"Cil, gue duluan ya."

"Bye Ra!" Pricilia melambaikan tangannya.

***

"Si bos kayak lagi patah hati gitu, kamu tolak cintanya?"

"Apaan sih, emang dia aja yang rada ga jelas. Kayak gak tahu pak Faiz aja." Kilah Aurora yang berjalan disebelah Dean.

Dean tertawa ringan dan menghentikan langkahnya saat melihat supir yang tadi menjemput Aurora berjalan cepat ke arah mereka.

"Den, ini hp non Aurora ketinggalan di mobil tadi."

"Makasih ya pak." Ucap Dean menerima ponsel Aurora dari supirnya dan langsung menyerahkannya pada Aurora .

"Lain kali jangan ceroboh." Dean menepuk kepala Aurora yang membuat gadis itu hanya mengangguk singkat.

"Kita mulai acaranya ya, kamu harus berdiri di sampingku." Dean menyodorkan lengannya yang membuat Aurora langsung paham.

Gadis itu melirik seseorang yang sedang memperhatikannya sebelum menerima permintaan Dean dan berjalan bersama lelaki itu, mengabaikan betapa hancurnya hati Faiz saat ini.

MC yang berdiri di depan memulai acara dengan meriah hingga tiba pada acara terpenting yaitu sambutan CEO sekaligus pengenalan Aurora pada seluruh hadirin degan skema acara yang telah Dean susun sedemikian rupa.

Dean berjalan bersama Aurora di sampingnya yang memilih tak lagi menggandeng lengan Dean dan Dean tak marah akan hal itu.

"Selamat pagi, terima kasih atas kehadiran saudara-saudara pada pagi hari ini, seperti tahun-tahun sebelumnya, Bagaskara Publishing tidak pernah absen mengadakan perayaan ulang tahun perusahaan yang bertujuan untuk terus memotivasi kita semua agar terus berbenah dan menjadi semakin baik seiiring bertambahnya usia perusahaan ini. Saya sampaikan terima kasih kepada semua yang sudah berkontribusi dan tak lelah mendukung Bagaskara Publishing hingga menjadi salah satu penerbit Mayor terbaik di Indonesia."

Suara gemuruh tepuk tangan membuat Dean menjeda sambutannya , lelaki itu tersenyum lalu kembali melanjutkan apa yang ingin ia sampaikan.

"Kita semua tahu, bahwa Bagaskara Publishing sudah banyak mencetak buku, novel dan karya sastra lain dari para penulis hebat tanah air, namun pada kesempatan kali ini, saya sebagai CEO Bagaskara Publishing ingin mengenalkan pada kalian penulis terbaik kami, penulis yang berhasil membuat salah satu produser tertarik dengan naskahnya untuk dijadikan film yang akan tayang pada layar lebar seluruh Indonesia, Laudya Aurora."

Aurora menganggukkan kepalanya dan memberikan senyum terbaik menyambut tepuk tangan dari semua orang. Ia melirik Dean kesal yang hanya menyunggingkan senyum kemenangan.

Setelah menyelesaikan sambutannya dan memperlihatkan contoh novel karya Aurora pada semua orang yang sudah di susun rapi pada stan khusus di sudut aula, Dean kini berjalan mendekati Aurora yang menatap kesal padanya.

"Kok kamu gak bilang apa-apa, aku kayak orang bodoh tadi!"

Dean tertawa lalu memberikan segelas minuman pada Aurora. "Bilang tentang?"

"Ya tentang naskahku yang di lirik produser, terus tentang acara ini, ya ampun! ini lebih mirip acara khusus perayaan untukku daripada acara ulang tahun perusahaan."

"Sekali dayung dua tiga pulau terlampaui." Dean memamerkan senyum tak berdosanya "anggap aja ini kejutan dari Bagaskara Publishing dan juga--"

"Ara, kita harus bicara!" Tiba-tiba saja lengan Aurora di tarik paksa oleh Faiz yang baru saja datang mengganggu obrolan antara Aurora dan Dean.

"Pak, lepaskan saya! Malu dilihat orang." Aurora mencoba melepaskan dirinya dari Faiz yang hanya sia-sia.

"Kalem bro, gue gak setuju kalau Lo kasar sama Aurora." Dean menatap Faiz penuh peringatan yang membuat Faiz tak peduli.

"Ikut atau kucium kamu disini?!" Ancam Faiz yang terdengar nekat namun mampu membuat Aurora menurut setelah melihat sorot keseriusan pada mata Faiz.

Dean mendesah melihat Aurora yang pergi bersama Faiz, ia meminum hingga tandas minumannya lalu memilih untuk pergi menemui tamu-tamunya.

***

"Pak Faiz, lepas!"

"Apa salahku sama kamu, Ra?!" Faiz membawa Aurora pada lorong sepi dan memojokkan gadis itu ke dinding.

Aurora mendongak, menatap mata Faiz lalu tersenyum sinis. "Gak ada, aku aja yang terlalu bodoh sempat percaya sama kamu."

"Dan aku masih menjaga kepercayaanmu, jadi gak ada alasan kamu terus menghindar begini."

"Aku gak menghindar, aku hanya berusaha sadar diri--"

"Sadar diri untuk apa?! Sebelumnya hubungan kita baik-baik aja." Geram Faiz.

Aurora mendorong Faiz agar sedikit menjauh darinya. "ya, sebelumnya memang baik-baik aja dan semua berubah setelah aku sadar kalau nyonya Hasan hanya menatapku seperti sampah!"

"Anda hanya akan merusak harga diri keluarga anda jika terus mengejar saya." Aurora yang hendak beranjak pergi langsung di cegah oleh Faiz dengan memeluk erat dirinya.

"Maaf, Ra. Aku mohon."

Aurora hanya diam, tak ingin membalas pelukan Faiz ataupun berusaha menghindar.

"Anggap semua tidak pernah terjadi." Kalimat uang meluncur begitu saja dari bibir Aurora membuat Faiz membeku. Ia melepaskan pelukannya lalu menatap Aurora sendu

"Kita lupakan semuanya lalu memulai lagi dari awal karena tujuanku masih sama aku ingin kamu menjadi--"

"Melupakan semuanya bukan berarti bisa memulai dari awal." Aurora melepaskan dirinya dari Faiz lalu segera pergi dari sana. Sementara Faiz hanya bisa menatap kedua tangannya yang kosong seraya menunduk sedih, semarah itukah Aurora padanya?

Aurora yang sudah memasuki lift, menyandarkan punggungnya lalu tertawa sumbang saat jarinya bergerak mengusap titik air mata yang jatuh tanpa seizinnya.

"Bodoh! Faiz bodoh!"

Tubuh Aurora merosot, ia menangis  menyembunyikan wajahnya di antara lutut, Aurora tak terima dengan dirinya sendiri yang mulai merasa sakit setiap kali berusaha menolak kehadiran Faiz.

Tubuh Aurora merosot, ia menangis  menyembunyikan wajahnya di antara lutut, Aurora tak terima dengan dirinya sendiri yang mulai merasa sakit setiap kali berusaha menolak kehadiran Faiz

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
My Boss!Where stories live. Discover now