Chap - 1

2.1K 194 80
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Hai, Thorjid bakal publish cerita ini sampai tamat karena kontrak di platform sebelah udah habis. Alhamdulillah cerita ini dapat banyak pembaca di platform cabaca, dan semoga kalian juga suka sama cerita ini ya.

Jangan lupa VOTE dan Komentarnya

----------------------------


Sore itu, Galih merasa bahwa pekerjaannya di kantor terlalu banyak menyita waktu. Seharusnya ia bisa pulang sebelum jam empat sore kalau saja rekan kerja samanya yang merupakan kontraktor swasta itu tidak minta meeting dadakan. Padahal pembahasan soal proyek pembangunan dermaga masih bisa dilanjutkan esok hari.

Tangan Galih sibuk memasukkan barang-baran pribadi ke dalam ransel ketika ia menjepit ponselnya di antara bahu dan telinga sembari menjawab telepon dari Anis. "Iya, Sayang ... kamu tunggu dua puluh menit, ya? Ini aku lagi OTW jemput kamu, kok."

Terkadang, orang yang sedang kasmaran memang tampak tidak waras. Galih tersenyum sendiri pasca menutup telepon dari sang calon istri. Ya, Galih memang secinta itu pada Anissa hingga raut wajah euforianya menjadi bahan olok-olok teman satu ruangannya di kantor. Itu sudah menjadi hal biasa bagi Galih. Semua orang yang ada di ruangan itu tahu kalau Galih adalah tipe pria lupa diri kalau sudah berurusan dengan yang namanya cinta dan Anis.

Pria dengan rambut potongan undercut itu melengos dengan senyum sekadar ketika teman-temannya mencibir menggunakan kata-kata candaan. Tentu saja ia tidak sempat menanggapi omongan mereka. Galih menggantung tas ranselnya di bahu kanan seperti prajurit yang membawa senjata saat langkahnya terburu keluar dari kantor menuju parkiran mobil. Begitu ia duduk di atas jok kemudi, Galih menyalakan mesin lantas melajukan mobil Mercy tiger merahnya lantas dengan cermat membelah jalanan Jakarta yang dirundung kemacetan.

***

Anis melangkahkan kaki keluar dari toko bakery tempat ia bekerja. Ada kelegaan napas tatkala sinar matahari sore menyambutnya hangat. Ia menyempatkan diri menengok ke belakang. Lantas tersenyum sendiri, menyadari bahwa beberapa minggu lagi ia akan meninggalkan tempat ini.

Kini, gadis berambut lurus panjang sepungggung itu memusatkan perhatian pada trotoar, tempat di mana biasa ia menunggu angkutan umum. Dan tentu saja, tempat di mana biasa ia menunggu lelaki pujaannya datang menjemput.

Dari jarak tiga puluh meter, Anis sudah bisa melihat mobil berwarna merah benderang milik Galih tengah berupaya melewati kemacetan yang tak terlalu parah. Ia tersenyum saat Galih berhasil menghentikan mobil tepat di hadapannya.

Tanpa perlu berpikir keras, Anis langsung masuk, memerosotkan diri di jok kesukaannya sementara tangan kiri Galih memasukkan persneling sembari menyapanya hangat bak mentari sore.

Mobil Galih adalah Mercy tiger klasik produksi tahun 1980. Waktu Galih masih duduk di semester dua perkuliahannya, ayahnya memberikan mobil itu sebagai hadiah ulang tahunnya yang ke sembilan belas. Ia menabungkan uangnya sedikit demi sedikit untuk membuat mobil tua itu tampak lebih bersih, keren, dan sempurna. Ia mengganti semua joknya dengan warna hitam mengkilap berbahan kulit, memasang layar sentuh di dasbornya, ia juga memasang speaker di setiap pintu bagian dalam. Sehingga setiap ia menyalakan musik, telinga akan dicekoki suara menggema dari bass speaker yang bergetar-getar.

Cinta Butuh JeraWhere stories live. Discover now