Part 3. RUMAH BARU, HIDUP BARU

280 14 2
                                    

Halo ... sebelum baca yang jauh harap follow dulu ya eLLesmana dan tekan vote di bawah kiri layar HP kalian. Enjoy reading ....



Aku bangun pagi-pagi sekali, membantu Ibu di dapur menyiapkan sarapan untuk Bapak dan Mas Rendra. Sekitar pukul 05.30 pagi semuanya telah siap untuk dinikmati bersama. Rasa lelah dan kantuk masih terus menghantam meski telah terpejam sesaat. Aku melihat Mas Rendra baru saja terbangun, langkahnya gontai dengan handuk berada di pundak. Aku tersenyum dan menyapanya, “Sudah bangun, Mas. Mandi dulu, gih!”

“Sebentar, Dek ... masih dingin ini.”

“Oh, ya sudah, di kamar mandinya juga masih ada Bapak.”

Kemudian Mas Rendra terduduk pada bangku kayu sederhana di pinggir meja makan. Aku mendekatinya, tanganku meraih bangku satu lagi untuk duduk.

“Mas,” lirihku.

“Hem?”

“Nanti Mas bicara sama Bapak, ya?”

“Bicara apa?”

Sepertinya Mas Rendra lupa tentang topik yang semalam aku bahas. Atau mungkin pikirannya belum terkumpul semua sehingga ia lupa? Yang jelas, raut wajahnya sangat-sangat iba jika orang lain melihatnya, matanya terus saja terpejam meski beberapa kali berusaha membuka saat bicara denganku.

Aku membiarkannya beristirahat sejenak untuk mengumpulkan sisa-sisa nyawanya. Beberapa saat kemudian Bapak keluar dari kamar mandi. Aku menyuruh Mas Rendra untuk segera mandi agar lebih segar tampilannya.

Sendok dan garpu beradu di atas piring, masih memainkan nasi goreng dan telur mata sapi yang sedari tadi di depan mata. Aku menatap Mas Rendra, kelihatan bernafsu sekali untuk menghabiskan sarapannya. Aku menoleh ke arah Ibu dan Bapak, mereka pun tak kalah nafsunya saat menyantap nasi goreng.

“Kamu kenapa enggak makan? Enggak suka?” tanya Ibu.

Baru saja aku tersadar kalau Ibu memperhatikanku sejak tadi. “Suka kok, Bu. Ini kan aku yang bikin.”

“Terus kenapa enggak dimakan?” timpa Bapak mendukung ucapan Ibu.

Aku terdiam sesaat, menatap Mas Rendra yang tidak ada henti-hentinya mengunyah. “Anu ... Bu-Pak.”

“Kenapa? Ayo cerita sama kita,” paksa Bapak.

“Ya sudah, kamu abisin dulu aja makannya. Nanti cerita,” sahut Ibu.

Aku bergeming. Kemudian menolehkan pandangan ke sisi, menatap Mas Rendra. Pelupa banget sih, baru juga semalam dibicarakan, sekarang malah sibuk makan. Aku terus saja bergumam dalam hati meski mulut sibuk mengunyah.

Beberapa menit kemudian aku telah menghabiskan nasi di atas piring. Kakiku menendang pelan ke kaki Mas Rendra. Kini ia menatapku tajam.

“Cepetan, bilang!” lirihku dengan memendam kesal, mataku terbuka lebar-lebar.

“Astaga ... aku lupa!” Mas Rendra menepuk keningnya.

“Kalian kenapa, sih? Pagi-pagi sudah ribut.” Bapak tertawa kecil melihat kelakuan kami berdua. “Kalau mau cerita, ya silakan cerita.”

Aku menggelengkan kepala ke arah Bapak. Sementara mata masih melotot ke arah Mas Rendra. Semoga saja dia paham maksud dari menggelengkan kepalaku.

“Jadi begini, Pak ...” Mas Rendra mulai mengatakan sesuatu. “Kami mau mengontrak saja rencananya. Kira-kira Bapak sama Ibu setuju enggak?”

“Loh, memang kenapa kalau tinggal di sini, Mas?” tanya Ibu. Aku melihat matanya, dari sorot pandangannya bisa kutebak kalau beliau kurang setuju dengan rencana ini. Tapi, mau bagaimana lagi, aku tak ingin merepotkan keluarga melulu.

HILANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang