Prolog

1.6K 292 55
                                    

"NALA! CEPETAN!!" Teriak seorang gadis yang nyaring terdengar di depan pintu kamar gue.

Gue yang udah rapi dengan seragam sekolah SMP dan beberapa perlengkapan yang akan gue bawa hari ini pun segera keluar dari kamar.

Di depan kamar, gue langsung ketemu sama pemilik suara teriakan tadi. Gadis itu adalah kakak gue. Jaira Marcello. Gue liat, dia udah siap dengan baju kemeja kuliahnya dan rambutnya yang dikucir kuda. Biasanya, Jaira memang sering menguncir rambutnya itu jika pergi ke kampusnya.

Perlu gue akui, Jaira jauh lebih cantik dari gue. Jaira jauh lebih bening dari gue. Jaira jauh lebih pintar dari gue. Walaupun Jaira hampir sempurna di mata orang-orang, namun Jaira tetaplah manusia biasa yang tetap mempunyai kelemahan. Bahkan, kelemahannya adalah keunggulan yang gue miliki. Jaira adalah orang yang sibuk dengan dunianya sendiri sedangkan gue selalu peduli dengan orang-orang terdekat gue, terutama keluarga tercinta gue. Jaira 4 tahun lebih tua dari gue.

"Bara mana?" Tanya Jaira. Bara, dia adalah adik gue.

"Bentar lagi paling nyusul." Saut gue.

Gue berjalan mendekati sofa di ruang tamu dan mendudukan diri. Gue mengedarkan arah pandangan gue ke seluruh sudut rumah. Rumah gue sederhana banget. Gak ada yang namanya tingkat dua. Di dalamnya ada 4 kamar tidur, 1 dapur kecil, dan di tengah-tengah ada ruang tamu. Dapur gue bahkan sempit, untuk naruh kursi dan meja makan aja gak bisa. Jadi gak ada istilah makan bersama di keluarga gue. Selain kekurangan tempat, waktu setiap anggota keluarga gue juga beda-beda. Jadi kalau makan ya tinggal makan aja. Terserah mau dimana, mau di kamar, dapur, ruang tamu, ya silahkan yang penting makannya nyaman.

Setelah menunggu cukup lama, gue pun berteriak, "BARA! GUE KAN MAU MPLS, LO JANGAN NGEBUAT GUE TELAT KAMPRET!"

Ibu yang sedang berada di dapur mendengar teriakan gue, langsung menghampiri gue dan Jaira yang sedang berada di ruang tamu.

"Nala kamu udah siap? Ada yang kurang bawaannya? Jangan sampai kamu ketinggalan barang yang diperluin loh, ibu gak bisa bawain ke sekolah kamu. Ibu kan harus jaga toko sedangkan ayah kamu kerja."

Gue tersenyum dan mendekati ibu, "Udah lengkap bu. Ibu masak apa? Nala mau makan ya? Biar gak pingsan di sekolah."

"Iya iya makan sana. Banyakin makannya, biar kamu kuat di sekolah."

Gue pun segera menuju ke dapur dan ngambil nasi secukupnya. Tak lama kemudian, ibu nyusul gue ke dapur dan ngambil kotak nasi lalu menaruh sedikit masakan ibu ke dalamnya.

"Buat siapa bu?" Tanya gue.

"Buat kakakmu, dia kan sering lupa makan kalau gak dipaksa makan. Kamu mau ibu buatin juga?"

"Eh? Engga usah bu, palingan nanti dapet nasi bungkus di sekolah, hehee.."

"Ya udah lanjut makannya, ibu mau ngasi ini ke Jaira dulu trus manggil Bara biar cepet selesainya." Gue pun hanya mengangguk.

Setelah semua siap, Jaira, Bara, dan gue berpamitan dengan ibu. Kemudian kami berangkat sekolah dengan mobil satu-satunya milik keluarga Marcello. Mobil putih itu sering dipakai Jaira ke kampus dan gue dengan Bara biasa nebeng disana. Sebelum bener-bener pergi dari kompleks perumahan, gue mampir sebentar ke toko milik ibu di depan area kompleks perumahan, memang sengaja untuk mencari dekat jalan raya. Disana gue sama saudara gue berpamitan dengan ayah, karena di pagi-pagi sekali ayah harus membuka toko menggantikan ibu yang memasak untuk anak-anaknya.

Sekitar pukul 7.30 barulah ayah dan ibu bertukar posisi. Ibu yang menjaga toko dan ayah yang bekerja menjadi pegawai swasta. Setelah berpamitan, kami pun berangkat menuju sekolah Bara terlebih dahulu. Untung saja jalur sekolah kami memang satu arah, maka dari itu Jaira mau mengantar kami.

"Lo yang bener MPLSnya biar lo resmi diterima disini. Gak usah lo gaya-gayaan niru temen-temen lo, cukup belajar aja yang bener. Ngerti?" Nasehat Jaira setelah sampai di depan sekolah gue.

Gue mengangguk, "Nanti gue pulang gimana?"

"Lo kenapa gak mau pakek motor sih?"

"Belakangan elah, gue banyak bawa alat-alat nih. Males tau bawa motor, apalagi harus bonceng Bara. Mending kan nebeng sama lo, iya gak?"

Jaira menghela napasnya kasar, "Gue sibuk nanti, gue ada rapat panitia."

Gue menganggukan kepala mengerti, "Ya udah sono pergi! Gue udah tau jawaban lo bakalan gitu!"

"Makanya bawa motor!"

Gue segera turun dari mobil dan mendekati gerbang sekolah. Sebelum gue benar-benar menginjakan kaki di sekolah mewah dan megah itu, gue menarik napas dalam-dalam.

"Mungkin gue harus kuat buat sekolah di sekolah elite kayak gini. Hm, Corlie High International School," batin gue dalam hati. Kemudian gue masuk ke dalam sekolah.

***

Haii welcome again in my second story..
Hope you like it

Salam dari DACrii_ ^_^

Minggu, 28 Juli 2019

Jaira Marcello

Nalara Marcello

Bara Marcello

BOTHERSOME ✔️Where stories live. Discover now