bahwa gumaman itu tidak Faiz lakukan dengan sengaja. Tatapan sedih terpancar dari sorot mata Aurora, perempuan itu berjongkok di samping sofa, menempelkan tangannya pada kening Faiz yang terasa panas dan juga berkeringat, Aurora meraih tissue di atas meja, lalu menyeka keringat dingin Faiz dengan pelan.

"Ra?!" Faiz membuka matanya dengan sayu, tidurnya terusik akibat sentuhan Aurora. Lelaki itu nampak terkejut dan tak percaya bahwa kini Aurora tengah berada di depannya.

"Apa?! Kalau mau cari perhatian gak usah sampai sakit juga kali, pak!"

Ucapan pedas dengan ekspresi dan nada khas Aurora membuat Faiz tertawa pelan.

"Aku gak sakit kok, cuma kangen kamu aja." Jawab Faiz dengan suara serak yang sudah jelas menunjukkan bahwa lelaki itu tidak dalam kondisi sehat.

"Apaan sih!" Aurora segera berdiri lalu menatap Faiz dengan kesal, menyembunyikan detak jantungnya yang langsung berirama cepat "tuh ada titipan berkas dari staf marketing."

Faiz mengubah posisinya menjadi duduk dan menjadikan Aurora sebagai fokusnya saat ini tanpa ingin melirik amplop coklat di atas meja.

"Aku lagi sakit lho, kamu masih tega marah-marah?  Lagian yang bos disini aku atau kamu sih?!" Faiz menggelengkan kepalanya lalu menyandarkan tubuhnya dengan lemah pada punggung sofa, melirik Aurora yang pergi begitu saja meninggalkan ruangannya.

"Nasib pejuang cinta." Gumam Faiz miris menyadari betapa menyedihkannya dirinya saat ini.

Sementara itu, Aurora nampak membawa secangkir teh hangat keluar dari pantry  dan berjalan menuju ruangan Faiz, mau sekesal atau semarah apapun dirinya pada lelaki itu, nyatanya ia tak bisa mengabaikan kondisi Faiz, apalagi mengingat lelaki itu sempat menggumamkan namanya secara tidak sadar.

"Loh?!" Aurora menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri mencari keberadaan Faiz karena sofa yang Faiz duduki terakhir kali sebelum Aurora pergi nampak kosong, bahkan tidak terlihat Faiz di sudut manapun.

"Meong"

Aurora terkejut melihat seekor kucing mendekati kakinya.

"Pus, kamu ngapain disini?" Aurora meletakkan cangkir tehnya keatas meja lalu segera menggendong kucing itu.

"Mampus dah! pak bos kan alergi bulu kucing. Mana gue gak bawa baju ganti." Aurora mengelus kepala kucing dalam gendongannya dengan lembut "kok kamu bisa sampai sini? Bisa gawat kalau pak bos tahu, kita keluar aja ya..."

Kucing itu nampak nyaman dalam gendongan Aurora, dan menikmati elusan lembut yang Aurora berikan.

Aurora menoleh saat mendengar suara pintu terbuka yang ternyata berasa dari pintu kamar mandi yang ada di ruangan Faiz dan nampak bosnya itu keluar dari sana lalu berjalan mendekatinya.

"Pak Faiz? Saya akan bawa kucingnya keluar, tadi--"

"Biar aja, aku yang bawa dia kesini."

"Hah?!" Aurora mengerjab tak percaya.

"Tuh kucing yang kamu titipin ke satpam waktu itu kan?"

Aurora mengangguk lalu melangkah mundur sedikit menjauhi Faiz yang berjalan semakin dekat.

"Itu....Hatcim!"  Faiz sudah bersin terlebih dahulu sebelum menyelesaikan ucapannya.

"Pak, saya bawa keluar aja ya kucingnya." Aurora sudah berbalik masih dengan membawa kucing dalam gendongannya, berniat segera keluar dari ruangan Faiz.

"Gak papa, aku sengaja bawa kucing itu.... Hatcim!" Faiz kembali bersin, hidungnya sudah terlihat memerah dengan mata berair.

"Ish! Bodo amat lah pak!" Aurora berjalan cepat menuju pintu, membukanya sedikit lalu menurunkan kucing itu dari gendongannya dan membiarkan hewan lucu itu berjalan di luar ruangan Faiz.

My Boss!Where stories live. Discover now