Chap - 8

678 91 29
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Sita bisa merasakan tubuh Anis melemas, dilihatnya wajah sahabatnya itu terdiam tak membuka mulut. Wajahnya sekejap berubah merah dan akhirnya air mata itu jatuh. Anis memegangi kedua pundak Sita yang basah dan gemetar.

"Sekarang kamu memfitnah calon suamiku?" Sita menggeleng, tidak berani menatap mata Anis. "Katakan kalau ini semua nggak benar."

"Anis maafin aku, kami nggak sengaja melakukannya."

Anis mengisak, berusaha untuk tidak percaya. "Sita, apa kamu lupa kalau aku akan segera menikah?" Sita menggeleng lagi. "Kalau aku nggak memergoki testpack-mu, apakah kamu akan diam dan menyembunyikan hal ini selamanya?"

"Kumohon, Nis. Aku sama sekali nggak punya niat untuk menggagalkan pernikahanmu."

"Tapi kamu sudah menggagalkannya."

"Enggak—"

"Kamu sudah mengkhianatiku."

"Anis, please! Ini nggak seperti yang kamu pikirkan."

"Dan calon suamiku juga. Galih. Dia juga mengkhianatiku."

Sita meringis semakin kuat, tangisannya tak sebanding dengan kekecewaaan yang dialami sahabatnya. "Aku nggak pernah mengkhianatimu. Kumohon maafkan aku ...."

"Yah, benar, ini pasti mimpi. Kamu sahabat baikku, 'kan? Mana mungkin Sitaku tega mengkhianati sahabatnya sendiri."

Sita berusaha memeluk Anis, tapi Anis menampiknya. Tak ada lagi yang bisa dikatakan, karena tenggorokanya terlanjur tercekat. Bernapas saja sulit baginya. Pandangan Anis kosong, menggila. Ia berusaha untuk bangun dari mimpi, tapi itu semua gagal. Ia tahu ini adalah kenyataan. Ada petir berskala besar menghantamnya tanpa ampun. Ia tahu bagaimana nasib pernikahannya ke depan hanya dari pengakuan Sita—sahabatnya sendiri.

Tubuhnya lemas seketika dan bahkan kakinya tak sanggup menapak, ia terperosot dan meringkuk ke lantai dengan kedua tangan belum bisa lepas dari Sita. Ia butuh seorang sahabat untuk membuatnya tenang, tapi apalagi yang bisa diharapkan dari Sita yang telah turut andil mengacaukan pernikahannya. Sita mencoba memeluknya, tidak berhenti meminta maaf, bahkan ia bersumpah akan membuang janin di dalam perutnya meski nyawa menjadi taruhan. Asalkan pernikahan mereka terselamatkan. Asalkan sahabatnya ini tidak menderita.

Namun, Anis tidak dapat mendengar itu semua. Yang bisa ia lakukan hanya menjerit histeris sampai tubuhnya tergeletak di lantai dan basah karena air mata, lalu ia pergi. Berlari entah ke mana—tanpa tujuan.

***

Hingga sekarang Galih tidak bisa percaya. Peristiwa malam itu masih saja menggerayangi pikirannya. Seharusnya ia tidak minum sampai mabuk, seharusnya ia menuruti kata-kata calon istrinya untuk tidak menyentuh minuman beralkohol. Akibat kecelakaan itu, Galih jadi tidak bisa berkonsentrasi mengenai apa pun. Pernikahannya akan datang beberapa hari lagi, dan menyembunyikan sesuatu yang sangat besar adalah beban terberatnya dalam hidup.

Cinta Butuh JeraWhere stories live. Discover now