Rean berjalan ke arahku yang baru saja keluar dari cafe. Laki-laki itu mengenakan celana ponggol hitam dan sweater oversize berwarna dongker. Sejujurnya aku sangat suka dengan style Rean malam ini, ingin rasanya aku berlari dan langsung memeluk laki-laki itu. Tapi, kuurungkan karena aku ingin membuat Rean merasa bersalah malam ini.

"Kamu capek, ya?" tanya Rean menggenggam tanganku.

Aku sedikit kaget, ini pertama kalinya Rean menggengam tanganku. Bahkan saat pacaran dulu kami tidak pernah pegangan tangan. Kenapa Rean harus bersikap manis disaat aku ingin membuatnya merasa bersalah, sih?

Rean memasang helm di kepalaku, "Kita makan dulu ya, aku laper banget." katanya---kemudian naik ke atas keretanya.

Aku hanya mengangguk sebagai jawaban kemudian duduk di jok belakang.

"Kamu nggak mau peluk aku?" tanya Rean yang lagi-lagi membuat aku terkaget-kaget. Ada apa dengan Rean malam ini?

Untuk pertama kalinya Rean mengajakku ke tempat makan tanpa bertanya 'kita makan di mana?' Ini sebuah perkembangan yang patut diacungin jempol menurutku.

Aku langsung duduk di kursi kosong, sedangkan Rean meminta menu di meja kasir.

"Kamu mau pesan apa?" tanya Rean dengan tatapan yang kurasa penuh perhatian.

"Terserah."

"Kamu kepingin kepiting 'kan? Kemarin aku lihat story WhatsApp kamu, makanya sekarang aku ajak ke sini."

Oho..., sejak kapan pacarku ini menjadi orang yang peka? Biasanya sekeras apapun aku mengodenya dia nggak akan sadar.

"Kamu bilang kita perlu bicara, mau bicara tentang apa?" tanya Rean saat dia sudah kembali dari kasir untuk memberi kertas pesanan kami.

"Kita."

"Maksudnya?"

"Aku mau kita nggak usah berkabar dulu."

Alis Rean berkerut, mungkin dia bingung bukankah selama ini kami memang jarang berkabar. Lebih tepatnya dia jarang memberi kabar padaku.

"Maksudnya apa, sih?"

Oke, pacar kesayanganku ini ingin kuperjelas maksud dan tujuanku.

"Kita nggak usah ketemu, kita nggak perlu kasih kabar untuk sementara."

"Kenapa gitu? Kita ;kan pacaran, komunikasi itu perlu. Begitu yang ku tau dari teman-temanku yang pacaran."

Oh, jadi pacarku ini masih menganggap hubungan kami ini pacaran? Dan apa katanya tadi? Tau dari teman-temannya yang pacaran? Jadi, selama ini dia hanya sibuk melihat temannya berpacaran di sana sedangkan pacarnya uring-uringan di sini? Hebat.

Aku memasang senyum terbaikku, "Untuk sementara aja kok. Nanti kalau aku ngerasa semua uda membaik, aku yang bakalan ngabarin kamu duluan."

"Kasih aku alasan Synda. Kenapa kita nggak perlu berkabar untuk sementara? Aku ada salah?"

Menurut ngana? Ngana gak pernah salah gitu?

"Enggak, kamu enggak ada salah," jawabku masih dengan senyum manis yang menghiasi bibirku.

Rean tampak gusar, entah itu benaran atau dibuat-buatnya aku tak tau. Percakapan kami berhenti saat ibu penjual seafood datang membawa pesanan kami.

🍁🍁🍁

Aku dan Rean duduk di teras kosku. Aku sudah mengusirnya, tapi dia berkeras ingin memperjelas maksud perkataanku tadi. Aku yakin membahas masalah ini sekarang akan membuatku mengeluarkan sedikit tenaga dan air mata mungkin, karena aku ini gadis emosian yang cengeng.

COME BACKKde žijí příběhy. Začni objevovat