The Twenty Seventh Thread - "Feeling is Something Confusing"

Start from the beginning
                                        

Kuanggukan kepalaku lagi.

"Oh ya, aku boleh minta kontakmu, kan?" tanya Clay lagi sebelum dia hendak pergi.

Mendadak, aku teringat dengan keberadaan grup chat buatan Riryn. Saat ini anggota terakhir sudah ada di depan mata.

Sembari mengisi nomor teleponku di ponsel Clay, aku bertanya, "Kakak punya line?"

"Punya, nanti add via nomor telepon saja," ucapnya sambil tersenyum.

"Oke," balasku.

Jadi sebenarnya, aku baru tahu bahwa Rania bukanlah cenayang saat dia bisa menambahkanku dalam kontaknya di line secara tiba-tiba. Rupanya itu fitur! Dan itu membuatku terlihat sangat bodoh.

Saat menyerahkan kembali ponsel Clay pada pemiliknya, aku menyadari bahwa benang Clay tidak terlalu mengambang, yang membuatku mengikuti kemana benang itu akan berakhir. Namun benangnya sudah tidak tampak, karena berbelok ke kiri.

"Clayrine Alexson, kalau kamu nggak keluar, aku tinggalin, nih!" ancam suara laki-laki itu, masih suara yang sama dengan yang sebelumnya.

Detik itu aku tersadar. Benangku dan Arlan Pratama juga tidak terlalu mengambang karena jarak kami terlalu dekat. Jangan-jangan benang merah Clay ....

"Sabar, dong! Tadi siapa yang bilang mau temenin?" balas Clay agak kesal. Dia kembali beralih ke arahku dengan agak canggung, "Uhm, kalau gitu aku balik ke sekolah dulu, ya!"

Kuanggukan kepalaku, "Iya, Kak."

Baru saja hendak mengintip apakah benang merah Clay memang tersambung dengan teman yang dibawanya itu, Clay tiba-tiba mengatakan sepatah kalimat yang berhasil membuatku terdiam dalam pikiranku.

"Oh ya, dalam seminggu ini, usahakan kamu menghindari penggunaan lift, ya! Bye!"

Aku berdiri, membatu di tempatku seperti orang bodoh yang hanya bisa diam mematung meyaksikan Clay berbelok ke arah yang sama dengan arah datangnya benang merahnya.

Sepertinya, aku tidak pernah memberitahu Clay bahwa aku tinggal di apartemen yang memiliki lift.

***

Hal janggal terlihat hanya beberapa saat setelah aku berhasil menaiki tangga sampai di lantai dua.

Ya, aku memang menuruti saran Clay dan mencoba memikirkan sisi positif jika aku mendengarkannya. Rasanya agak melelahkan, karena aku tidak terbiasa. Mungkin otot kakiku terlalu lemah untuk anak seusiaku. Memang sejak pindah ke apartemen sampai hari ini, aku belum pernah menggunakan tangga.

Banyak orang-orang yang turun menggunakan tangga, memperlihatkan raut yang sulit kujelaskan. Akibat itu, aku tidak bisa bergerak dan harus berhenti di sudut tangga, menunggu arus orang-orang lebih sepi.

Di detik yang sama, Mama meneleponiku. Aku tidak terlalu bisa mendengarkan apa kata Mama, karena signal tidak terlalu mendukung di sana. Usai Mama menutup telepon tanpa bisa kumengerti maksudnya, aku kembali menaiki tangga karena orang-orang yang lalu lalang sudah sepi.

Setelah kucoba untuk mengingat-ingat, Arlan Pratama sepertinya pernah bilang bahwa dia pernah menggunakan tangga karena mati lampu. Itu di waktu yang sama dengan saat aku bertemu dengan Clay dan yang lainnya di halte.

Lagi-lagi aku mengambil napas panjang. Sepertinya aku baru di lantai empat dan napasku sudah nyaris habis. Apakah wajar anak seusiaku kelelahan karena menggunakan tangga?

Kuperiksa ponselku dengan harapan aku akan melupakan rasa lelah yang sedang menyelimutiku. Kubaca lebih dulu pesan yang kulewatkan, grup chat itu masih aktif bahkan di pukul dua belas siang, tetapi tidak ada lagi chat masuk karena memang tidak ada signal di sini.

LFS 2 - Red String [END]Where stories live. Discover now