"Oke, yang kamu bilang memang benar. Tapi, yang tau isi hatiku, ya aku sendiri."

"Terus?"

"Jujur aku nggak bisa ngeyakini kamu dengan apapun, bukan nggak bisa lebih tepatnya aku nggak tau cara buat ngeyakini kamu. Kamu tau sendiri aku tipikal laki-laki yang pemalu dan pendiam, untuk bisa dekat kamu seperti ini aja aku uda jantungan. Bahkan saat kamu ngabarin kalau kamu uda putus sama Azam aku senangnya bukan kepayang, aku ngerasa akhirnya setelah sekian lama aku menanti harinya datang juga."

Lagi-lagi aku tak mengerti apa yang sedang dibahas Rean. Mungkin sehabis pulang dari sini, aku langsung ke kos Ana saja, menyuruh perempuan itu untuk memijat kepalaku yang pusing karena semua ucapan Rean.

"Tapi, harusnya yang ngerasa takut di sini tuh aku. Bisa ajakan kamu kembali seperti dulu? Tiba-tiba ninggalin aku dan pacaran dengan laki-laki lain."

Aku menaikan alisku-- lagi, kenapa sekarang dia menyudutkanku. Adakah yang mau menggantikan posisiku untuk duduk di depan Rean dan mendengar semua yang diucapkannya? Aku benar-benar pusing.

"Tapi aku nggak ngerasa takut sama sekali, aku yakin kamu bakalan berubah. Maka dari itu kamu harus yakin kalau aku memang masih cinta kamu."

Oh, akhirnya aku mengerti, dia sengaja membawa kesalahanku yang dulu agar aku bisa yakin dia masih menyukaiku. Pintar sekali laki-laki ini.

"Terus? Setelah aku yakin kamu masih cinta aku, aku harus apa?"

Rean mendekatkan wajahnya ke arahku, sontak membuatku memundurkan kepala, jarak kami hanya sepuluh senti kurang lebih, dekat sekali bukan? Jantungku berdegub kencang. Astaga Rean! Apa tak bisa kau membuatku untuk terlihat sedikit cool ? Kalau begini bisa-bisa aku luluh, deh.

"Kamu mau balikan sama aku nggak?"

Aku membelalakan mata begitu mendengar pertanyaan yang dilontar Rean? Apa katanya tadi? Dia beneran ngajak aku balikan? Astaga, pipiku panas rasanya, seperti udang yang baru saja direbus di air mendidih oleh Kanjeng Ratu. Aku membutuhkan oksigen sekarang, pertanyaan Rean membuatku sesak napas.

Rean memundurkan wajahnya, kemudian ia tersenyum. Bibirnya melengkung ke atas, ah ingin rasanya kucicipi bibir itu. Hey ! Pikiran kotor darimana itu? Sadarlah Synda !

"Wajah kamu merah, kamu kepanasan?" tanyanya. Senyum dibibirnya tadi menghilang diganti dengan raut khawatir.

"Ha? Eh, enggak kok. Itu blush on aku ketebalan. Kamu ngeliatnya 'kan dari deket tadi."

Laki-laki ini tidak tau bullshing sepertinya. Tapi syukurnya ia tidak tau, aku jadi tak perlu malu.

"Jadi gimana?"

"Apanya yang gimana?"

"Kamu mau balikan sama aku?"

"Kamu serius ngajak aku balikan?"

"Kamu liat wajahku lagi bercanda?"

Aku menggelengkan kepala, kemudian tersenyum manis menatap Rean yang ikut tersenyum melihatku.

***

Aku masih tersenyum mengingat pembicaraanku dengan Rean tadi. Akhirnya setelah bergulat dengan semua pertanyaan yang ada dibenakku, aku mendapat jawabannya hari ini.

Rean masih mencintaiku, dan tentunya sekarang kami pacaran. Perlu kalian garis bawahi KAMI PACARAN.

Ingin rasanya aku memeluk Ana, yang sudah memberikan wejangan kemarin. Bahkan perempuan itu sudah menebak kalau Rean akan mengajakku balikan. Apa Ana keturunan cenayang atau sejenisnya, ya?

COME BACKWhere stories live. Discover now