Rean menatapku, "Kenapa?"

"Kegiatan kamu apa? Kuliah ? Kerja? Pengangguran?"

Rean tersenyum, mungkin dia berpikir kalau dia pengangguran gimana bisa dia membelikanku makanan?

"Aku kuliah sambil kerja."

"Aneh 'kan? Kita uda hampir dua bulan ya pacaran? Tapi baru ini kamu ngasih tau kegiatanmu? Kenapa sih kamu nggak mau terbuka samaku?" tanyaku.

"Bukan nggak mau terbuka, Synda. Tapi, kamu nggak pernah nanya. Jadi, aku rasa aku nggak perlu ngasih tau hal yang nggak kamu tanya."

Aku mengangguk, ternyata yang dikatakan Niawan benar. Rean tidak akan memberitahu apa pun kalau aku tidak bertanya. Masalahnya, aku bukan reporter yang harus bertanya tentang dirinya.

"Apa salahnya kamu ngasih tau duluan tanpa aku tanya? Apa kamu ngerasa aku nggak perlu tau apa kegiatanmu?"

"Maaf," lirihnya.

Ya, lagi-lagi hanya maaf yang bisa diucapkan laki-laki di depanku ini. Dan lagi-lagi pula aku harus memafkannya. Ku rasa tabungan pahalaku sudah banyak, karena selalu memafkan pacarku ini.

"Terus kamu kerja apa? Kuliah jurusan apa?"

"Aku kerja di salah satu cafe pamanku, buat cari modal sekalian belajar tentang kopi. Aku ambil jurusan bisnis."

"Kamu mau buka usaha sendiri?"

"Ya, aku rasa kalau aku punya usaha sendiri setidaknya aku sudah punya jaminan masa depan."

"Bagus dong kalau begitu," kataku seraya berjalan menuju wastafel untuk meletakkan piring bekas kami tadi.

Tiba- tiba Rean sudah berdiri di sampingku. "Kamu mau ngapain?" tanyaku.

"Bantuin kamu nyuci piring, kan yang makan kita berdua. Lagian kamu nggak bisa megang sabun 'kan?"

Aku kira Rean sudah melupakan tentang itu. Aku pernah memberitahunya kemarin tentang alergi tanganku pada sabun. Saat itu dia hanya mengangguk dan menjawab hmm karena terlalu sibuk dengan ponselnya. Aku kira dia tidak mendengarnya tapi ternyata aku salah, bahkan dia mengingat hal itu.

Tangan kananku memang alergi terhadap sabun sejak aku tamat SMA. Aku juga nggak tau penyebab awalnya apa, tapi setiap aku mencuci piring memakai sabun, tanganku akan gatal-gatal, kemudian kulitku akan terkelupas, dan terakhir akan ada benjolan kecil-kecil yang dalamnya terdapat air. Seperti penyakir cacar, tapi cacar itu lebih besar benjolannya.

Selama ini aku mencuci piring dan mencuci baju menggunakan sarung tangan ala drama korea. Kalian pasti sering melihat sarung tangan bewarna hijau atau pink yang dikenakan ibu-ibu atau bapak-bapak yang sedang mencuci buah atau pun sayur di drama korea. Nah, seperti itulah yang aku pakai. Dan kebetulan sarung tangan itu ku simpan di rak piring, mungkin Rean tidak melihatnya, makanya dia berinisiatif membantuku mencuci piring.

Aku tersenyum hangat. "Aku kira kamu nggak ingat," kataku sambil memberikan piring yang kupegang kepada Rean yang dibalas senyum manis miliknya.

🍁🍁🍁

Aku memainkan ponselku, membalas pesan absurd yang dikirim Ana dan Niawan. Aku menoleh saat Rean sudah ikut duduk di sampingku. Lengan kemejanya digulung sampai siku, menampakan otot-otot tangannya yang entah kenapa terlihat seksi dimataku.

Rean melirik ponselku saat room chatku dan Niawan terpampang jelas. Raut wajahnya berubah tidak suka, tapi dia diam saja----mengelap tangannya dengan handuk kecil yang memang ku beli untuk mengelap tangan setelah mencuci piring.

"Sudah selesai?" tanyaku.

"Hmmm."

Tuh kan ! Dia kumat lagi ! Aku rasa Rean ini fans beratnya Nisa Sabyan deh kayaknya.

"Kamu kenapa?"

"Uda malam, aku pulang, ya." Rean bermaksud berdiri, tapi aku langsung menahannya dengan pelukan.

"Masih jam sembilan," kataku. "Kamu kenapa tiba-tiba diam gitu? Kalau ada yang nggak disuka bilang aja. Kita bahas bersama. Kita pacaran 'kan?"

Rean masih diam tidak ingin menatapku. Aku melapas pelukan, kemudian menatap wajahnya dari samping. Bulu matanya yang sedikit lentik, hidungnya yang mancung, rahangnya yang tegas, dan bibirnya yang tipis. Otakku langsung merespon yang tidak-tidak kala aku memperhatikan wajah Rean. Otak sialan!

Aku mendekatkan diri, mencoba mencium pipi Rean, keingananku sedari dulu yang mungkin akan terpenuhi malam ini. Belum sempat bibirku menyentuh pipinya, Rean menoleh---menatapku, dan bibirku bertemu dengan bibir tipisnya. Ciuman pertamaku dengan Rean !

Aku langsung melotot dan menarik diri. Astaga, apa yang terjadi? Aku hanya ingin mencium pipinya tapi yang ku dapat malah bibirnya. Rejeki nomplok ini mah.

Aku menatap Rean dengan canggung begitu juga Rean. Suasana tiba-tiba menjadi awkard begini. Aku harus apa? Menurut novel romantis yang sering kubaca, kalau kejadian seperti ini terjadi jalan satu-satunya untuk membuat keadaan normal adalah melanjutkan ciuman. Ya ampun, otakku benar-benar kotor malam ini !

Rean menarikku saat aku mencoba berdiri. Dia merapatkan bibir kami lagi, aku sedikit terkejut, tapi otakku merespon untuk membalas ciuman yang diberikan Rean. Tubuhku terasa panas saat Rean memperdalam ciuman kami. Dan malam ini, akan ku catat di buku harian sebagai hari rejeki nomplok. Kami dua kali berciuman !

Jangan lupa votement ❤️

Peluk Jauh 💕

Rsswp_

COME BACKWhere stories live. Discover now