21. The King : got her.

Start from the beginning
                                    

"Sabella, Sabella dimana ?"

Poppy terdiam. Ia tak bergeming.

"Poppy... gue mohon... Sabella dalam bahaya sekarang." Ucap Decan seraya memegang bahu Poppy.

"Dalam bahaya ?" Poppy menyerngit. Decan mengangguk cepat.

"Adam dalam perjalanan untuk nemuin Sabella." Poppy membelakkan matanya.

"Ok," ucap Poppy sambil menarik nafas.

"Sabella dirumah ayahnya di desa. Gue balakalan siap-siap."

"Lo disini." Ucap Decan tegas.

"Gak bisa, Sabella dalam bahaya !"

"Gue kesana buat nolong Sabella pop, gue mohon..."

"Tapi—"

"Please..."

Poppy mengangguk, "gue share lokasinya ke lo."

Decan mengangguk lalu berlari masuk ke dalam mobilnya. Ia mengeluarkan mobilnya dari pekarangan rumah Poppy lalu menghidupkan navigasi mobilnya yang terhubung dengan lokasi yang Poppy bagikan.

Butuh waktu hampir dua jam kesana, ia harus mengemudi dengan kecepatan penuh jika ingin cepat sampai.

***

Decan mengemudikan mobilnya dengan pelan, ia melewati jalanan kecil yang di sampingnya banyak lahan luas.

Tak sampai satu setengah jam ia akhirnya sampai di desa tempat rumah ayah Sabella. Desa kecil dengan rumah rumah kayu yang tampak sejuk dengan pohon rindang di halaman rumahnya.

Decan menyipitkan matanya, ia berencana untuk bertanya pada orang-orang di warung kecil tak jauh dari dirinya sekarang.

Ia keluar dari mobil, dan menuju warung tersebut. Orang-orang melihatnya dari atas hingga bawah, tampak asing dengan cara berpakaian Decan dan perawakan Decan.

"Pak... saya mau nanya." Ucap Decan.

"Iya." Sahut bapak yang sedang merokok di ujung.

"Itu pak, rumah Sabella dimana ya pak ?"

"Sabella teh siapa cik Tina ?" Ucap bapak yang lain yang sedang meminum kopi dengan segerombol bapak-bapak yang lain.

"Sabella anak Unio ? Yang mukanya teh kayak orang arab ?" Tanya wanita paruh baya yang dipanggil cik Tina.

"Ooh, yang kuliah di kota iye' ?" Bapak yang merokok tadi menyahut.

"Iya buk, yang itu."

"Rumahnya teh di ujung, kamu lurus aja nanti rumah besar yang berpagar itu rumahnya."

"Terimakasih buk, pak. Saya lanjut."

"Mangga mangga." Ucap bapak yang lain.

Decan keluar dari warung lalu kembali masuk ke dalam mobilnya. Saat melewati warung ia membuka jendela mobil dan mengangguk sopan pada orang-orang diwarung yang masih memperhatikannya.

Decan kembali mengemudi setelah itu. Tujuannya tetap satu, cepat sampai kerumah Sabella. Setelah beberapa menit mengemudi akhirnya rumah yang di sebut cik Tina tadi sudah nampak. Mobil Jeep Wrengler putih terparkir di depannya.

The Last Psycho's SlaveWhere stories live. Discover now