Chap - 5

719 90 7
                                    

Iringan musik gitar klasik Levin kali ini sepertinya tidak berpengaruh apa pun pada Sita

Oups ! Cette image n'est pas conforme à nos directives de contenu. Afin de continuer la publication, veuillez la retirer ou télécharger une autre image.

Iringan musik gitar klasik Levin kali ini sepertinya tidak berpengaruh apa pun pada Sita. Meskipun Levin menyanyikan setiap bait lagu White Lion yang berjudul you're all I need dengan sangat merdu, meskipun Sita mengerti makna lagu tersebut, tetapi ia hanya senang berbaring di atas paha kekasihnya sambil memelintir telinga boneka kelincinya.

Bukan berarti ia tak senang dengan suara Levin yang serak merdu, hanya saja, ia tidak tahu harus bertingkah laku seperti apa di hadapan Levin setelah insiden tiga minggu lalu. Pikirannya kacau, buntu dan sesungguhnya ia ingin minggat saja. Merasa malu di hadapan kekasihnya sendiri. Namun kenyataannya, ia tidak mungkin semudah itu saja lari dari situasi yang membuatnya merasa sangat berdosa.

"I want to hold and kiss her,

Give her my love, wondering why...

She doesn't know... she doesn't know..."

Levin menghentikan petikan gitarnya tiba-tiba. "Kok diem terus sih dari tadi? Biasanya ikutan nyanyi!" tanyanya pada Sita yang masih senang memelintir telinga Bunny (nama boneka kelincinya).

"Teruskan saja, kali ini aku hanya ingin mendengarmu bernyanyi."

Itu adalah alasan Sita membuat Levin terpaksa menarik napas panjang, lalu menyandarkan gitar pada sofa yang menjadi sandaran punggungnya.

"Kenapa berhenti?" tanya Sita

"Aku nggak mau nyanyi lagi kalau sikap kamu seperti ini terus."

Sita memandangi wajah Levin, berprasangka bahwa―sepertinya Levin menyadari perubahan sikapnya beberapa hari ini. "Memangnya kenapa dengan sikapku?"

"Nggak kaya biasanya. Aku lihat kamu berperilaku aneh beberapa hari ini." Sita mengerutkan keningnya dengan cepat setelah mendengar kalimat Levin. "Kamu lebih sering diam dan berkeluh kesah sendiri, menolak ajakanku untuk pergi dan jarang di rumah." Levin diam sebentar lalu ikut membelai Bunny dan melanjutkan kalimatnya. "Kaya ... nggak punya semangat hidup."

"Levin!" Sita dengan senang hati membelai dagu Levin menggunakan jari-jari tangannya yang lembut dan tercium harum. "Maaf, kalau sikapku ini bikin kamu nggak nyaman. Entah kenapa, beberapa hari ini aku merasa nggak sehat. Aku―"

"Apa yang terjadi? Kamu sakit?"

"Hmmm ... enggak, cuma―" butuh waktu.

Sita butuh waktu hanya untuk merangkai jawaban yang tepat dari pertanyaan sesimpel itu. Jika saja ia tidak berada di pangkuan Levin saat ini, ia ingin meremas-remas kepalanya, menarik-narik rambutnya hingga botak, memukul-mukul dadanya dengan benda sekeras batu, kemudian menjerit sekuat tenaga untuk menumpahkan penyesalan yang barangkali saja dapat merenggut kebahagiaannya seumur hidup. Dan apa yang harus ia lakukan selain hanya diam, menutup mulut agar tak ada pihak lain yang tahu tentang apa yang sesungguhnya telah terjadi padanya.

Konflik yang bisa melibatkan orang banyak dan menghancurkan dirinya sendiri. Karena Levin tak boleh tahu soal itu. Itu sebabnya, ia bertanya-tanya setiap malam―sampai kapan ia harus terus bersembunyi seperti ini.

Cinta Butuh JeraOù les histoires vivent. Découvrez maintenant