二十一

5.2K 999 93
                                    

Yang kangen Baginda Raja Shuu Pakyu NGACUNG

Yang kepo hubungan Odie dan Keita klik ⭐ vote biar cerita ini jadi twinkle twinkle lil star

Yang suka ayam goreng komen 'KaEfChi', 'MekDi', 'RyChisZ', ato 'Sabana'

Happy reading, rakyatnya Shuu 🤪

Kembali ke Kemang. Kembali ke rumah Keita. Hanya sehari meninggalkan rumah ini dan semuanya masih sama. Rimbunan tanaman sereh di taman selalu menjadi poin utama yang tertangkap mata. Lalu pohon mangga tua yang mulai menampakan bakal buah. Asri sekali untuk ukuran rumah yang diisi oleh seorang bujangan. Bujangan kaya, tepatnya. Keita nggak perlu menyingsingkan lengan baju dan mengotori kuku jari demi menghasilkan taman seelok ini. Dia nggak kekurangan uang untuk memberdayakan pekerja lokal. Bisa saja taman ini hasil kreasi seorang arsitek, bukan hanya buah imajinasi Keita.

"Halo!" Sapaku saat masuk rumah. Lengang seperti nggak dihuni.

Kemana perginya semua makhluk bernyawa di sini?

Aku terus berjalan menyusuri ruang tamu, lalu masuk ke ruang tengah yang terkoneksi ke kebun belakang. Melalui pintu kaca, aku menemukan mereka. Keita dan para kesayangannya berkumpul di tengah kebun disirami sinar matahari pagi. Keita duduk di atas rumput dan didekatnya ada ayam-ayam yang makan dari umpan yang dia sebar nggak begitu jauh. Taro tidur persis di sebelah kanan Keita sambil mengamati keributan para ayam. Majikannya para majikan, si pakyu hitam putih, asik menarik-narik satu kantong plastik putih di belakang Keita.

Otomatis senyumku mengembang. Jadi begini tingkah bosku bersama peliharaannya. Pantas saja Keita berwajah awet muda. Cara refreshing yang mencegah stres versinya benar-benar murah dan dekat.

Dunia nggak adil, pikirku. Keita kaya, tampan, pintar, baik hati, dan dia punya kulit yang bagus. Semua yang diharapkan ada pada diri manusia didapatkannya karena takdir begitu baik kepada Keita. Menilik diriku sendiri. Nggak kaya, nggak cantik, nggak pintar, nggak baik hati, dan nggak mempunyai kulit bagus jika nggak berlangganan facial. Takdir lebih senang mengujiku dengan kesusahan, alih-alih kemewahan.

Keita menyadari kelakuan Shuu dan mengambil kantong plastik yang dimainkan Shuu. Saat itulah dia menyadari keberadaanku. Keita mengangkat tangannya dan melambai ceria. Jaga hati, niatku. Keita baik ke setiap makhluk hidup. Ingat itu. Dia baik pada hewan dan manusia, jadi jangan tergoda senyumannya.

"Aku pikir kamu udah berangkat kerja," kataku begitu menghampiri mereka.

"Saya datang siang. Saya sudah beri tahu Kylie."

"Bisa gitu datang siang? Bos kamu nggak marah?"

"Bos? Marah?"

Apa pertanyaanku susah dipahami?

"Iya, bos kamu nggak marah? Orang Jepang nggak suka telat kan?"

Keita menatapku lama dengan alis mengerut di tengah. Bibirnya menipis sambil menelengkan kepala sedikit. Aku dibuat kikuk. Perasaan pertanyaanku biasa saja. Apa segitu susah ditangkap maksudnya?

"I think your boss will be angry if you come late. Japanese men don't like late, do they?"

Keita mengangkat kedua alisnya dan memberiku tatapan geli. Apa yang lucu? Aku di sini mendadak salting karena dia merespons lama sekali. Keita yang biasa bawel dan senang talking talking Indonesian yang diam adalah ketidakwajaran.

"Saya pikir kakek saya tidak marah."

"Kenapa sebut kakek kamu?"

"Kakek saya..." Keita diam dan mengalihkan tatapannya ke langit.

GabbleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang