***

20:05, Kediaman Keluarga Al-Hasan.

Aurora yang tadi di jemput oleh seorang sopir suruhan Fatma, kini sudah berdiri di depan rumah besar dam mewah dengan pintu yang langsung di buka oleh seorang pelayan dan mengarahkannya untuk menuju meja makan . Faiz yang hendak berdiri menyambut Aurora mengurungkan niatnya ketika Fatma lebih dahulu menginterupsi.

"Kemarilah, kami sudah menunggumu." Ujar Fatma dengan sebuah senyuman yang sempat membuat Aurora terkejut, ekspresi serta sikap yang benar-benar berbeda dari yang ia terima saat di kantor tadi pagi.

Mengabaikan tatapan semua orang, Faiz beranjak dari duduknya dan langsung menarikkan kursi untuk Aurora agar duduk di sampingnya, berseberangan dengan Anna yang duduk di depan Faiz.

"Ini adalah sekretaris Faiz, kebetulan mama mengundang dia karena tadi tidak sengaja ketemu di kantor." Ujar Fatma

"Kita pernah bertemu nak, apa kau ingat?" Firdaus terkekeh kecil yang di balas anggukan oleh Aurora.

Fatma mengabaikan keramahan suaminya terhadap Aurora , wanita itu menatap Anna lembut lalu beralih pada Aurora

"Kenalkan, dia Anna. Dia--"

"Apa makan malamnya sudah bisa dimulai?" Faiz memotong ucapan Fatma untuk yang pertama kalinya, bahkan raut terkejut tak bisa disembunyikan oleh Fatma sendiri maupun Anna dan Firdaus.

"Mari kita makan." Firdaus memecah keheningan yang sesaat terasa tak nyaman.

Dentingan piring dan sendok yang terdengar membuat Aurora semakin tak nyaman, apalagi lirikan Fatma yang beberapa kali terlihat sinis padanya membuat Aurora ingin segera menyelesaikan sesi makan malam ini dengan cepat, bahkan Aurora masih belum mengerti kenapa dirinya diundang makan malam bersama keluarga Faiz, apa itu ada kaitannya dengan lamaran Faiz tadi pagi? Jika benar, maka bisa dipastikan ini bukan hal baik, mengingat bagaimana sikap ibu Faiz terhadapnya.

"Aurora."

Aurora mendongak lalu menatap Fatma yang tadi memanggilnya "ya?"

"Dimana keluargamu?"

"Keluarga saya ada di Kalimantan, saya tinggal sendiri di Jakarta." Jawab Aurora setenang mungkin.

"Anak perantauan ya? Kalau Anna baru lulus dari Kairo dan sekarang sedang mengajar di pesantren milik yayasan keluarga kami. Dia juga sudah seperti anak sendiri, dari kecil bahkan dia selalu bersama Faiz."

Aurora hanya tersenyum, kalimat yang jelas membandingkan dirinya dengan Anna membuat Aurora tersinggung. Aurora sadar, dirinya seperti Upik abu diantara mereka yang jelas memiliki status sosial tinggi, keluarga elit dan pasti juga tak akan pernah selevel dengan dirinya.

"Kami selalu berharap Anna bisa menjadi bagian dari keluarga kami, pilihan terbaik keluarga, kebetulan orang tuanya rekan bisnis lama dengan keluarga kami." Lanjut Fatma semakin terdengar tak menyenangkan "Oh ya, apa pekerjaan orang tuamu?"

"Ayah saya pensiunan tentara." Aurora menghentikan tangannya saat hendak memotong daging di piringnya.

"Wow, kamu anak seorang prajurit ternyata, itu hebat, nak." Sahut Firdaus

"Sudah pensiun ,pah." Sambung Fatma cepat

"Memangnya kenapa? Prajurit tetap prajurit, pensiun hanya status saja, jiwanya masih sama, masih seorang prajurit bangsa dan itu hal yang hebat." Jawab Firdaus santai.

"Ah, tetap saja pensiunan, memangnya apa yang bisa dibanggakan?"

"Mah!" Faiz meletakkan sendoknya dengan keras hingga suara dentingan yang beradu dengan piring membuat semua orang terkejut.

"Cukup, mah!" Faiz berdiri, ia menatap Aurora yang menunduk menahan tangisnya.

"Aku antar kamu pulang,"

Aurora yang beranjak dari duduknya langsung ditarik oleh Faiz agar segera pergi dari sana. Sementara Anna yang melihat itu hanya bisa diam begitupun Fatma, berbeda dengan Firdaus yang nampak marah.

"Fatma! Apa kamu sadar dengan ucapanmu tadi?! Sejak kapan kamu menjadi arogan seperti ini?!" Firdaus memijit pelipisnya lalu pergi dari meja makan, ia tak menyangka istrinya akan sekejam itu pada Aurora.

***

"Ara bisa pulang sendiri." Aurora mengusap kasar air matanya.

"Enggak, aku yang antar."

Aurora menggeleng dan langsung berlari meninggalkan Faiz yang tentu mengejarnya, bersyukurlah karena Aurora langsung menemukan taksi yang segera membawanya pergi.

"Ara!" Faiz mengayunkan kakinya menendang angin sebagai bentuk kekesalannya, ia segera kembali ke mobilnya dan melajukannya dengan cepat, berusaha agar masih bisa mengejar taksi yang membawa Aurora pergi .

"Kemana neng?"

"Bandara pak." Jawab Aurora tanpa keraguan.


" Jawab Aurora tanpa keraguan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
My Boss!Where stories live. Discover now