Ana memesan begitu banyak makanan, aku menyesal mengiyakan ajakannya tadi. Aku lupa terkadang Ana ini spesies lembu yang berwujud manusia. Eh? Jahat sekali aku menyamakan Ana dengan lembu.

"Kenyang aku, terima kasih Synda Arshnella si baik hati. Sering-sering jadian, ya, biar aku kenyang begini. Kenyang bayar sendiri sama kenyang dibayarin orang itu beda, loh."

Aku menggelengkan kepala, bisa-bisanya perempuan ini mengatakan agar aku sering-sering jadian. Aku dan selirku saja tidak pernah jadian sampai sekarang.

"Oh ya, jadi gimana? Uda hampir siang ni." Ana melihat jam tangannya, "Uda hampir jam dua belas siang."

Aku mengernyit bingung, "Apanya yang gimana? Kau mau ketemuan sama laki-laki pengagummu?"

Perempuan ini memutar bola matanya. "Gimana? Si alien uda ada ngabarin belum? Uda siang loh ini, biasanya orang yang baru jadian tangannya nggak akan lepas dari ponsel. Tapi, kulihat dari tadi kau nggak megang ponsel."

Aku mendesah malas, aku tau Ana bakalan menanyakan ini. "Belum," jawabku.

"Dari tadi pagi? Say good morning juga nggak ada?"

Aku menggeleng lemah.

"Sudah kuduga, dan kau harus ingat apa yang ku bilang kemarin. Kau harus terima konsekuensinya."

"Iya," kataku seraya mengangguk pasrah.

"By the way, kemarin aku dengar si Nifa lagi bergosip ria dengan tim ceriwisnya."

"Kapan? Kok aku nggak tau?"

"Kayaknya kau lagi ke toilet, deh. Tau nggak mereka gosipin apa?"

Aku menggeleng. Dari mana aku bisa tau kalau aku sendiri tidak ada di sana.

"Mereka gosipin kedekatanmu sama Niawan."

"Ha? Kapan aku dekat sama Niawan?"

Ana mengindikan bahunya. "mungkin kemarin-kemarin, apalagi Niawan juga sering kan anter-jemput kau kalau pulang ngampus?"

Kuakui, semenjak putus dengan Azam, aku sering diantar jemput oleh Niawan, itu juga kalau laki-laki itu ada perjalan searah dengan kosku, kalau tidak, ya, tidak.

Kami tidak dekat seperti orang yang sedang pdkt, lagian Niawan juga sudah memiliki pacar, mana mungkin aku ada niatan merusak hubungan mereka, terlebih Niawan sangat mencintai pacarnya itu.

"Nggak sering banget deh, itu juga kalau Niawan mau ke rumah tantenya yang kebetulan jalannya searah sama kosku."

"Ya, aku tau itu. Si Nifa beserta ceriwisnya 'kan nggak tau. Lagian bodo amatin aja deh, kan sekarang kau sama si Rean alien."

Aku mengangguk mengiyakan, tapi tak habis pikir juga. Bagaimana bisa mereka menduga aku dan Niawan ada apa-apanya.

🍁🍁🍁

Medan, 2013

Rean duduk di sampingku sambil menatap ponselnya. Dia baru datang lima menit yang lalu, sedangkan kami janjian bertemu dari 30 menit yang lalu. Ya, aku menunggunya sendirian di bawah terik matahari selama 25 menit, dan tampa bersalah dia datang dengan senyuman kemudian mengacak rambutku.

Aku menoleh ke samping---menatapnya. Mungkin ini kali terakhirnya aku bisa menatapnya seperti ini.

"Kenapa ngajak ketemu?" tanyanya.

Aku tersenyum kecil---memberanikan diri mengatakan hal yang sudah kupikirkan selama seminggu ini.

"Kita putus aja," kataku masih mencoba mempertahankan senyumku. Rean menatapku dengan tatapan biasa saja, tidak ada keterkejutan atau kesedihan di sana.

COME BACKWhere stories live. Discover now