"Jadi, kamu udah selesai skripsiannya, Sab?"

Sabrina mengangguk. "Udah, Bu. Udah sidang. Sekarang tinggal ngerjain revisi," jawabnya.

"Ooh, gitu. Bagus deh kalo sidangnya lancar. Bangga deh ibu alumni sini ada yang sarjana Ilmu Perputakaan," balas Bu Gita sambil tertawa. Ia mengembalikan sehelai kertas yang sudah ditandatangani kepada Sabrina. "Nih, udah."

Sabrina tersenyum. "Makasih banyak ya, Bu," ucap Sabrina.

"Sama-sama. Semangat ya, anak muda harus semangat!" balas Bu Gita dengan senyum sumringah.

Sabrina mengangguk. "Makasih Bu, saya duluan ya, Bu," ucapnya yang dibalas dengan anggukan wanita di hadapannya.

Sabrina melangkah keluar perpustakaan. Ia melihat ramai siswa-siswi berseragam putih abu berjalan menuju gerbang sekolah. 

Ia sudah mendapat surat yang dibutuhkannya, tapi kini rasanya terlalu cepat untuk pulang. Ia pun memilih untuk berjalan sepanjang koridor yang mulai sepi.

Setelah ia ingat, selama ia mengambil data skripsi di sini, ternyata ia tidak pernah mengelilingi sekolahnya begini. Karena ia selalu datang dan pulang saat kegiatan belajar mengajar masih berlangsung, jadi tidak enak untuk mondar-mandir keliling sekolah.

Sabrina terus melangkahkan kakinya sampai ia berhenti di depan ruang kelas dengan papan bertuliskan 10-B.

Tiba-tiba pikirannya dipenuhi oleh memori yang menyerang masuk tanpa izin. Mungkin, ini alasannya dulu memilih untuk tidak berjalan-jalan mengelilingi sekolahnya.

Ia mengintip ke dalam ruang kelas tersebut dan ternyata kosong. Tangannya memaksanya untuk meraih kenop pintu kelas tersebut.

Ia sibuk bertanya kepada dirinya, apa ia ingin menyiksa dirinya dengan memori lebih parah lagi?

Namun tangannya tetap membuka pintu kelas tersebut, langkahnya menuntunnya masuk.

Ia menatap lekat-lekat sisi demi sisi ruang kelas tersebut. Matanya berhenti pada sepasang kursi yang bersebelahan.

Ia hapal betul, itu letak kursinya saat kelas sepuluh dulu.

Ia berjalan mendekati kursi tersebut, lalu duduk di atasnya. Ia menoleh ke kursi di sebelahnya yang kosong. Dulu, saat ia kelas sepuluh semester satu, kursi tersebut juga kosong. Namun, di semester berikutnya, seseorang mengisinya.

Dan orang tersebut, masih mengisi ruang yang cukup besar dalam hatinya.

Sabrina masih ingat hari pertama orang tersebut memasuki kehidupannya. Saat itu, semester dua kelas sepuluh. Waktu yang masih wajar untuk seseorang pindah sekolah. Dan orang tersebut salah satunya. Sabrina masih ingat saat orang tersebut memperkenalkan dirinya di hadapan kelas, sedangkan saat itu ia hanya melamun tidak peduli. Sabrina tersenyum.

"Apa kabar?" ucapnya kepada kursi kosong di sebelahnya.

Tak lama, ia menepuk dahinya sendiri karena merasa bodoh berbicara sendiri seperti orang yang sedang berhalusinasi. Ia menaruh dahinya ke atas kedua tangannya yang terlipat di atas meja -- hal biasa yang ia lakukan ketika ingin me-'waras'-kan pikirannya.

"Kreek... " Sabrina mendengar suara pintu terbuka. Mungkin ada seorang siswa ingin mengambil barangnya yang tertinggal, pikirnya. Ia pun mendongak dan berniat untuk keluar dari kelas tersebut.

Namun anehnya, yang ia lihat adalah orang yang daritadi ia bayangkan. Orang tersebut kini dengan santainya sedang berjalan ke depan kelas.

Sabrina mengerjapkan matanya, mencoba memastikan apakah ia berhalusinasi atau tidak.

"Nama gue Erlangga. Panggil gue Angga." Ucap lelaki yang sedang berdiri di depan kelas tersebut, seakan-akan sedang memperkenalkan dirinya kepada seluruh kelas, seperti dulu saat 7 tahun yang lalu.

Sabrina melebarkan matanya. Apakah yang dia lihat dan dengar ini nyata?

Lelaki tersebut mulai berjalan ke arah Sabrina yang masih mematung. Gadis itu tidak tahu harus bagaimana, karena jantungnya sedang sibuk memompa lebih dari biasanya, dan otaknya sedang sibuk membedakan mana yang nyata dan tidak.

Tanpa gadis itu sadari, lelaki tersebut telah menarik kursi di sebelahnya, lalu duduk. Ia menoleh ke arah Sabrina, dan tersenyum, seakan-akan meyakinkan gadis tersebut, ini nyata.

Ia menyelipkan rambut gadis tersebut yang terurai ke belakang telinganya. "Gue bakal duduk di sebelah lo. Dan lo bakal nemenin gue seumur hidup gue. Oke?"

epilogue - end.





























illustration by garuu__ (instagram)

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

illustration by garuu__ (instagram)

24.08.19

A Riddle Upon UsWhere stories live. Discover now