Wanita itu berpenampilan sangat berkelas dan modis. Mata coklatnya amat pantas bersanding dengan bulu matanya yang lentik. Aku terdiam saat menyadari bahwa wanita itu juga tengah memperhatikanku dengan tatapan menilai.
Aku agak kaget saat wanita itu mulai tersenyum ke arahku dan menyapa, "Selamat sore."
"Selamat sore," balasku sambil melangkah keluar dari elevator.
Kupikir dia akan langsung masuk ke elevator begitu aku keluar, tetapi kenyataannya tidak seperti itu. Dia tetap berdiri dan memperhatikanku keluar dari sana, bahkan mengabaikan pintu elevator yang telah tertutup.
"Apakah jam pulang anak sekolah memang sesore ini?" tanya wanita itu sambil menghadap ke arahku.
Aku memutuskan untuk berhenti melangkah dan berbalik ke arahnya. Mungkin memang aku harus berbicara dengannya sebentar. Lagipula aku juga tidak terlalu terburu-buru. Aku tidak perlu cemas jika wanita ini punya maksud buruk; ada CCTV di lorong dan lagipula aku memang sudah pernah melihat wanita ini bersama Ayah Arlan Pratama. Akan kuanggap bahwa wanita ini adalah kenalan ayahnya, jadi ku bukan berbicara dengan orang asing.
"Tahun ini saya ujian nasional, jadi sekolah mengadakan pemantapan dan kelas khusus," jawabku.
Wanita itu tampaknya sedang mencerna perkataanku, karena di detik berikutnya, dia langsung menganggukan kepalanya mengerti, "Oh, begitu."
"Iya," balasku.
Aku memperhatikan lorong dan pura-pura berpikir.
"Saya belum pernah melihat Tante. Apakah Tante baru pindah ke sini?"
Pertanyaan yang buruk, tetapi aku melakukannya untuk sekadar formalitas belaka. Berbasa-basi sedikit bukan hal yang buruk, kata Mama.
"Ah, tidak." Wanita itu mengelus tengkuknya, lalu tersenyum tipis. "Aku datang sebagai tamu."
"Oh, begitu."
Tidak ada apapun yang bisa dibahas lagi. Andai saja ini adalah fitur chat, aku pasti sudah mengirimkan stiker beruang itu kepadanya. Oh, atau mungkin tidak, mengingat usia kami terpaut jauh. Sepertinya itu bukan hal yang sopan.
"Alenna," panggil wanita itu.
Jangan tanya seberapa kagetnya aku terpanggil seperti itu. Maksudku, aku tidak tahu darimana dia mengenalku. Namun melihat dari lirikan matanya yang tertuju pada badge nama yang ada di seragamku, aku mulai mengerti darimana dia mengetahui namaku.
"Iya?" tanyaku.
"Kamu kenal Arlan? Kalian satu sekolah, kan?" tanya wanita itu.
"Iya," jawabku.
"Satu kelas?" tanyanya lagi.
"Uh, tidak," balasku.
Wanita itu mengangguk mengerti setelahnya. Apa lagi yang akan ditanyakan olehnya setelah ini? Apakah kami satu benang atau tidak?
Dia kembali bertanya, "Kenapa Arlan belum kembali ya?"
"Kelasnya mendapat kelas tambahan, tapi mungkin dia akan kembali sebentar lagi," jawabku sambil menyisipkan anak rambut ke belakang telinga. "Tante ini ...?"
Di saat yang sama, pintu lift terbuka lagi. Wanita itu melangkahkan kakinya ke dalam lift, lalu melemparkan senyum ramah, "Tolong sampaikan kepada Arlan, kalau ibunya sempat mampir."
Belum sempat aku mengatakan apapun, pintu lift itu tertutup.
Kemudian, aku menggali ingatanku lagi. Wanita yang kuingat sebagai Ibu Arlan saat pindah kemarin, bukanlah wanita ini. Dan bagaimana ada dua orang yang mengaku sebagai ibunya?
YOU ARE READING
LFS 2 - Red String [END]
Fantasy[Little Fantasy Secret 2] Alenna mungkin terlihat seperti anak SMP kebanyakan, kecuali satu hal yang membuatnya istimewa; Alenna bisa melihat benang merah takdir. Namun Alenna tidak menganggapnya sebagai anugerah yang berarti. Mendapat peringkat per...
The Twenty Nineth Thread - "Today is Something Precious"
Start from the beginning
![LFS 2 - Red String [END]](https://img.wattpad.com/cover/167548547-64-k308475.jpg)