Part Nine

434 187 178
                                    

"Jadi gimana? Uda dapat kabar dari Bu Kasih belum?" tanya Ana padaku. Saat ini kami duduk di bangku depan kelas yang memang disediakan untuk menunggu kelas sebelumnya keluar.

"Belum, entah kemana tuh orang. Nggak tau apa dia kalau aku butuh kepastian?"

Kemarin saat aku mengisi KRS atau Kartu Rencana Studi, aku salah mengambil kelas disalah satu mata kuliahku. Harusnya aku berada di kelas satu, tapi karena kecerobohanku aku mengambil di kelas dua. Akibatnya, namaku tak pernah ada di absen sama sekali, dan aku membutuhkan saran Bu Kasih untuk masalah ini. Secara dia itu dosen pembimbing akademikku.

Tapi dosen pembimbing akademikku itu terkenal dengan kesibukannya, dia sering ke sana kemari untuk menghadari beberapa acara yang diadakan khusus para petinggi di kampus ini. Aku sampai bingung, mengapa Bu Kasih tidak memakai asisten saja kalau dia sibuk begini. Apa aku harus melamar menjadi asistennya, agar aku tak repot begini?

"Yaudah, besok coba hubungi lagi. Terus langsung buat janji aja," kata Ana mencoba memberi solusi.

"Aku maunya juga gitu, Na. Masalahnya Bu Kasih ini kayak doiku, dichat diread doang. Sakit hatiku," kataku mencoba melankolis.

Tapi memang benar aku sering sakit hati saat menghubungi Bu Kasih. Aku tau hobbynya membaca bukan menulis, makanya dia tak mau membalas pesanku. Tapi aku inikan mahasiswi yang harus dibimbingnya ke jalan yang benar, masa balas chat yang tidak sampai lima menit dia nggak mau? Heran aku.

Ana memicingkan matanya, menatapku curiga. "Doi? Kau barusan bilang 'doiku'? Jadian sama siapa kau? Oh, sekarang main rahasia-rahasian? Oke fine, Syn."

Aku merapikan kertas yang berserakan di depanku. "Nggak usah pakai acara ngambek segala samaku. Aku bukan kayak laki-laki pengagum itu. Jadi, nggak ngaruh."

"Bodo amat."

"Aku uda jadian sama Rean, yippi.....," teriakku mengangkat tangan ke atas seakan baru memenangkan pertandingan sepak bola.

"Masa? Secepat itu?"

"Responmu kok seakan-akan aku terlalu buluk untuk diajak Rean balikan, ya?"

"Bukan gitu, secara kau kan pakgirl. Selirmu aja entah ada berapa, si Ilwan, Rai, Rio, Bara, Eza, dan lain-lain." Aku melirik Ana dengan tatapan tak senang. Bisa-bisanya dia mengingat semua nama-nama selirku.

"Ya terus?"

"Masa dia nggak mikir kalau kau bakalan selingkuh lagi sih, harusnya dia mikirin itu."

Aku memutar bola mataku malas, "Temenmu sekarang siapa? Aku atau Rean?"

"Ya, kau lah. Mana mungkin aku berteman sama alien."

Ingin rasanya kucabik mulut sahabatku ini, tadi dia menjelaekkanku dengan menyebut semua nama selirku, seakan-akan aku fuck girl kelas kakap, dan sekarang dengan lancarnya dia mengatakan Rean alien.

"Tapi, terlepas dari itu aku senang kok. Akhirnya penantianmu mengharapkan sang mantan kembali tercapai juga, selamat ya sayang." Ana mengecup singkat pipiku dan aku langsung menjauh-menghapus bekas bibir Ana yang tertempel di pipiku.

Ana tertawa puas melihatku, mengandeng lenganku dan membawaku berjalan menuju keluar kampus. "Mau kemana?" tanyaku.

"Bayar PJ dong. Pajak jadian. Selama kau galau kan aku yang kau repotin, aku harus muter otak buat ngasih kau wejangan. Jadi kau harus bayar usahaku itu."

Aku menatapnya tak percaya, bisa-bisanya dia menyuruh membayar semua wejangan yang dia berikan padaku.

🍁🍁🍁

COME BACKWhere stories live. Discover now